Bab 27

1.4K 153 6
                                    

Hy yo!
Katanya ada yang kangen sama ni cerita.
Sudah berapa tahun rehat?
Bertahun-tahun Thor!
Hahahaha. Maafkan daku.
Kemaren aku ijin sama yg punya kisah hidup. Alhamdulillah di ijinkan untuk di lanjut. Jadi, mari kita lanjutkan. Happy reading!!

🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹🤹

Tiga tahun telah berlalu. Sita nampak menatap perutnya yang masih saja sama. Tak ada tanda-tanda kehamilan sama sekali. Sita hanya bisa tersenyum getir. Mengingat usia pernikahan mereka yang telah berjalan lama.

Sita memperhatikan Jaka yang sedang sibuk mencuci motor barunya. Ya ... Jaka akhirnya berhasil membujuk Sita untuk membeli motor Vixion. Jaka semakin sering menghabiskan waktunya dengan motor ketimbang dengan Sita. Hampir setiap hari motor ia cuci. Bahkan kalau di rumah orang tua Sita. Jaka akan selalu pamer pada Yuna dan juga tunangannya.

Ya Yuna sudah bertunangan setelah setahun lulus sekolah. Ia juga sudah bekerja. Waktu begitu cepat berlalu. Tapi Sita masih di tempatnya. Tak beranjak sama sekali. Ia masih saja kos. Masih saja berdua. Tak ada perubahan yang berarti. Tabungan pun ia tak punya. Karena sifat boros Jaka yang tak pernah berubah.

Jaka memang tak lagi membeli untuk pribadinya. Tapi sekarang yang Jaka beli justru untuk motornya. Semua shampo motor lengkap. Busa untuk cuci motor setiap hari ganti. Kanebo menumpuk. Setiap di nasehati Jaka hanya menjawab dengan enaknya.
"Pakai uang aku ini belinya." Sita hanya bisa menghela nafas melihat rumah tangganya yang tak ada bahagianya.

Waktu terus berlalu begitu saja, bujuk rayu mertua untuk tinggal di kampung terus mengalir di kepalanya.

Sita tak masalah tinggal di kampung, tapi apa yang akan mereka kerjakan nanti?

Apakah hanya menumpang saja pada mertua?

Tidak bisa, Sita tidak bisa melakukan hal itu. Ia sehat, masih muda. Masih bisa cari uang sendiri.

Hidup dengan mertua tentu akan membuat keluarganya semakin parah. Jaka akan semakin seenaknya karena merasa ada orang tuanya yang akan terus membela diri.

Sita tak mau hanya menjadi istri yang diam saja di rumah tanpa menghasilkan uang. Coba bayangkan, Sita yang sudah menghasilkan uang saja masih di perlakukan seenaknya oleh Jaka. Bagaimana kalau Sita tak memiliki uang sendiri?

Sita begidik membayangkan hal itu.

Bahkan hanya untuk memberi orang tuanya uang bulanan saja ia harus sembunyi-sembunyi. Terkadang kalau Jaka tau, ia akan mengoceh sambil lalu.

Padahal Sita tak pernah sekali pun membedakan orang tuanya dan mertuanya. Ia bagi rata. Justru Jakalah yang tak pernah memberi orang tuanya uang, hanya Sita seorang.

Tapi cara bicaranya seolah semua yang mengeluarkan uang itu adalah dirinya.

Sita hanya bisa menghela nafas mengingat itu semua. Sungguh rasanya ia tak sanggup.
Tapi, apalagi ia bercerai, apa kata orang tuanya?

Bukankah ia menikah atas dasar keinginannya, di tambah ia menikah karena hamil di luar nikah. Mau di taruh di mana mukanya?

Tanpa sadar setetes air mata membuat pipinya basah. Rasanya ia tak merasakan kebahagiaan di pernikahan ini.

Dua kali kehilangan anak seolah pertanda jika mereka tak lagi berjodoh.

Ya Tuhan, haruskah ia akhiri pernikahan ini? Atau haruskah ia bertahan dengan siksaan batin ini??

****

Enam bulan telah berlalu dan kini Sita tengah bersiap untuk menyaksikan pernikahan sang adik, Yuna.

Rumah tangganya dengan Jaka sudah benar-benar di ujung tanduk, tapi, mereka masih bersikap biasa saja di hadapan banyak orang.

Tak akan ada yang menyangka jika mereka sebenarnya sudah tak lagi merasakan cinta. Terlalu banyak masalah dan ketidak cocokan yang membuat keduanya memutuskan untuk menjaga jarak.

Seperti hari ini saat Mama menyuruh Sita untuk mengambilkan makanan bagi suaminya Jaka. Sita dengan cepat mengiyakan tapi sebenarnya ia enggan.

Ia tetap mengambilkan makanan dan memberikannya pada Jaka. Tatapan mereka bertemu tapi berusaha untuk di hindari.

Jikalau tak ada orang mereka akan saling diam acuh tak acuh tapi jika ada orang maka mereka terkesan baik-baik saja.

Sita tersenyum palsu di pernikahan sang adik ketika Jaka ikut di sampingnya. Sita bersyukur karena Jaka jarang ada di sampingnya membuat dirinya lebih nyaman dan bisa tersenyum melihat sang adik di atas pelaminan.

Ia foto adiknya itu dan tersenyum lebar.

"Dek, lihat sini!" Serunya. Yuna dan sang suami menoleh lalu tersenyum lebar.

Hidup bahagia ya, dek. Jangan seperti Kakak, gumamnya.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang