Delapan bulan sudah Jaka meninggalkan Sita di kampung. Sita hanya bisa tersenyum masam karena suaminya benar-benar tinggal di sana.
Bagaimana dengan komunikasi? Mereka masih berkomunikasi bahkan Jaka meminta bantuan Sita untuk membuka bisnis bengkel.
Dalam kurun satu tahun itu ia sudah membuka toko sparepart dan juga laundry.
Setiap kali Sita lihat status WhatsApp suaminya selalu tentang keramaian toko, keberhasilan toko dan sebagainya. Tapi, tak sekalipun ia mendapatkan hasil dari kedua usahanya.
Apakah Jaka tak pernah sekalipun pulang ke Jakarta?
Masih, beberapa kali. Dalam satu tahun ia 3 kali menemui Sita.
Seperti hari ini tiba-tiba Jaka pulang untuk menemui Sita. Sebagai istri ia tetap harus menerima kedatangan suaminya.
Bahkan entah bagaimana Sita masih bersedia melayani suaminya itu, walau setelahnya ia merasa menyesal.
Jaka tak lama, ia hanya datang untuk mengganti ponselnya yang dibilang rusak.
Ia ingin membeli ponsel baru, tentu saja dengan tambahan uang dari Sita.
Kesal, tapi entah bagaimana Sita tak pernah bisa menolak apapun yang suaminya inginkan.
Bodoh?
Ya, Sita merasa seperti itu tapi mungkin saat itu ia tengah dibutakan oleh angan yang tak akan pernah sampai.
Setelah Jaka mendapatkan ponsel barunya ia memutuskan untuk segera kembali pulang. Bahkan saat Sita meminta Jaka untuk menemui orang tuanya, Jaka menolak dengan alasan waktu mepet.
"Sebentar aja kamu nggak bisa?" tanya Sita saat Jaka merapihkan beberapa pakaiannya ke dalam tas.
"Nggak," jawab Jaka singkat.
"Kenapa?"
"Nggak enak, aku juga cuma bentar di sini. Udahlah, aku capek, harus pulang karena nggak ada yang jaga toko."
"Ngomong-ngomong soal toko, gimana hasilnya?"
Sita melihat gerak-gerik aneh dari Jaka. Lalu ia menatap Sita.
"Ada untung, tapi aku puter lagi buat modal."
"Kenapa aku nggak dikasih hasilnya?"
"Bukan nggak ngasih, tapikan kamu tau, aku lagi merintis, toh nanti kalau sukses kamu juga yang nikmatin, sabarlah."
Sita tak bicara lagi karena ia sudah tak tau harus bicara apa.
****
Jaka sudah pergi ke kampung. Meninggalkan Sita yang hanya memegang uang tak seberapa banyak.
Apalagi alasannya jika bukan karena Jaka yang meminta uang tambahan untuk pulang.
Sita heran dengan sikap Jaka yang makin lama makin membuatnya muak.
Tapi, untuk cerai kenapa sangat sulit???
Pulang kerja Sita mendapatkan kabar jika sang adik Yuna hendak melahirkan.
Ia bergegas ke rumah orang tuanya. Ia menahan tangis bahagia selama perjalanan.
Sesampainya di sana ia bergegas ke rumah sakit yang di mana sudah banyak orang menunggu kelahiran keponakannya.
Sita masuk ke dalam lalu melihat adiknya terbaring menahan sakit dengan Mama di sampingnya.
"Mbak ...." Ia memanggil dengan suara lemas.
Sita tersenyum. "Kuat ya, kamu pasti bisa."
"Aku takut."
"Takut apa?"
"Apa aku bisa melahirkan anakku, Mbak?"
"Bisa dong, harus bisa." Sita mati-matian menahan air matanya. Ia tau apa yang dimaksud adiknya itu.
Ia pasti teringat peristiwa Sita yang dua kali gagal melahirkan anak. Tapi, Sita yakin jika sang adik lebih hebat daripada dirinya.
Proses melahirkan itu pun berjalan agak sulit, Sita melihat sang Mama sampai memprotes dan meminta di
operasi saja tapi syukurlah tak perlu karena keponakannya akhirnya lahir di jam 12 lewat.Semua orang sujud syukur, Sita tentu sudah menangis karena tak sanggup membendung air matanya.
Akhirnya ada bayi dikeluarga mereka. Keponakannya yang cantik.
****
Semenjak kelahiran sang keponakan ia sering sekali datang ke rumah orang tuanya. Sekedar bermain dan memberikan kebutuhan keponakan kecilnya.
Setidaknya ia bisa melupakan suaminya saat ia bersama dengan si mungil.
Dan entah apa yang terjadi, selintas pikiran Sita ia ingin cerai dan memiliki kehidupan yang baru.
Saat sang keponakan sudah tidur ia mengatakan niatnya itu pada sang Mama dan juga menceritakan apa saja hal yang sudah terjadi di pernikahannya.
Sita menangis karena tak tau harus bagaimana. Mama mengusap pundak Sita.
"Kalau bisa di pertahankan ya di pertahankan, tapi, kalau hatimu sudah beku, sudah tak mampu menerimanya lagi, silahkan ambil keputusan yang menurut mu tepat "
Sita mengangguk dan memeluk sang Mama.
"Jika nanti aku berakhir dengan perceraian, tolong jangan salahin Sita ya, Mah. Sita minta maaf untuk semua kesalahan Sita."
Mama tak mengatakan apapun, ia hanya mengusap punggung putri sulungnya. Putri yang tegar selama ini menjalani hidupnya.
"Mama percaya sama kamu. Apapun keputusannya Mama pasti akan dukung."
"Terima kasih, Ma." Sita menangis haru dalam pelukan sang Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Hubungan
RomanceSita Narendra adalah seorang istri yang sabar dan selalu bisa memaafkan suaminya. namun sifat labil suaminya lah yang membuat dirinya hancur. rumah tangga yang ia jalani selama 9 tahun. tak mampu membuat sang suami berubah menjadi lebih baik. hingg...