26

40K 5.1K 440
                                    

Keesokan harinya ia terbangun dengan pikiran kosong. Selama tinggal di dunia mentalnya seakan terguncang ditambah melihat pembunuhan didepan matanya sendiri.

Vanda memakai seragamnya lalu tidak lupa menggunakan hoodie hitam miliknya. Kali ini ia ingin mencari kesenangan semu.

"Sudah tahu pulang kamu Vanda."

"Maaf tapi saya sedari sore sudah ada di rumah. Saya bukan anak nakal yang kalian bilang kalau tidak percaya silahkan tanya Pak satpam juga Bibi," ungkap Vanda dengan duduk di meja makan. Ia masih membutuhkan makan untuk kesehatannya.

Vanda menatap sekilas dengan terkekeh. Para orang tua kolot itu sekarang terdiam. Mereka malu sendiri kalau sudah menuduh tanpa bukti. Mereka terus saja melakukan kesalahan yang sama.

Mereka melanjutkan acara makan dengan hening. Ia membereskan peralatannya dengan tenang. Namun, tangannya dicengkeram oleh sang papah.

"Sebelum yang lain selesai kamu tidak boleh pergi. Itu sudah aturan keluarga kita," ucap sang papah dengan menatap dingin.

"Ini adalah rumah yang seharusnya menjadi tempat terhangat juga menunjukkan keharmonisan. Kita bukan dalam acara formal dan waktu Vanda tidak banyak lagi," ucap Vanda dengan muka datar lalu beranjak pergi.

"Anak itu sangat susah diatur! Anta kamu awasi kakak sepupu kamu itu!"

"Iya, Om," sahut Anta dengan menatap kepergian Vanda.

***

Di koridor sekolah ia berjalan dengan membaca buku ekonominya. Ia terlihat menikmati acara belajarnya sembari mendengarkan musik dari headset.

Bruk

Vanda tanpa sengaja menabrak seseorang. Ia ikut berjongkok untuk membantu gadis itu. Namun, saat gadis itu mengangkat wajahnya ia menjadi tidak ingin membantunya.

"Gue sebagai cowok yang baik akan menolong walaupun Lo itu nyebelin," cibir Vanda dengan menatap sinis.

Mala hanya diam dengan menatap kearahnya. Tiba-tiba saja tangan gadis itu menggelayut di lengannya. Ia cukup terkejut tapi matanya menatap Mala dengan tatapan tidak berekspresi.

"Sayang ... kita main, yuk," bisik Mala dengan memainkan ujung jarinya di dadanya.

Vanda menyeringai kecil. Kemudian mereka berdua pergi menuju tempat yang jarang dikunjungi disaat jam pelajaran dimulai.

Di perpustakaan bagian ujung yang gelap. Dua orang insan sedang beradu lidah. Tangan yang satunya mulai merengkuh pinggang gadis itu.

Suara langkah kaki yang masuk tidak membuat mereka menghentikan aksinya. Lalu hingga pada akhirnya sebuah tangan menarik tubuhnya.

"Re ... za ...," lirih Mala dengan menatap tidak percaya. Gadis itu membenarkan seragamnya.

Raut wajah Reza tampak dingin tidak tersentuh bahkan tatapan matanya setajam pisau yang bisa membunuh kapanpun. Kini tatapannya beralih kepada Vanda dengan menyeringai.

"Mala lo pergi sekarang. Gue ada urusan sama dia," ucap Reza menatap Vanda dengan ekspresi wajah misterius.

Mala yang mendengar itu seketika berlari kocar-kacir. Lalu meninggalkan Vanda dengan ekstrak khawatirnya ingin berteriak, tetapi tidak keinginan muka dihadapan lelaki itu.

"Vanda ... lo telah melakukan kesalahan," ucap Reza dengan suara nada rendah.

Vanda mengangkat alisnya. Kemudian terkekeh kecil. "Memangnya lo siapa?"

"Dulu memang lo nggak sadar habis ini tubuh lo akan menjadi milik gue segalanya," ucap Reza lalu segera menarik tangan Vanda dan mengikatnya menggunakan dasinya. Lalu mendorong keras ke dinding.

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang