25

39.9K 5K 241
                                    

Vanda segera menutup pintu balkon juga kamarnya. Ia juga tidak lupa menutup gorden balkonnya. Ia tidak ingin orang-orang mengetahui jika dirinya sudah pulang.

Vanda menyiapkan pakaiannya sebelum membersihkan tubuhnya. Ia melakukan ritual mandinya cukup lama. Hal yang membuatnya cukup lama karena karaokean didalam kamar mandi. Ia tidak takut ketahuan karena kamar mandinya itu kedap suara.

Ceklek

"Segar banget, nih, kepala. Tapi bokong masih sakit," ucap Vanda dengan menghela nafas.

Vanda memasang pakaiannya dengan cukup cepat. Ia hanya ingin kembali belajar bisnis juga melihat keadaan bangunan yang sudah ditanamkannya saham.

Vanda kembali mengotak-atik laptopnya dengan cepat. Tangannya seolah terbiasa mengetik laptop semua ini karena ilmunya yang ia pelajari di dunianya.

Ia tersenyum puas melihat keberhasilan bangunan yang ditanamkannya saham cukup tinggi. Uang terus saja mengalir deras ke rekeningnya. Setidaknya ia berjaga-jaga jika keluarga itu akan mengusirnya.

Samar-samar ia mendengar suara motor pergi dari pekarangan rumahnya. Ia berjalan lalu membuka gorden balkon sedikit. Ia melihat Reza dan teman-temannya pergi dengan menggunakan jaket kebanggaan geng mereka.

"Cih, pasti tuh sepupu laknat masang jaket diluar rumah," cibir Vanda lalu menutup gorden kamarnya.

Vanda terus saja mempelajari tentang ilmu bisnis. Ia mempelajarinya dengan serius hingga tidak terasa matahari sudah tenggelam.

"Dimana anak nakal itu? Coba lihat anak kamu! Malam begini belum pulang juga!"

"Aku juga tidak tahu, Mas! Itu karena kamu selalu tidak ada di rumah!"

"Kamu yang tidak becus menjaga anak!"

"Mas! Mas! Jangan pergi aku belum selesai bicara!"

Vanda mendengar dengan tatapan kosong. Ia terkekeh kecil mendengar teriakan dari keluarga toxic.

"Asshole family," ucap Vanda dengan tersenyum mengejek.

***

Vanda menggeliatkan tubuhnya. Perutnya terus saja berbunyi ingin meminta diisi. Ia memegang perutnya dengan keras tapi rasa sakit ini membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.

"Pemilik tubuh ini punya maag, kah?" gumam Vanda dengan merintih kesakitan.

Alhasil ia memilih untuk turun kelantai bawah. Pertama, ia menuju ke dapur untuk mencari obat maag.

"Tuan muda? Kapan anda sampai?"

Vanda membalikkan tubuhnya. Ia menghela nafas lega ternyata hanya seorang bibi yang membantu keluarganya.

"Dari sore tadi," jawab Vanda seadanya.

"Berarti ... Tuan muda mendengar perkataan mereka?"

"Hmm," sahut Vanda tanpa berniat menjelaskan lebih jauh.

Vanda meminum obatnya dalam sekali tegukan air minum. Ia menunggu sakit perutnya sedikit reda baru ke meja makan.

Ia membuka tudung saji di atas meja hanya ada kekosongan. Ia tersenyum miris bahkan keluarganya tidak menyisakan makanan untuknya.

"Maaf Tuan muda tadi Nyonya meminta saya untuk tidak memasak lebih."

"Nggak masalah, Bi. Vanda pergi keluar bentar mau nyari makan," ucap Vanda dengan tersenyum tipis. Lalu kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci mobilnya beserta dompet.

Saat didalam kamar Vanda menatap cermin dengan tersenyum mengejek. Wajahnya yang putih semakin memucat bahkan bibirnya juga.

"Nasib lo emang sial dari dulu Alvin," ucap Vanda dengan terkekeh geli.

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang