bab 6

10.2K 729 51
                                    

Hari ini Sita libur, dia memilih pulang ke rumah  orang tuanya. Usia kandungannya sudah memasuki 5 bulan. Jaka mengantarnya tapi tidak ikut menginap.

Karena dia besok masih kerja pagi. Sita bersikap seolah semua baik-baik saja. Tapi adiknya yuna, tidak bisa ia bohongi.

Malam ini, mereka tidur di kamar yang sama. Yuna memperhatikan kakaknya yang sedang mengusap perut buncitnya, menerawang jauh entah kemana.

"Mbak," panggil Yuna. Sita menoleh dan tersenyum.
"Kenapa?" Tanyanya. Harusnya Yuna yang nanya itu, mbak!
"Mbak yang kenapa, ngelamun terus dari tadi?"

"Sok tahu kamu." Senyum sita. Sebenarnya sudah mulai was-was karena sita tahu, adiknya ini sangat peka sekali. Tapi dia tak boleh menambah kecurigaannya.

"Mbak, usia kandungan mbak, udah berapa bulan ya?" Sita nampak berfikir.
"5 bulan, jalan lima bulan, " jawabnya, Yuna mengangguk. Dia merasa aneh dengan perut Sita, tapi tidak tau apa yang aneh.

"Yaudahlah tidur mbak, udah malem. Gak bagus buat ibu hamil begadang."
"Iya."
Mereka pun tidur. Tepatnya hanya sita, yang tertidur. Yuna tak bisa tidur, dia bangun dan melirik perut kakaknya yang nampak besar namun.... Entahlah, Yuna ini terlalu peka.

Tapi dia sulit menerka apa yang salah.

**********

Seharian ini, Yuna melihat sita dengan perasaan aneh. Yuna selalu menatap perut Sita yang nampak aneh di mata Yuna. Dan itu membuat sang mama jadi ikut melirik ke arah perut Sita.

"Sita, kamu sudah periksa kandungan?" Tanya mama. Sita mengusap perutnya dan mengangguk. "Sudah ma, sebulan yang lalu," jawab sita. Mama mengangguk. Lalu melanjutkan aktifitas nya kembali.

Sita merasa aneh dengan perutnya yang terasa enteng. Tapi sita tak mau berburuk sangka. Jemarinya dengan terampil mengusap perut buncitnya dan terus melakukan aktifitasnya.

Hingga malam menjelang Jaka datang menjemputnya. Sita pun pamit pulang karena Jaka tak bisa berlama-lama. Karena besok harus kerja pagi. Sementara waktu sekarang sudah jam 11 malam.

Mama agak khawatir sebenarnya karena kondisi Sita yang hamil dan sudah malam juga. Tapi mama tidak bisa banyak ikut campur karena mereka sudah berumah tangga.

Sita dan Jaka pun pergi dengan motornya. Yura langsung menghampiri sang mama.
"Mama lihat perut mbak sita nggak sih?" Tanya Yura.
"Kenapa memang?" Tanya mama
"Ada yang aneh ma."
"Aneh bagaimana?"
"Yura juga bingung ma, ah semoga saja hanya firasatku." Yura naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya.

🍁🍁🍁

Pagi ini Yura masuk sekolah dengan malas. Walau biasanya memang suka malas. Tapi hari ini jauh lebih malas lagi.  Sampai teman-teman nya menegurnya.
"Ra, kenapa sih Lo?"
"Kepo."
"Gue nanya serius."
"Nggak apa-apa. " Yura hendak menghindar namun sahabatnya terus saja mendesaknya bahkan menariknya. Hingga Yura terduduk kembali.

"Gue kepikiran kakak gue deh."
"Kenapa emang kakak Lo?"
"Gue ngerasa aneh aja sama perut hamil nya dia. Gue liatnya tuh kaya kosong."
"Maksudnya kosong?"
"Ponakan gue kaya udah nggak ada."
"Innalilahi, jaga omongan Lo Yura. Omongan adalah doa."
"Ya kan ini firasat gue."
"Berdoa aja buat yang terbaik kasihan kan, kakak lo, kalau bener itu terjadi."

Yura menghela nafas. Memang itu yang dia takutkan. Tak lama bel masuk berbunyi mereka pun masuk ke kelas masing-masing.

🌻🌻🌻

Malam ini Yura dan keluarga sedang asik menonton acara televisi. Yura nampak tak fokus, mama dan papa juga sama. Entah kenapa perasaan mereka malam ini aneh. Hingga terdengar suara telepon dari ponsel sang mama.

Mama mengangkat nya. Dan tak lama mama teriak tertahan . Membuat Yura  dan papa bingung .
"Kenapa ma?" Tanya Yura  dan papa serentak.
"Sita, sita papa...." Mama menangis sementara Yura dan papa bingung. Sambungan telepon masih terhubung. Yura  langsung mengambilnya.

"Hallo, ada apa kak Jaka?" Tanya Yura.
"Mbak sita dek, keguguran ."
jantung Yura seakan berhenti berdetak. Apa yang ia takutkan kejadian.

Saat itu juga. Mama, papa dan Yura langsung bergegas pergi ke Jaksel di mana sita dirawat.

Yura tak berhenti menenngkan sang mama.
"Sita bagaimana kabarnya? Mama takut."
"Sabar mama, mbak sita pasti baik-baik aja ma. Mama berdoa yang terbaik aja buat mbak sita ya." Mama diam dan mulai berdoa.

Hingga mereka Samapi di rumah sakit. Mama langsung masuk keruang bersalin. Di sana kak Jaka sedang menunggu sita yang lemas.

"Bagaimana bisa sih?" Tanya mama.
"Dedek, udah enggak ada dari bulan kemarin mama, hiks," jelas sita. Membaut Yura dan mama tersentak.
"Maksudnya gimana?"
"Jadi setelah periksa hamil terakhir. Ternyata seminggu setelah itu, dedek udah enggak ada. Kalau kata dokter itu virus," Jaka yang menjelaskan.

Sita mulai kembali menangis dan perutnya kembali mulas. Sita mendapatkan obat perangsang. Sita mulai merintih kesakitan.
"Panggil dokter," ucap mama. Jaka langsung bangun dan memanggil dokter.

Tapi bukan dokter yang datang melainkan para suster. Kami semua di suruh menyingkir. Dan kami keluar dari ruangan.

Ada dua jam mereka  menunggu hingga suster keluar dan meminta sang ayah almarhum bayi mendoakan yang terakhir kali.

Maafkan ayah nak, dulu ayah tak menginginkan mu. Tapi kenapa saat ayah sudah sayang sama kamu, kamus pergi dengan cara seperti ini.

Jaka menatap anaknya yang baru berbentuk manusia tanpa kulit. Wajahnya juga tidak jelas karena belum terbentuk. Padahal kalau hidup si dedek akan jadi pria tampan. Terlihat dari bentuk tubuhnya yang memiliki bahu lebar dan besar seperti Jaka dan tampan.

Sayang itu hanya angan karena sang anak memilih pergi dari kehidupan mereka.

😒😒😒

Sudah aku buat ya

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang