23

42.4K 5K 130
                                    

Bugh!

Vanda memukul wajah lelaki itu cukup keras. Ia cukup kesal karena lelaki itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Saat itu ia tidak sadar akan dirinya sendiri jadi bagaimana bisa menolak.

"Lo itu manusia paling brengsek!" umpat Vanda dengan menatap tajam.

"Kenapa bukannya Lo nagih janji hadiah? Ini merupakan hadiah yang nggak bisa terlupakan," ucap Reza dengan menyeringai.

"Udah nggak waras lo!" sergah Vanda dengan menatap tajam.

Alhasil ia memilih untuk pergi. Namun, naas bokongnya cukup sakit tapi dia tidak lemah untuk meminta bantuan kepada lelaki itu.

"Sial! Tuh orang ganas banget atau gimana? Sakit bokong gue," batin Vanda dengan memegang pinggangnya sembari berjalan pelan.

Reza berjalan lalu menggendong tubuh Vanda dengan sekali angkatan. Lelaki itu sedikit menggeram karena tubuh Vanda cukup berat. Tubuh mereka itu sama-sama besar yang membedakan hanya tingkah laku lelaki itu.

Vanda loncat dari gendongan Reza, tetapi naas malah semakin membuat bokongnya sakit. Ia berjalan dengan perlahan lalu mengunci pintu kamar mandi. Sebelum itu ia meminta lelaki itu menyiapkan pakaiannya yang berserakan sebagai tanda tanggung jawab.

Didalam kamar mandi Vanda menatap cermin. Ia menatap lehernya yang penuh merah-merah dengan menghela nafas panjang.

"Sial! Tuh orang kenapa buat cupang banyak banget!" geram Vanda dengan menggosok lehernya.

Vanda menghela nafas panjang dengan berjalan menuju bak mandi. Ia merendam seluruh tubuhnya hingga ujung kepala.

***

Diluar Reza membersihkan kamar habis aktivitas mereka. Sebelum itu ia juga sudah memasang pakaiannya. Ia juga menyiapkan pakaian milik lelaki itu.

Reza sudah menyelesaikan pekerjaan membereskan ruangan. Namun, Vanda masih belum keluar juga hingga saat kini.

Ceklek

"Ini pakaian Lo udah diberesin," ucap Reza dengan menunjuk kearah kasur.

Vanda menatap sekilas lalu mengangguk. Ia mengambil pakaiannya dan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Ia masih sedikit marah dengan lelaki itu.

Alhasil sembari menunggu Vanda ia memainkan ponselnya. Ia membuka aplikasi chat lalu munculah beberapa notifikasi memenuhi layar ponselnya.

Rendra
Lo dimana? (25)

Anta
Kemana Lo dari malam udah ditunggu? Mabuk kayaknya nggak mungkin. (53)

Reza hanya menggelengkan kepalanya melihat ponselnya yang rada eror karena notifikasi pesan. Ia juga heran teman-temannya sangat suka membuat jengah sendiri.

Ceklek

Vanda keluar menggunakan pakaian yang dikenakannya semalam. Ia juga sudah menyemprotkan parfum berkali-kali hingga harum. Ia sangat suka membawa parfum saat pergi kemanapun.

"Cepat pergi," ucap Vanda dengan wajah dingin.

Reza mengangguk pelan. Kemudian mereka berjalan pergi meninggalkan club. Kali ini Reza yang membawa mobil lelaki itu.

Vanda hanya berbaring di jok mobil. Ia hanya sedikit lelah dan emosi untuk hari ini. Ia ingin sekali rasanya membunuh orang itu, tetapi jika melakukannya sama saja menjadi brengsek seperti lelaki itu.

"Kita ke restoran dulu untuk sarapan," celetuk Reza dengan menatap lurus.

Vanda mengangkat alisnya seketika ia terkekeh geli. Bahkan lelaki itu tampak tidak ingin meminta maaf dengannya. Ia akui jika dirinya salah karena menggoda lelaki itu, tetapi apakah lelaki sejati akan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Nggak," ketus Vanda dengan menatap jalanan.

"Tapi kita belum sarapan habis ini langsung pergi sekolah," ucap Reza dengan mengerutkan keningnya.

"Gue nggak pengen makan. Cepat pergi ke rumah gue," tekan Vanda dengan menatap sinis.

Reza mengangguk pelan. Kemudian mereka hanya diam sembari menuju perjalanannya pulang.

Vanda memainkan ponselnya sengaja untuk mengasingkan Reza. Ia memang menganggap lelaki itu tidak ada.

Suara decitan ban cukup mengganggu konsentrasinya. Ia menatap kesamping ternyata dirinya sudah sampai dirumahnya.

Reza keluar lalu melemparkan kunci mobil kepadanya. Ia menyambutnya dengan baik lalu beralih tempat di jok menyetir.

Kemudian ia menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia menatap kearah belakang dengan menyeringai. Ia pastikan tidak akan pernah lagi bertemu lelaki itu.

"Vanda! Kenapa temannya ditinggal?!"

Vanda mendengus kesal. Ia tidak menyangka kedua orang tua cinta reputasi itu berada dirumah bahkan ada temannya Reza dan sepupunya.

Vanda tidak menjawab melainkan memarkirkan mobilnya. Lalu pergi melewati mereka dengan muka dingin. Ia lebih baik pergi daripada emosinya meledak-ledak.

"Vanda!"

"Vanda! Dasar anak kurang ajar!"

***

Keesokan harinya Vanda menatap ruang makan sekilas lalu berlenggak pergi begitu saja. Jika ia ikut berkumpul di sana sudah dipastikan keluarganya akan membahas masalahnya dan semakin membuatnya emosi.

Alhasil ia memilih pergi dengan keadaan perut kosong. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi juga emosi. Ia juga sedikit kesal karena bokongnya masih sakit.

Saat dijalan tiba-tiba saja ada seseorang yang berlari ditengah jalan dengan melebarkan tangannya. Ia yang melihat itu seketika melakukan rem dadakan hingga terdengar suara decitan bannya.

"Babi! Kalau mau mati jangan pakai mobil gue!" sembur Vanda dengan menatap sinis.

Namun, tidak lama kemudian ia mengeryikan keningnya. Ia berdecak kesal ternyata orang itu tidak lain Febby dengan segala tingkah anehnya.

"Bangsat Lo babi! Kalau gue nggak sempat ngerem gimana?!" bentak Vanda dengan berjalan keluar dari mobil.

Lalu orang yang kena marah hanya cengengesan dan itu semakin membuatnya kesal. Ia memukul lengan gadis itu cukup keras hingga terdengar suara pekikan.

"Heh, Lo siapa main mukul majikan gue?!"

"Heh, bekantan! Seharusnya tegur majikan lo ini! Kalau kenapa-kenapa yang disalahin itu gue ogeb!" sembur Vanda dengan menatap sinis.

"Hehe, maaf Van. Gue ikut Lo, ya, mobil gue kayaknya mogok. Mana habis ini mau masukkan," ucap Febby dengan cengengesan.

"Syukur Lo itu teman kalau nggak udah gue buang ke sumur," gerutu Vanda dengan muka masam.

Febby mengangkat alisnya. Kemudian menatap wajah Vanda dengan cukup lama. Akhirnya hanya memberikan senyuman tipis.

"Lo kalau ada masalah bicarain baik-baik," saran Febby dengan tersenyum tulus.

Vanda menghela nafas. "Tapi masalahnya nggak semudah itu. Udahlah lo naik ke mobil habis ini kita pergi."

Febby mengangguk pelan. Gadis itu masuk kedalam mobil Vanda dengan tenang.

***

Vanda memarkirkan mobilnya dengan berhati-hati. Seusai itu ia langsung pergi menuju kantin diiringi oleh Febby.

"Tumben lo ke kantin biasanya baca rumus fisika sama kimia kalau nggak biologi," celetuk Febby dengan mengerutkan keningnya.

Vanda mengangkat bahunya. Ia tidak menjawabnya karena tidak ingin salah bicara. Salah satu kata saja sudah membuat gadis itu curiga karena bisa dibilang Febby itu terlalu peka.

Mereka berdua memilih duduk dipojok ruangan. Vanda menatap layar ponselnya sembari menunggu pesanannya datang.

"Gimana perasaan lo sekolah ini?" tanya Febby dengan tersenyum tipis.

Vanda mengangkat alisnya. Kemudian menatap gadis itu cukup heran. Ada apa dengan gadis itu pikirnya?

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Febby kenapa🤔
Double up 😀
Lanjut!

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang