Tubuhnya terus saja diseret hingga lantai atas. Ia sedikit lelah mengikuti langkah kaki lelaki itu. Pasalnya, sedari pagi tadi ia terus saja berjalan dari satu halte menuju ke halte lain seperti orang bodoh.
"Gue capek banget ... gendong gue, dong!" seru Vanda dengan tersenyum lebar.
"Tadi aja marah-marah sekarang kayak orang nggak tau malu," cibir Reza tapi akhirnya memilih menggendong tubuhnya juga.
Vanda yang melihat itu seketika menahan tawanya. Ia memeluk leher Reza dan meletakkan dagunya dipundak lelaki itu.
Reza menggendong tubuhnya dengan menyeret kopernya. Ia sedikit kagum dengan tenaga lelaki itu yang cukup kuat melakukan ini.
Akhirnya mereka sampai didepan pintu kamar berwarna abu-abu gelap. Ia ingin turun tapi ditahan oleh Reza, lelaki itu membuka pintu kamarnya menggunakan sidik jarinya.
"Turun dan letak jari Lo di atas alat ini. Gue mau sidik jari Lo ke deteksi alat ini," perintah Reza dengan menunjuk alat keamanan kamarnya.
"Perlu banget, ya?" celetuk Vanda dengan mengerutkan keningnya.
"Apa Lo mau nungguin gue kalau mau masuk kamar?" tanya Reza dengan mengandalkan alisnya.
Vanda menggaruk tengkuknya. "Tapi gue bisa tidur diruang tamu."
Reza tidak mendengarkan perkataannya. Ia menarik tangannya dengan menyeret kopernya kedalam kamar.
Saat didalam kamar ia melihat sebuah kamar impian. Kamar dengan nuansa abu-abu gelap dihiasi beberapa alat musik juga televisi dan kulkas pribadi.
Vanda menatap sebuah gitar akustik disamping kasur lelaki itu. Ia berjalan lalu memainkannya dengan tersenyum lebar. Ia sudah cukup lama tidak memainkan alat musik itu.
"I see forever in your eyes."
"I feel okay when I see."
"Your smile ... smile ..."
Reza menatap sekilas kemudian mengalihkan pandangannya. Ia meletakkan isi koper Vanda kedalam lemari pakaiannya sisanya diletakkan di atas kasur.
"Laptop sama iPad lo gue simpan di atas meja," ucap Reza dengan muka datar.
Vanda mengangkat alisnya. Kemudian menatap kearah kopernya yang sudah dibereskan oleh lelaki itu. Ia yang melihat kemudian mengangguk pelan dan meletakkan kembali gitar itu.
"Apa yang udah lo tawarin hingga bokap lo itu menerima gue? Lalu perjanjian apa yang membuat nyawa gue berada ditangan keluarga kalian?" cecar Vanda dengan mengangkat alisnya.
Kegiatan membersihkan kamar seketika terhenti. Lelaki itu tampak berpikir tapi tidak berkeinginan untuk menjawab pertanyaannya.
"Baik, Lo sekarang nggak mau ngejawabnya. Tapi jika suatu saat gue menemukan rahasianya jangan harap lo mengelak lagi," ucap Vanda dengan menyeringai.
Vanda merebahkan tubuhnya dengan dikasur. Matanya perlahan sedikit menutup karena terlalu lelah. Namun, ada suatu hal yang membuatnya tidak jadi tertidur.
"Reza," panggil Vanda.
"Hmm," sahut Reza yang terlihat membaca bukunya.
"Za."
"Hmm."
"Eza!"
Reza menghela nafasnya lalu membalikkan tubuhnya. Ia menatap kearah Vanda yang tiarap di atas kasur.
Reza tidak habis pikir dengan kelakuan lelaki itu. Ia membalikkan tubuh lalu meletakkan kepala lelaki itu di atas pangkuannya.
"Jangan gitu lagi kalau anak kita kenapa-kenapa gimana," tegur Reza dengan mengelus-elus kepala Vanda.
Vanda menutup matanya perlahan lalu membalikkan tubuhnya memeluk pinggang Reza. Ia tersenyum tanpa sepengetahuan Reza entah mengapa rasanya sangat nyaman berada disamping lelaki itu dibandingkan bersama orang tuanya.
"Jadi dari tadi lo manggil gue hanya karena ingin bermanja-manja," ledek Reza mengelus rambut lelaki itu dengan lembut.
Vanda bangkit duduk menatap wajah lelaki itu dengan memberengut. Kemudian ia memukul perut Reza hingga lelaki itu terjatuh di atas kasur.
Tangannya yang ditarik oleh Reza seketika oleng dan menindih tubuh lelaki itu. Vanda meringis kecil lalu mengangkat wajahnya. Tatapan mata mereka bertemu beberapa detik hingga dihentikan olehnya.
"Ehem, gue mau nanya kenapa lo manggil Om Damian dengan panggilan ketua?" tanya Vanda dengan nada gugup.
Raut wajah seketika berubah menjadi dingin. Ia terlihat menatap keluar jendela dengan menahan amarahnya. Ini merupakan emosi yang berbeda seperti biasanya.
"Lo mau tau bukan ketua organisasi Demon Master. Damian Bachtiar yaitu ketua mafia yang memberikan semua perintah kepada kami. Ketua organisasi yang sering Lo bilang brengsek," ungkap Reza dengan menyeringai kecil.
Vanda seketika terkejut sendiri saat mengetahui ketua organisasi itu. Ia sedikit takut karena selalu bilang anggota mafia itu brengsek semua.
"Eh, jangan salah paham dulu! Gue nggak pernah bilang Om itu brengsek!" seru Vanda dengan gelagapan.
"Lo nggak perlu takut karena itu emang fakta. Jika tua bangka itu bikin Lo luka bilang aja nanti satu peluru segera bersarang di kepalanya," desis Reza dengan menyeringai.
"Gila!" seru Vanda menatap Reza dengan tatapan tidak percaya.
"Terserah Lo mau bilang apa," sahut Reza dengan mengangkat bahunya.
Mereka kembali berdiam diri. Namun, seketika ia teringat akan hal sesuatu.
"Kenapa diam nahan berak Lo?" ledek Reza dengan menertawainya.
Vanda yang tidak terima seketika mencekik leher lelaki itu. Reza seketika menggelitik tubuhnya hingga dirinya merasa geli.
Akhirnya karena terlalu lelah ia berhenti memukuli lelaki itu. Kini Reza menarik tubuhnya kedalam pelukan lelaki itu.
"Ehem, Ian coba liat putra mu itu bersama pacarnya sepertinya mereka udah nggak sabar nikah," ledek Arzan dengan terkekeh kecil.
Damian merangkul pundak lelakinya. "Benar, belum nikah udah mau ngasih cucu."
Reza yang mendengar itu hanya mendengus malas. Ia membereskan pakaiannya begitu juga dengan Vanda.
Vanda yang terciduk dengan keadaan aneh seketika menjadi malu sendiri. Ia mendorong tubuh Reza hingga terjungkal kebawah.
"Panda Lo ..."
Reza hanya menghela nafas gusar. Kemudian berdiri lalu membekap wajah Vanda menggunakan kaosnya.
"Reza! Hmmpp ..."
"Reza! Jika cucuku kenapa-kenapa kamu saya coret dari harta warisan!" seru Damian dengan menatap tajam.
"Dia itu juga calon istri dan anak Reza!" teriak Reza dengan menatap tajam.
Setelah mengatakan itu Reza melepaskan Vanda. Kemudian mendorong tubuh kedua orang tua itu tuanya untuk keluar dari kamarnya.
"Reza! Kurang ajar kamu sama ayah sendiri!" teriak Damian dengan mengendor pintu kamar Reza.
"Reza! Buka kamarnya atau ayah dobrak!" lanjut Damian dengan suara keras.
Reza membuka ponselnya dan tidak menghiraukan perkataan dari sang ayah. Vanda yang mendengar itu seketika menjadi was-was sendiri melihat tingkah keluarga ini.
"Eh, Eza! Buka dulu itu pintunya nanti rusak!" seru Vanda dengan memukul-mukul pelan lengan lelaki itu.
Reza mendengus kesal. "Nggak usah khawatir ketua ngga mungkin berani dobrak pintu. Jika pintu rusak yang ganti rugi pasti dia."
"Reza besok siap-siap untuk acara pernikahan!"
"Nikahnya besok?!" seru Vanda dengan melotot tajam.
"Iya, sekarang lo istirahat dulu karena besok akan melelahkan," ucap Reza dengan tersenyum tipis.
"Eh, iya," sahut Vanda lalu segera mengistirahatkan tubuhnya.
***
Jangan lupa vote dan komen :)
Calon pengantin jadi ada manis-manisnya 😀
Double up 😁
Lanjut!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love Of Dream [END]
RomanceCalvin Kafeel Balindra cowok yang dikenal sebagai ketampanannya. Lelaki ini sosok yang sering gonta-ganti pacar seperti pakaian atau bisa dibilang sebagai playboy. Namun, sudah tahu punya banyak pacar masih saja suka dekat-dekat. Tiba-tiba saja diri...