Bab 12

7.8K 529 13
                                    

Yuna tertawa terbahak-bahak saat melihat kiriman foto dari kakak iparnya. Astaga, Jaka benar-benar menepati ucapannya. Yuna lalu menghapus foto itu dan kembali fokus di kelas. Ia tak habis fikir, kakak iparnya serius dengan ucapannya. Kalau perut buncitnya bisa hilang dan di ganti dengan roti sobek.

Kalau begitu Yuna akan mencobanya nanti. Tapi tidak dengan gym, karena mahal. Ia akan mencobanya sendiri dengan membuat barbel buatan. Sepertinya menarik. Yuna melihat ponselnya lagi. Hari Selasa ya? Artinya Sita akan pulang ke rumah. Yes!

Yuna akan membuat barbel setelah pulang sekolah dan sore pasti sudah kering kan. Eh tapi Yuna tidak punya semen. Yuna berfikir sejenak. Ia melihat sahabatnya Egi. Yuna menarik seragam Egi membuat nya menoleh.
"Apa?" Tanya Egi.
"Cara bikin barbel?"
Egi mengeluarkan ponselnya dan membuka YouTube lalu mengetik cara membuat barbel. Dan ponsel pun di berikan kepada Yuna.

"Thanks, bro!" Egi hanya mengangguk dan fokus belajar lagi. Egi dan yang lain fokus belajar pelajaran hari ini. Yuna fokus belajar cara membuat barbel yang simple.

🍁🍁🍁

Sore menjelang. Sita tak sabar untuk segera pulang ke rumah orang tuanya. Sebulan sekali Sita memang akan pulang ke rumah orang tuanya. Dan hari ini Jaka ikut serta. Karena memang sama-sama masuk pagi. Jadi tidak ada alasan bagi Jaka untuk menolak ajakan Sita.

Mereka nampak berkemas. Walau tak banyak yang di bawa tapi tetap saja, mereka harus membawa apa yang sekiranya patut di bawa. Sita sudah siap dengan tas ranselnya. Jaka berdiri di luar dengan helmnya. Tak lama Sita keluar dan menerima helm dari tangan Jaka.

Mereka naik motor Supra milik Jaka.
"Ta," panggil Jaka saat mereka sudah di tengah jalan raya.
"Apa?"
"Bulan depan, aku mau ganti motor boleh enggak?"
"Buat apa? Ini kan masih bagus?"
"Bagus dari mana sih, Ta. Udah butut gini?"
"Kamu ada uang emang?"
"Kredit aja, Ta."
"Cukup enggak?"
"Cukuplah, gaji aku dan kamu kan lumayan kalau di gabung."
"Loh, kenapa urusan motor jadi ungkit gaji aku?"
"Ta, motor kan di pake berdua Ta, ya kali aku bayar sendiri?"

Sita diam. Menimbang. "Ya udah, tapi belinya atas nama aku." Jaka diam sejenak lalu mengangguk. "iya, nggak apa-apa, toh kamu istri aku."
"Giliran kaya gini aja di anggap istri."
"Jangan ngambek dong, Ta."
"Siapa yang ngambek?"
"Kamulah, masa motornya."
"Apaan sih, enggak jelas." Jaka tertawa dan kembali fokus menyetir motornya.

🍁🍁🍁

Jam 7 malam mereka sampai di rumah orang tua Sita. Yuna sudah menunggu mereka. Tentu menunggu makanan yang mereka bawa lebih tepatnya.

Sita langsung masuk ke dalam rumah setelah Yuna mencium tangannya. Tak lupa tangan Jaka. Dan memberikan bungkusan makanan pesanan Yuna. Dengan hati riang Yuna membawa makanan itu ke dapur dan menatanya di piring lalu di bawanya kembali ke ruang tamu.

Yuna duduk di lantai yang sudah di alaskan karpet. Sita dan Jaka pun ikut serta. Mama papa duduk di sofa.
"Mama, pa, makan dulu yuk," ajak Sita. Mama papa pun megangguk. Mereka akhirnya makan bersama di lantai.

Selesai makan, Jaka langsung menyikut lengan Yuna. Membuat Yuna menoleh.
"Apaan kak?"
"Gimana foto yang kakak kirim?" Mereka yang mendengar percakapan itu hanya diam. Tak begitu menanggapi dua orang yang hobby olah raga.

"Sini deh kak, Yuna mau kasih tunjuk sesuatu." Yuna mengajak Jaka keluar rumah dan mengambil sesuatu dari samping rumah.
"Apaan tuh?" Tanya Jaka.
"Barbel kak."
"Kok botol minum?" Yuna nyengir.
"Enggak ada modal kak, buat beli atau bikin pakai semen. Jaka tertawa dan mengusap rambut Yuna. Jaka mengambil botol yang terisi pasir. Lumayan berat karena Yuna memakai botol ukuran seliter.

"Gimana kak? Lumayan kan?"
"Lumayan," Jawab Jaka. Mereka akhirnya sibuk dengan olah raga tangan itu. Jaka menunjukan otot-otot tangannya. Sementara Yuna takjub. Karena dari dulu impian Yuna adalah memiliki tangan berotot. Agar saat ada orang yang macam-macam dengannya bisa ia libas habis. Hahahaha

Sita melihat kelakuan mereka berdua dan geleng-geleng kepala. Sita hapal betul tabiat tomboy adiknya. Di tambah ada Jaka yang support dia. Ya sudah tambah jadi kelakuannya.

"Yuna, mending kamu belajar dari pada bikin otot." Mereka berdua menoleh ke arah sita yang sudah duduk di teras rumah.
"Udah tadi," jawab Yuna santai. Sembari mengangkat botol itu dengan tangan kanannya. Lengan bajunya ia singsingkan hingga memperlihatkan otot kecil yang ia miliki.

"Biarin sih, Ta, adik mu mau sehat juga." Sita cemberut. Sehat apaan? Sehat enggak harus punya badan kekar kali. Batin Sita.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang