Yuna terus berdoa dengan semua keluarga yang sudah berkumpul. Mereka terus menunggu kabar dari mama dan Jaka. Tapi tak kunjung ada kabar. Hingga lewat satu jam setelah satpam dan dokter keluar dari dalam ruang bersalin.
Karena tak kunjung mendapat kabar. Akhirnya Yuna berinisiatif untuk melihat sendiri. Ia berjalan dengan perlahan. Antara tak sabar dan ragu menjadi satu.
Yuna berdiri tepat di depan pintu ruang bersalin. Yuna diam, karena pintu masih di tutup rapat. Yuna bingung, mau mengetuk tapi takut belum selesai. Nggak diketuk udah nanggung di depan pintu. Yuna jadi bingung dan akhirnya malah bolak-balik sendiri di depan pintu.
Tak lama pintu terbuka perlahan. Bidan keluar dengan tangan berlumuran darah. Bau amis menyerebak di hidung Yuna. Air mata bidan juga terus menetes. Kenapa? Batin Yuna.
Tapi saat Yuna hendak masuk, bidan itu keburu menutup pintu. Yuna semakin bingung di buatnya.Tak lama bidan kembali masuk dengan membawa kain. Saat hendak melangkah masuk. Yuna menahan lengannya. Bidan itu menatap Yuna.
"Apa kakak saya sudah melahirkan?" Tanya Yuna. Si bidan diam. "Bu, saya tanya ini?"
"Maaf, saya harus buru-buru," ujar bidan yang langsung masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu. Apaan sih? Nggak jelas banget jadi bidan!! Maki Yuna kesal.Akhirnya Yuna kembali ke ruang tunggu. Mbak Dian menarik lengan Yuna cepat.
"Gimana?"
"Tau nggak jelas, aku tanya sama bidannya dia malah cuek. Nggak jelas banget." Yuna duduk dengan kesal. Ia melipat kedua tangannya."Biar ibu aja yang lihat," ujar ibu isah. Harusnya Yuna manggil nenek. Tapi Bu Isah maunya di panggil ibu. Ya sudah. Akhirnya Bu Isah pergi ke ruang bersalin. Sementara Yuna dan mbak Dian menunggu di luar. Yuna masih kesal, wajahnya terus cemberut.
"Udah Yun, masih cemberut aja sih?"
"Kesel mbak, aku ini kan tantenya. Masa nggak boleh tau kondisinya?"
"Iya, mungkin emang belum waktunya kali Yun, masih di bersihin dedek nya atau sita masih di tangani dan butuh istirahat. Jadi nggak boleh di ganggu," jelas mbak Dian. Yuna mengangguk mengerti.Lama mereka menunggu kabar dari Bu Isah. Kenapa lama juga sih? Tak lama ponsel mbak Dian berbunyi. Mbak Dian mengangkatnya. Dan seketika mbak Dian terlihat pias. Yuna kaget.
"Kenapa mbak?" Tanya Yuna. Mbak Dian menatap Yuna tak tega.
"Mbak?"
"Ehm...Yuna...itu...."
"Apa sih mbak?"
"Yun...ponakan mu?"
"Kenapa?"
"Itu...sabar ya." Yuna tersentak. Sabar? Maksudnya apa?
"Apa sih mbak? Ngomong yang bener?"
"Ponakan mu meninggal, Yun...."Yuna melotot. Seketika tubuhnya melemas hingga merosot ke lantai. Ponakannya? Meninggal lagi? Lagi? Kenapa????
"Yuna...Yuna istighfar Yun..."
"Kenapa mbak? Kenapa meninggal?"
"Mbak Dian enggak tahu, ibu cuma bilang gitu doang."
"Kenapa harus ponakan Yuna? Terus gimana sama semua rencana Yuna? Terus gimana sama baju-baju yang udah Yuna cuci? Box bayi yang udah papa buat?" Yuna terus mengoceh. Membuat mbak Dian tak kuasa menahan air matanya. Ia tahu betul, betapa terpukul nya Yuna. Karena yang paling bersemangat menyambut anak Sita adalah Yuna."Yuna, istighfar Yuna...kalau Yuna sedih begini apa kabar sama Sita?" Yuna tersentak. Ia...kakaknya!!! Yuna langsung bangun dan menghapus air matanya. Ia berjalan dengan limbung tapi mencoba memantapkan hati. Mbak Dian sampai bingung melihat Yuna yang mendadak semangat.
Yuna melihat koran. Ada gambar Cristian Ronaldo. Pesepak bola favorit sang kakak. Ia ambil itu dan masuk ke dalam ruangan. Semua orang melihat Yuna. Yuna melihat Sita yang masih menangis dalam diam. Mama yang terus menyemangati Sita. Jaka yang sedang membelai wajah sang anak yang terlelap di dalam box bayi. Yuna melihat itu semua dengan pandangan hampa.
Yuna melihat ponakannya yang nampak tertidur itu. Tak nampak seperti sudah tak ada. Ia begitu gembul. pipinya chubby. Terlihat sangat sehat. Siapa yang bilang ponakannya meninggal? Orang jahat mana yang bilang itu?
Yuna berdiri tepat di samping box bayi. Jaka sedikit menyingkir. Memberi ruang kepada Yuna.
"Dedek ...." Yuna tak mampu menyelesaikan ucapannya. Jaka menyentuh pundak Yuna. Menangis di sana.
"Dedek udah nggak ada, Yuna." Jaka menangis histeris. Yuna diam. Mencoba tak percaya ucapan Jaka.
"Tapi dedek sehat kok kak."
"Yun, ikhlasin ya."
"Tapi dedek sehat kak?"
"Yuna...?"Yuna tersentak. Ia tak boleh sedih. Ia tak boleh menangis di depan kakaknya. Yuna tak mau membuat sang kakak jauh lebih sedih dari ini. Yuna menghapus air matanya. Menata hatinya. Mengatur nafasnya. Lalu Yuna menoleh ke arah sang kakak.
"Mbak Sita!!" Seru Yuna riang. Semua orang kaget melihat Yuna. Yuna mendekat dengan lincah seakan tak terjadi apa-apa. Ia membuka koran yang ia bawa dan memperlihatkan foto Ronaldo pada Sita.
"Lihat mbak, semalem Ronaldo menang loh mbak. Lihat deh tuh...ganteng banget yak?" Sita tersenyum.
"Oh ya? Mana lihat?" Sita berusaha ikut ceria. Bu Isah yang gemas menjitak kepala Yuna.
"Aduh sakit Bu..."
"Kamu ngapain sih?" Tanya ibu isah. Sita malah tertawa melihat wajah Yuna yang manyun menahan sakit."Nah gitu dong ketawa," ujar Yuna sembari nyengir. Sita menarik lengan Yuna. Dan menjewer telinga Yuna.
"Aduh...sakit mbakkk."
"Suruh siapa bandel hah??"
"Enak aja bandel siapa yang bandel coba?"
"Kamu lah."Yuna berhasil membuat Sita kembali ceria. Mama dan Jaka tersenyum kecut melihat hal itu. Mereka tahu betul. Kakak beradik itu hanya menutupi kesedihan satu sama lainnya. Terlihat Sita dan Yuna saling canda dan membahas Ronaldo pesepak bola favorit mereka berdua.
Maafin Yuna mbak, Yuna nggak suka lihat mbak nangis untuk kedua kalinya.
Yuna melirik box bayi.
Ponakan tampan ku, semoga kamu bahagia di dalam pangkuan Allah ya. Dan bertemu dengan saudara kamu. Ikhtiar. Selamat jalan ponakan Tante. Muhammad Reyhan Ikhtiar Josi.🍁🍁🍁
Ini adalah kisah nyata author. Aku sampai nangis lagi kalau ingat kejadian kakak ku lahiran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Hubungan
RomanceSita Narendra adalah seorang istri yang sabar dan selalu bisa memaafkan suaminya. namun sifat labil suaminya lah yang membuat dirinya hancur. rumah tangga yang ia jalani selama 9 tahun. tak mampu membuat sang suami berubah menjadi lebih baik. hingg...