Bab 28

1.3K 153 6
                                    

Selesai pernikahan adik Sita, Yuna. Masalah kembali datang. Rumah tangga yang sudah di ujung tanduk itu semakin di uji dengan permintaan tolong dari sang Mama.

Di mana ternyata ada hutang setelah mengadakan pernikahan. Tak banyak tapi tetap membutuhkan pertolongan Sita sang Kakak.

Sita yang bingung harus bagaimana akhirnya mengatakan pada sang Mama jika ia tak memiliki uang. Ia hanya memiliki motor sang suami yang atas namanya itu.

Karena kepepet sang Mama tetap nekat meminjam BPKB motor Jaka untuk di gadaikan, lalu tiap bulan akan di cicil sampai lunas.

Sita bimbang tapi demi keluarga ia rela. Sita nekat untuk bicara pada Jaka soal itu.

Malam ini saat mereka baru pulang kerja dan sudah lebih santai. Sita mendekat pada Jaka dan berusaha untuk bicara baik-baik dengan Jaka.

Jaka nampak heran, ia melirik istrinya yang tak pernah lagi mau duduk dekatnya.

"Ada apa?" tanya Jaka. Sita menarik nafas dalam, menguat kan diri untuk mengatakan keinginannya.

"Ehm, begini, Mas ...." Sita benar-benar bingung. Ia takut akan jadi semakin kacau hubungan nya dengan sang suami.

Tapi karena orang tuanya sangat kepepet ia pun tak memiliki pilihan lain selain mengatakan nya niatnya.

"Mama mau pinjem BPKB motor, ada hutang yang harus di lunasi. Nanti sama Mama di cicil kok. Jadi, nggak perlu khawatir," jelasnya pada akhirnya. Jaka?

Tentu saja ia langsung diam, raut wajahnya kesal. Sungguh sangat kentara, seolah ia tak mau menutupi rasa ketidaksukaan nya.

"Hutang apa?" tanyanya ketus.

"Hutang pernikahan Yuna," jawabnya.

Mendengar itu Jaka semakin kesal, ia bahkan sudah berdiri, tak bisa lagi duduk karena hatinya panas mendengar itu.

Ia menoleh pada Sita.

"Keluargamu suka sekali sih morotin kita. Emang kita orang kaya, yang sekali minta duit langsung di kasih. Gila kali ya!" sentaknya yang membuat Sita melotot tak terima.

Sita ikut berdiri dan menunjuk suaminya dengan mata penuh amarah.

"Jangan sombong kamu jadi orang, Mas! Lupa kamu, berapa banyak uang yang orang tuaku beri untuk kita. Pernikahan kita, saat anak kita meninggal, siapa yang mengurus itu semua? Orang tuamu? Kamu? ITU PAKAI UANG ORANG TUAKU!!!!" teriak Sita meluapkan semua emosi.

"Dan inget ya, Mas. Selama ini aku memberikan uang kepada orang tuaku pakai uang ku sendiri! Bukan uang kamu. Bahkan orang tua mu saja aku berikan, bukan uang kamu. Mana uang mu? Aku saja tidak pernah lihat. Tiap bulan gajian habis, selalu habis tapi tidak tau untuk apa! Benci aku sama kamu, Mas!"

"Setuju atau pun tidak, aku tetap gadai BPKB itu, toh, itu atas namaku dan tiap bulan aku yang bayar cicilannya. Jangan lupa itu." Sita langsung keluar rumah karena tak tahan berada di dekat Jaka.

Jaka ngamuk, ia lempar handuk yang tengah ia pakai itu ke lantai dengan kasar.

"Bangsat!" makinya.

****

Jaka tertunduk lalu buang muka saat Sita benar-benar menggadaikan BPKB motor miliknya.

Yah, walau memang benar motor itu yang membayar cicilannya adalah Sita, tapi selama ini yang merawat adalah dirinya.

Bisa-bisanya BPKB motor kesayangannya di gadai untuk bayar hutang Yuna.

Bagaimana kalau tidak sampai terbayar, motornya akan di ambil oleh dealer.

Ah, sialan!!!

Sangking kesalnya Jaka, ia tak mau mengantar Sita ke rumah orang tuanya. Ia biarkan Sita berangkat sendiri menggunakan bus, karena ia tak mau melihat uang itu diberikan pada mertuanya.

Sementara itu Sita datang seperti biasa. Ia juga tetap mengobrol santai dengan sang adik Yuna dan juga suaminya, Indra.

"Kak Jaka gak ikut?" tanya Yuna heran.

"Ada kerjaan," jawab Sita santai seolah semua baik-baik saja.

"Oh."

Sementara itu Sita melirik sang Mama yang tengah memasak untuk dirinya.

Apa pun untuk keluarga nya akan ia perjuangkan, karena ia tahu siapa yang ada kala ia susah.

****

Malamnya Jaka datang menjemput tapi kali ini agak berbeda, ia nampak enggan untuk masuk ke dalam rumah.

Dan memilih untuk duduk di luar sembari merokok dan mengobrol dengan Indra.

Saat mereka pulang pun, Mama merasa aneh dengan sikap Jaka. Tapi untuk sementara Mama tak mau banyak bertanya pada Sita.

Malam semakin larut, perasaan Mama semakin tak enak kala mengingat sikap Jaka padanya.

Apakah Jaka keberatan dengan pinjaman BPKB motornya?

"Kenapa, Mah?" tanya Papa.

"Nggak apa-apa."

"Jangan mikirin yang nggak penting."

"Iya."

Mama merebahkan dirinya lalu berusaha memejamkan mata.

Sementara itu Sita dan Jaka memilih untuk tidur terpisah. Mereka benar-benar dalam kondisi di ujung tanduk.

Tak ada keharmonisan di antara ke duanya.

Sampai tiba-tiba Jaka bangun dari tidurnya dan menghampiri Sita.

"Bangun, Ta." Sita tersentak. Ia membuka mata dan menoleh. Sialnya, Jaka langsung menerjang Sita dan mencumbunya paksa.

Selesai dengan itu, Jaka langsung pergi keluar. Seolah Sita adalah wanita bayaran yang setelah di pakai di tinggal begitu saja.

Sita menangis, menahan pedih hati dan tubuhnya.

Ia sudah tak tahan lagi. Ia sudah tak ada cinta lagi. Ia sudah tak sanggup lagi, Tuhan.

Ijinkan kami untuk berpisah dalam hubungan suami istri yang tak bahagia ini, Tuhan.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang