Bab 8

8.1K 551 18
                                    

Hari-hari Sita kembali normal setelah sebulan penuh beristirahat. Kini Sita sudah kembali ke kosannya. Sikap Jaka kepada Sita pun semakin baik dan perhatian. Walau masih ada hal-hal yang membuat Sita jengkel. Tapi itu semua bisa ia lalui.

Hari ini mereka berdua menerima gaji dari kerjaan masing-masing. Baik Sita maupun Jaka merasa senang karena Sita bisa membeli perlengkapan kamar mandi. Seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi dan sebagainya.

Pulang kerja Sita dan Jaka pergi ke supermarket dan belanja hal yang di perlukan . Jaka dan Sita berpencar arah. Sita dengan perlengkapan nya. Jaka pun sama. Begitu mereka selesai dan hendak membayar, Sita tertegun melihat belanjaan Jaka yang semua berbeda dengan Sita. Sabun yang berbeda, pasta gigi yang berbeda. Apa yang mereka beli sebenarnya sama. Hanya saja beda rasa.

"Jaka, kenapa kamu beli lagi? Kan aku udah beli ini?" Tanya Sita. Jaka melihat belanjaan Sita. Lalu menggeleng.
"Bedalah, dimana samanya, jelas-jelas kamu beli sabun khusus buat kamu, bukan buat aku."
"Tapi ini kan bisa di pake sama kita berdua, Jak?"
"Aku enggak suka sabun itu, enggak cocok. Aku kan cowok ya harus sabun cowok lah, gimana sih." Jaka merenggut kesal. Sita menggeleng.
"Kalau kita beli sabun aja sendiri-sendiri, ini namanya pemborosan?"

Jaka menatap sita kesal. "Pemborosan apa sih? Ini cuma sabun, lagian ini beli pake uang aku kok." Jaka melenggang pergi ke atas kasir lebih dulu dan membayarnya. Sita semakin melongo karena Jaka membuat belanjaannya sendiri.

💐💐💐

Di rumah Sita bertanya kepada Jaka, apa maksudnya di supermarket tadi.
"Jaka, maksud kamu tadi apa di supermarket?"
"Apa?"
"Kenapa kamu bisa bayar belanjaan kita sendiri-sendiri?"
"Ya ampun, Ta. Kamu tuh lebay banget sih, ini kan belanjaan aku, keperluan aku, ya aku bayar sendiri. Kamupun begitu kan, lalu masalahnya dimana sih?"
"Kita suami istri, Jaka. Apa pantas membayar apa-apa sendiri?"

Jaka menatap jengah Sita. "Ta, ini cuma hal kecil kali, ngapain di ributin sih?"
"Hal kecil kamu bilang? Kita ini bukan orang kaya yang gajinya puluhan juta!! Kamu harus ngerti sekarang kita hidup itu enggak sendiri-sendiri, tapi hidup berdua. Kita harus bisa atur keuangan sebaik mungkin. Kita harus nabung, kita....."
"Ta, cukup. Kamu berisik banget sih!!" Jaka bangun dan membuka pintu. "Ingetin ya, Ta, aku beli ini semua nggak pake uang kamu, tapi pake uang ku sendiri." Jaka pergi dari hadapan Sita. Membuat Sita kesal dan membanting barang-barang yang ia beli.

Setelah merasa tenang, Sita merapihkan semuanya dan menatanya. Sita masuk ke dalam kamar mandi dan menaruh sabun di ember.
"Nggak kerja mbak?" Tanya seseorang. Sita menoleh dan tersenyum.
"Eh Mbak Nia, udah pulang mbak," jawab Sita. Nia mengangguk dan menaruh mbak cucian di samping kamar mandi.

"Mau nyuci mbak?" Tanya Sita.
"Ia nih, mumpung anak lagi tidur." Sita tersenyum samar. Anak ya? Andai anakku masih hidup, pasti bahagia sekali. Pikirnya.

"Saya masuk dulu ya, mbak?"
"Oh iya, silahkan mbak Sita." Sita pun langsung berjalan ke arah kamarnya dan langsung menutup pintu perlahan. Jantungnya berdetak kencang. Ia mengusap perutnya. Rindu Ikhtiar anaknya.

Sita menghapus air matanya dan menenangkan hatinya. Ia tak boleh bersedih hati karena sang anak akan sedih di sana nanti.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang