Bab 1

26.9K 1K 12
                                    

Cinta itu begitu rumit.

Berawal dari persahabatan nya dengan seorang pria yang ternyata sahabat dari kekasihnya sendiri. Permulaan itu membuat mereka menjadi dekat. Dan ketika hubungan Sita dengan kekasihnya kandas. Pria itu pun masuk ke dalamnya.

sebagai seorang wanita, ketika ia mendapatkan sebuah perhatian ia pun akan merasa senang dan nyaman. Begitu pun yang di rasakan oleh Sita. Ketika sahabatnya mulai memperhatikannya Sita menerima semua itu dengan hati terbuka.

Hingga setelah sekian lama pria itu pun memberanikan diri menyatakan cintanya. Dan Sita tanpa fikir panjang menerima cinta sang pria bernama Jaka Prayuda.

Hubungan mereka berjalan dengan sangat baik. Bahkan mereka sudah saling memperkenalkan diri pada kedua orang tuanya. Hari-hari mereka begitu indah dilalui.

Hingga kejadian dimana mereka melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Ya mereka kelewat batas dalam menjalin sebuah hubungan.

Tak sepantasnya mereka melakukan hal itu. Namun apa daya cinta telah membutakan mata mereka.

Mereka menikmati setiap sentuhan yang diberikan. Menikmati setiap sensasi yang dirasakan.

Hingga keringat mulai membasahi diri mereka. Dan mereka sudah tak perduli apa itu dosa.

Hingga mereka menuntaskannya. Menuntaskannya di dalam rahim Sita. Barulah mereka tersentak di sana. Dan bingung harus berbuat apa.

Malam khilaf itu membuat mereka tersadar akan kesalahan dan dosa yang telah mereka perbuat.

******

Hari-hari seperti biasa mereka lakukan. Seperti tak pernah terjadi apa-apa. Namun di dasar hati Sita yang terdalam ada rasa takut di sana. Takut akan kehamilan yang tak terencana.

Sita memiliki keluarga di kota bagian Utara. Sementara dirinya bekerja di kota bagian Selatan. Sita dan orang tua nya memang jarang sekali bertemu. Mungkin bisa satu bulan sekali atau bahkan lebih lama dari itu.

Ketika itu usia nya baru saja menginjak 20 tahun. Dan ia memang tak pernah melajutkan sekolah setelah lulus SMP. Karena ia berfikir itu akan memakan biaya yang banyak.

Sita bukanlah dari keluarga kaya. Ia wanita sederhana. Pekerjaanya hanyalah kasir disebuah toko buah segar kawasan Selatan. Di mana banyak sekali artis yang berbelanja di sana.

Kekasihnya sendiri bekerja tak jauh dari toko buahnya. Hanya beberapa jarak dari sana. Jaka bekerja sebagai koki disebuah restoran Cina. Ia memang ahli memasak. Namun beda selera dengan Sita. Bila Sita pecinta pedas. Maka Jaka pecinta manis.

Jaka hidup sendiri di kota. Karena orang tuanya tinggal di kampung. Sehingga aktifitas mereka di kota tak pernah terpantau jelas oleh orang tua.

Malam menjelang. Sita keluar dari kerjaannya berniat pulang. Tak lupa ia menelpon Jaka kekasihnya.
"Hallo. Aku udah keluar nih."
"Tunggu."
"Ya."

Sita mematikan ponselnya dan menunggu Jaka datang menjemputnya. Tak lama temannya datang dan menemani Sita di sana. Ia-pun sedang menunggu jemputan.

"Lagi nunggu jemputan ya, Sit?" Tanya temannya. Sita mengangguk.
"Kamu juga?"
"Iya nih. Tapi lama banget ya," ujar temannya. Sita hanya tersenyum. Tak lama sebuah motor berhenti di hadapan mereka. Pria itu membuka helmnya.
"Oh Sit, itu suamiku. Aku duluan ya."
"Oh... oke."

Mereka melambaikan tangan. Sita melamun di sana. Andai ia sudah menikah pastilah ia takkan merasa secemas ini. Tanpa sadar Sita mengusap perutnya. Ia benar-benar takut akan hamil di luar nikah.

Itu akan menjadi bencana besar nantinya. Apa yang akan ia ucapkan pada orang tuanya. Keluarganya. Ya Allah bagaimana ini?

"Sita!" seru seseorang. Sita langsung menoleh. Oh Jaka sudah datang. Kapan datangnya? Sita terlalu banyak melamun hingga tak sadar Jaka datang.

Sita langsung buru-buru naik ke atas motor setelah memakai helm. Dan mereka pergi dari sana.

"Mau makan dulu?" Tawar Jaka.
"Boleh. Tapi dibungkus aja ya," pinta Sita. Jaka hanya mengangguk dan membawa Sita arah pulang ke kosannya.

Mereka berhenti di pinggir jalan untuk membeli nasi goreng di sana.
Sita turun dari boncengan motor dan berjalan mendekat ke arah pedagang nasi goreng.

"Bang nasi gorengnya 2 bungkus ya. Satu pedes pake banget. Satu nya jangan pedes sama sekali."
"Ya neng. Duduk dulu aja."
"Makasih bang."

Tak lama Jaka datang dan ikut duduk di samping Sita. Menggenggam tangannya. Sita menoleh dan tersenyum.
"Gimana tadi kerjaanya?" Tanya Jaka
"Yah seperti biasalah. Capek di sana mah,"keluh Sita.
"Jangan ngeluh dong. Kita harus selalu bersyukurkan. Karena banyak orang yang nganggur di luar sana."

"Iya sih."
"Neng nasi gorengnya," ujar abang penjual nasi goreng. Ternyata sudah selesai dibuat. Jaka langsung mengeluarkan dompetnya dan memberikan uang 20an.
"Makasih bang," ucap Jaka.
"Sama-sama," jawab abangnya.

Merekapun naik lagi ke atas motor dan melaju untuk pulang ke kosan.
Tak lama Sita turun karena memang sudah sampai di kosan. Mereka pun masuk. Kosan Sita berada di atas. Jadi naik tangga kecil dulu sebelum masuk ke kamarnya.

Setelah sampai Sita sibuk membuka kunci pintu. Dan terbukalah pintu kamar Sita. Kamar lain kosong. Pasti belum pada pulang kerja.

Sita masuk disusul Jaka. Sita menggantung tasnya dan melepas sepatunya. Jaka pun melakukan hal yang sama.

Selesai bebenah diri. Sita mengambil dua piring dan dua sendok lalu memberikannya pada Jaka.
Merekapun mulai makan dengan lahap. Sembari sesekali diselingi obrolan.

Selesai makan Jaka ijin ke kamar mandi yang berada di luar. Sementara Sita buru-buru ganti baju. Karena rasanya sudah lengket sekali.
Tak lama Jaka masuk dan mendapati Sita sudah berganti pakaian. Menjadi pakaian lebih santai.

"Aku pulang ya," ujar Jaka. Sita hanya mengangguk. Jaka kembali memakai sepatunya dan bersiap di sana dengan tasnya. Sita menemani Jaka dengan setia.
"Hati-hati di rumah. Jangan lupa kunci pintu."
"Iya."
Jaka tersenyum dan ia pun mencium bibir Sita lembut. Mengusap punggung Sita.

"Kamu hati-hati ya," kata Sita setelah mereka melepaskan ciuman.
Jaka mengangguk dan pergi dari hadapan Sita.

Sita kembali masuk ke dalam kamar. Merapihkan sisa makanan mereka. Dan mencuci sendok. Lalu bersiap untuk tidur. Karena waktu memang sudah malam.

Di perjalanan Jaka teringat Sita. Sebenarnya ia juga memikirkan masalah malam itu. Dirinya takut bila kekasihnya sampai hamil. Jaka merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia tak bisa menahan nafsunya waktu itu?

Kalau sampai Sita hamil apa yang akan ia lakukan. Menikah? Yakinkah Jaka telah siap. Ia baru berusia 23 tahun. Masih terlalu muda. Jaka kebingungan di sana.

Rasanya ia sangat menyesal telah melakukan hal itu. Menyakiti kekasihnya. Sita pasti sangat ketakutan bila nanti ia hamil.

"Bodoh kau Jaka !" Teriak Jaka di tengah jalanan sepi. Jaka terisak di sana. Menangisi kebodohannya.
Ia belum siap bila harus menikah dan menjadi seorang ayah. Belum siap.

Tapi ia mencintai Sita. Wanita cantiknya. Ia tak mau kehilangan Sita. Tapi apabila benar Sita hamil. Mau tak mau ia harus menikahinya bukan? Apa yang harus ia katakan nanti pada orang tuanya?

Habislah ia akan di caci maki. Menjadi anak yang tak tahu diri. Kerjaanya hanya menyusahkan orang tua saja. Malu sekali Jaka membayangkan hal itu. Rasanya takkan sanggup.

Maafkan aku Sita. Gumam Jaka dalam isakan tangisnya.

Akhir Sebuah HubunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang