41

2.8K 261 6
                                    

Bab 41. Sita

Sita tersentak melihat siapa yang meneleponnya. Ia ragu untuk mengangkatnya. Tapi, ada rasa tak tega setelah mengingat hal yang menimpa Jaka selama ini.

Dengan niat sebagai teman ia angkat teleponnya. Terdengar suara tersentak kaget kemudian suara deheman dan suara yang ragu-ragu.

"Ta." Itulah suara yang akhirnya Sita dengar.

"Ada apa?" Jaka nampak tersentak mendengar suara yang begitu dingin. Tak pernah sekalipun ia mendengar suara Sita sedingin ini. Ia selalu hangat seperti apapun ia membuat masalah.

"Maaf, mengganggumu." Jaka menggigit bibirnya sendiri, ia benar-benar tidak tau harus bicara apa. Tapi, di dalam hatinya ia merasa tenang karena bisa mendengar suara Sita.

Setidaknya ada yang mau angkat telepon darinya dan bertanya ada apa. Itu yang Jaka butuh sekarang, perhatian.

"Memang mengganggu, jadi cepat katakan, aku ingin tidur."

"Bagaimana kabarmu?" Entah bodoh atau apa, justru kalimat yang itu keluar dari bibir Jaka. Sita tentu saja langsung kesal, ia berdecih dan hendak menutup teleponnya.

"Jangan di matikan, ku mohon. Sedikit lagi, sebentar lagi, ya." Sita mengerutkan keningnya heran.

"Apa mau mu?" tanya Sita.

"Mendengar suaramu, itu saja."

Sita diam, dalam hati ia kesal. Kenapa, kenapa setelah bercerai Jaka baru bersikap lembut padanya.

Kenapa setelah cerai dan ia menikah lagi. Jaka baru sadar akan kehadirannya?!

"Apa kamu bahagia bisa menelpon ku disaat kamu butuh aku? Apa kamu lega bisa mendengar suaraku untuk menghibur hati lelahmu?"

Jaka tersentak mendengar itu. Bagaimana Sita tau?

"Hapus nomorku kalau kamu ingin selamat dipernikahanmu yang kedua. Selamat ma ...."

"Jadi ini yang kamu lalukan kalau aku tidur!!! Diam-diam menelpon mantanmu di belakang ku!!!"

Sita terkejut mendengar suara istri Jaka yang begitu keras.

"Dengar ya!! Aku tidak tau kalian masih saling cinta atau apa. Tapi, sadar diri dong! Jaka sudah menikah denganku, jadi jangan jadi janda ganjen!!!"

"Jangan bicara kasar pada Sita! Aku yang telepon bukan dia."

"Bagus, kamu membelanya sekarang? Kenapa kamu cerai kalau masih ingin membelanya!!!" Terdengar suara bantingan lalu sambungan terputus.

Sita tersenyum dengan hati yang berdebar kencang. Luar biasa kehidupan baru Jaka. Ia bisa mendengarnya sendiri, persis seperti yang diceritakan pada mantan adik iparnya.

"Jadi, kamu cerai dariku hanya untuk dimaki istri barumu, Jaka?"

Sita akhirnya bisa tidur nyenyak malam ini.

Jahatkah ia?

Sudah tak lagi peduli pada perasaan itu lagi. Karena Sita sendiri memiliki hati yang telah hancur lebur.

****

Heri melihat ke arah luar pagar. Ia datang pagi sekali hanya untuk melihat pujaan hatinya.

Ia duda tapi sekarang terasa abg lagi. Usianya juga sudah tak muda tapi demi cinta ia rela berjiwa muda.

Yang ditunggu akhirnya tiba, ia menahan senyumnya dan tetap menatap dari jauh.

Memperhatikan setiap gerakan Sita yang ceria menyapa satpam, menyapa rekan yang sama-sama baru datang. Lalu tawa lebar terlihat saat temannya berbisik.

Heri melihat itu dengan takjub. Sita memang sangat cantik. Senyumnya bisa menular pada orang lain.

Heri tak berhenti memperhatikan Sita sampai ada yang menepuk pundaknya. Heri terlonjak kaget.

"Sejak kapan naksir Sita?" Heri melotot mendapatkan pertanyaan dadakan.

"Nggak, Bang."

"Jangan bohong sama abangmu ini. Abang bukan anak kecil, berpengalaman sudah, cepat cerita."

Heri menunduk tak berkutik di hadapan satpam dari Batak ini. Orangnya keras tapi baik dan perhatian pada karyawan termasuk Heri yang dianggapnya adik sendiri.

Heri akhirnya menyerah dan cerita. Mendengar itu bang Jogi langsung mengangguk-angguk paham. Ia tepuk pundak Heri.

"Saya bantu." Begitu katanya. Ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Heri yang masih bingung.

"Bantu apa maksudnya?" gumam Heri. Ia mengira jika bang Jogi hanya omong kosong, ia memilih untuk bersiap kerja karena hampir masuk waktu kerja.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang