Bab 2

14.9K 793 10
                                    

Apa yang mereka takuti selama ini menjadi nyata. Sita hamil sudah 2 bulan. Sita berusaha menutupi itu semua saat ia bekerja. Ia tak mau sampai ada yang tahu tentang kehamilannya.

Pulang kerja Sita menelpon Jaka. Ia memang belum memberitahu Jaka masalah ini. Sita takut sendiri akan jawaban yang diberikan Jaka nantinya. Rasanya ia tak sanggup. Andai bunuh diri itu tak menyakitkan mungkin Sita sudah mengakhiri hidupnya.

Sita berusaha sebaik mungkin menjaga perasaannya.
"Hallo," jawab Jaka. Sita berusaha menelan saliva nya.
"Ha...hallo sayang."
"Kenapa sayang?" Tanya Jaka.
"Bisa kita bertemu?" Tanya Sita. Jaka nampak berfikir sejenak. Lalu mengiyakan.

Sita menutup telponnya. Dan bersandar di dinding kamar. Mencoba menenangkan dirinya. Sita mengusap perutnya yang akan membesar seiring waktu. Sita benar-benar merasa takut.

Sita mendekap kedua kakinya dan menangis di sana. Apa kata orang tua Sita nanti? Apa kata orang-orang nanti? Bagaimana Sita menghadapi semua ini seorang diri.

Oh Tuhan maafkan Sita yang telah khilaf. Kini ia menanggung dukanya.
Apa yang akan ia lakukan dengan anak ini nanti. Apakah Jaka akan menikahinya nanti. Bagaimana kalau ia malah pergi mencampakkan dirinya.

Sita benar-benar kalut. Dadanya sangat sesak. ia tak bisa berkata kata lagi. Hingga Jaka datang. Kak mengetuk pintu kamar kos nya. Dengan berat hati Sita membuka pintu kamar. Dan Jaka langsung masuk dan menutup pintu.

Jaka nampak khawatir melihat wajah Sita yang memerah karena sehabis menangis.
"Kamu kenapa sayang?" Tanya Jaka heran. Jaka memeluk Sita erat mencoba menenangkannya.
"Jaka."
"Ya?"
"Aku hamil."

Deg!

Apa !

Ini sungguhan. Ini nyata?

Jaka lemas seketika. Sungguhkah ini. Bagaimana ini bisa menimpa mereka berdua. Mereka masih sangat muda untuk menanggung ini.

Apa yang akan ia katakan pada orang tuanya.
"Jaka, aku takut."
"Tenang sayang. Ada aku tenang ya."
"Kau mau menikahiku kan?"

Deg !

Menikah !

Mati lah kau Jaka!

Sanggupkah kau Jaka. Menikah muda dan akan memiliki anak. Kau akan kehilangan masa muda mu Jaka. Masa bahagia mu. Teman teman mu akan menjauhimu. Kau akan di caci maki. Di hina.

"Aku... aku...."
"Jaka... kenapa?" Sita mulai khawatir. Ia takut Jaka akan pergi dan tak bertanggung jawab. Jangan Jaka, Sita mohon. Jangan tinggalkan Sita. Jadilah pria bertanggung jawab Jaka.

"Sita... jujur aku belum siap menikah," jawab Jaka yang membuat hati Sita hancur.
"KAU FIKIR AKU SIAP MENGANDUNG ANAK MU HAH ! KAU FIKIR AKU JUGA SIAP MENIKAH ! TIDAK JAKA. TAPI KINI AKU SUDAH MENGANDUNG ! INI ANAK MU. DAN KAU HARUS TANGGUNG JAWAB !"

Sita berteriak di sana. Jaka langsung mendekap mulut Sita. Takut semua orang dengar teriakan Sita.

"Diam Sita, jangan berteriak. Kau mau semua orang tahu tentang kehamilan mu hah !"

Sita diam. Ia hanya terisak di sana. Dadanya sangat sakit. Jaka mencoba memeluknya lagi.
"Aku akan cari jalan keluar. Kau sabar ya. Sudah sudah jangan menangis ya." jaka mencoba menenangkan Sita.

Setelah Sita tenang Jaka memberikan air mineral pada Sita. Dan dengan cepat ia teguk hingga habis. Rasanya Sita lelah.

"Aku takut, Jak."
"Sama Sita. Aku pun begitu, sudah jangan di fikirkan dulu ya. Jangan beritahu siapapun juga ya. Dengar kan aku. Aku akan cari jalan keluarnya untuk kita. Oke."

Sita mengangguk mencoba mempercayai ucapan Jaka. Semoga jalan keluar itu yang terbaik.

"kau istirahatlah dulu. Aku pulang ya."
Sita lagi-lagi hanya mengangguk. Lalu merebahkan diri. Jaka keluar dari kamar dan pulang ke kosannya.

Di dalam kamar. Jaka melempar semua barang-barang miliknya.
"Sialaaannn !" Teriaknya kesal. Iaa menjambak rambutnya kuat-kuat.
Dan menangis di sana. Jam ketakutan. Jaka bingung harus berbuat apa.

Tak mungkin ia menikahi Sita. Usianya masih muda. Ia masih ingin senang-senang. Apa yang harus ia lakukan !

Jaka membanting gelas di sampingnya hingga mengenai kakinya dan mengeluarkan darah di sana.
"Darah," gumam Jaka. Entah kenapa mendadak Jaka menyeringai lebar.

********

Jaka menelpon salah satu temannya dan nampak mereka mengobrol serius di telpon. Dan tak lama Jaka mengakhiri sambungan telpon dan tertawa.

Malam ini Jaka menjemput Sita dari kerjaanya. Jaka menunggu hingga Sita keluar dari kerjaanya. Sita memang tidak tahu kalau Jaka menjemput.

Tak lama Sita keluar dengan wajah pucat. Jaka langsung menghampiri Sita di sana.
"Sita, sayang."
"Jaka?" Sita terkejut karena Jaka menjemputnya.
"Ayo aku antar kamu pulang." Sita menatap Jaka dan mengangguk di sana.

Dalam perjalanan mereka lebih banyak diam. Jaka menggenggam jemari Sita di depan dadanya.
Lalu mereka berhenti di tengah jalan yang sepi.
"Kenapa?" Tanya Sita bingung. Jaka membuka helmnya dan menatap Sita.

"Sayang, aku sudah mendapat jalan keluarnya," ucap Jaka tiba-tiba. Membuat Sita bengong. Jalan keluar? gumam Sita.

"Maksudmu?" Tanya Sita
"Aku punya jalan keluar untuk masalah kehamilanmu itu," jelas Jaka
"Apa?" Tanya Sita ragu.
Jaka nampak berfikir sejenak sebelum ia memberitahukan itu pada Sita.

"Kita gugurkan saja kandungan mu itu."

Deg !

Jantung Sita seperti melompat keluar dari tempatnya. Seketika tubuhnya lemas.

Gugurkan kandungan adalah jalan keluarnya. Apa Jaka sudah gila !

"APA YANG KAU FIKIRKAN HAH !" Bentak Sita kesal. Marah. Murka.

Jaka tersentak kaget mendengar bentakan Sita. Nampak Sita marah besar di sana.
"Sita... aku hanya...."
"HANYA APA? KAU FIKIR ABORSI ITU TIDAK BAHAYA HAH ! KALAU AKU MATI DALAM ABORSI BAGAIMANA??"

"INI ANAK MU KENAPA KAU TAK MAU TANGGUNG JAWAB SAJA. NIKAHI AKU !"

"Aku... aku tidak bisa menikahimu sekarang. Kita masih terlalu muda Sita."

"BAIKLAH. LUPAKAN SAJA SEMUANYA. BIAR AKU YANG MENANGGUNGNYA SENDIRI."

Sita pergi dari hadapan Jaka. Sita takkan sanggup bila harus menggugurkan kandungannya. Bagaimana pun ini adalah anaknya.

Ia tak bersalah. Sita dan Jakalah yang bersalah. Kenapa Jaka bisa begitu tega dengannya. Kemana janji manisnya. Bullshiit semuanya. !

"Sita !"

Sita berhenti. Tak menoleh hanya berhenti saja.

"Aku akan menikahimu."

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang