33

36.5K 4.6K 137
                                    

Vanda mengangkat alisnya. Ia menatap sekilas kepada Reza dengan tersenyum tipis.

Plak

Reza yang dipukul seketika meringis kecil. Ia mengelus-elus lengannya dengan menatap tajam kearah Vanda.

"Panda kecil jangan sampai gue marah," desis Reza dengan tersenyum dibuat-buat.

Vanda terlihat tidak takut. Lelaki itu malah memainkan jarinya dengan menyeringai kecil. Lalu menatap Reza dengan tersenyum remeh.

"Punya hak apa lo larang gue sekolah?" geram Vanda dengan merenggangkan ototnya.

Reza menghela nafas panjang. Kemudian lelaki itu mengetuk keningnya hingga tiga kali.

"Bodoh, gue tadi cuman nanya nggak larang lo sekolah," ucap Reza dengan menggelengkan kepalanya karena heran melihat jalan pikir Vanda.

Vanda mengelus keningnya dengan muka cemberut. Namun, setelah mendengar penjelasan dari Reza tatapan matanya berubah menjadi berbinar-binar.

"Beneran, nih! Jadi gue boleh sekolah?!" pekik Vanda dengan mengangkat tangannya.

"Ngapain?" tanya Reza dengan mengerutkan keningnya.

Vanda menepuk kedua tangannya. Ia menatap tangannya seolah-olah sedang memukul sesuatu. Ia membuka telapak tangan dengan memperlihatkannya kepada Reza.

"Hehe, tadi ada lalat. Iya, lalat tadi ganggu pendengaran gue," dalih Vanda cengengesan dengan menggaruk tengkuknya.

Reza menyipitkan matanya dengan menatapnya cukup lama. Kemudian mengangguk pelan membuat Vanda menghela nafas lega.

"Lo boleh sekolah, tapi saat usia kehamilan udah jalan 3 atau 4 bulan harus private school," ucap Reza dengan menatap Vanda sekilas.

"Loh, kenapa?!" bentak Vanda dengan menatap tajam.

Reza mengelus-elus dadanya. "Lo ingin yang lain tau tentang keadaan sekarang. Kalau gue nggak masalah tapi apa lo sanggup?"

Vanda menggaruk tengkuknya. "Benar juga, ya? Oke deh kalau perut udah gede nanti private school."

Setelah mengatakan itu Vanda berjalan menuju lemari pakaian. Ia memilih pakaian apa yang akan digunakannya.

"Pakai seragam aja," celetuk Reza dengan mendengus.

Vanda tidak menghiraukan perkataan dari Reza. Namun, akhirnya juga memilih seragam sekolah.

Reza yang melihat itu hanya mendengus. Lalu berjalan pergi kelantai bawah meninggalkan Vanda sendirian didalam kamar.

"Dasar tukang ngambek," cibir Vanda dengan menatap kearah pintu.

***

Vanda menuruni tangga dengan memainkan pulpennya. Jika dulu dia akan memainkan kunci motor atau mobil maka sekarang hanya bisa memainkan pulpen.

Reza yang melihat itu seketika menjadi heran sendiri. Ia mengerutkan keningnya dengan menatap tangan Vanda.

"Mau punya gaya tapi tetap aja nggak keren," sindir Reza lalu kembali menyantap makanannya.

"Lo nggak suka banget liat gue seneng," geram Vanda dengan menatap tajam.

Reza hanya mengangkat bahunya. Hal itu semakin menambahnya cukup kesal. Ia duduk disamping Reza dengan muka masam.

Namun, rasa kesalnya tergantikan dengan senyuman lebar. Ia menatap makanan yang tertata dimeja makan.

"Wah, kelihatannya enak, nih!" seru Vanda dengan tatapan berbinar.

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang