"mama," panggil seorang bocah laki-laki. Sita menoleh. Ia melihat seorang anak laki-laki yang memanggilnya. Sita tersenyum senang dan berjalan ke arah anak itu. Namun saat Sita mendekat bocah itu berlari. Sita mengejarnya. Namun hingga nafasnya terputus-putus, bocah itu tak bisa juga ia kejar.
"Mama." Sita menoleh. Kali ini, bocah itu ada di belakangnya. Sita kembali mengejarnya. Namun sia-sia. Sita menyerah, ia terduduk karena lelah. Nafasnya tersengal. Matanya mencoba mencari sosok bocah itu. Tapi tak menemukannya. Sita diam, mencoba merenung. Mungkinkah itu anaknya?
"Ikhtiar, bila itu kamu, keluar lah nak, ini mama," seru Sita. Namun tak ada jawaban.
"Ikhtiar, ini mama nak, mama rindu." Hening. Sita mencoba berdiri tegak dan mencari lagi. Namun hingga ia tergelincir sosok itu tak juga muncul.Sita membuka mata. Peluh membasahi tubuhnya. Ia melebarkan matanya. Memastikan bahwa Sita ada di dalam kamarnya. Sita menoleh ke samping. Kosong. Kemana Jaka?
Ia melihat ke arah jam dinding. Jam 3 pagi. Sita meraih ponselnya dan menelpon Jaka. Tak ada jawaban. Hingga panggilan ke empat, barulah Jaka menjawab.
"Ya, Ta, kenapa?" Tanyanya.
"Ini jam berapa? Kenapa kamu belum pulang?"
"Futsal, Ta, ini udah mau pulang kok."
"Buruan!" Sita mematikan ponselnya dengan kesal. Jaka mulai lagi. Sita kesal dengan sikap Jaka yang semakin lama justru semakin seperti bocah.Ia mencoba memejamkan mata. Tapi tak lagi bisa karena rasa kesal membuatnya kehilangan selera tidurnya. Sita memilih menyalakan tv dan menonton acara di sana. Hingga 30 menit berlalu Sita, mendengar suara motor dan buru-buru Sita keluar dari kamar. Ia melihat Jaka turun dari motor dan berjalan menaiki tangga sembari menenteng sepatu dan helm.
Jaka melihat Sita dan bersikap biasa saja. Ia memilih melewati Sita dan duduk di kursi. Menaruh sepatu dan helm di tempatnya. Lalu meluruskan kedua kakinya. Keringat nampak jelas di tubuh Jaka.
"Udah puas?" Tanya Sita. Jaka melirik Sita malas.
"Puas apaan sih?"
"Puas mainnya?"
"Belumlah, temenku aja ya, masih banyak yang nongkrong tahu, mereka enak enggak ada yang bawel suruh pulang," ucap Jaka. Membuat Sita semakin kesal.
"Jadi kamu kesel, karena aku nelpon kamu suruh pulang gitu?"
Jaka memandang Sita dan tersenyum miring. Ia bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi. Sebelum menutup pintu kamar mandi Jaka melihat Sita. "Iya, kamu bawel." Jaka langsung menutup pintu kamar mandi.🍁🍁🍁
Pagi ini Sita bangun pagi karena harus berangkat kerja. Ia melihat Jaka masih terlelap. Sita buru-buru mandi dan memakai seragam kerjanya. Tak butuh waktu lama bagi Sita untuk siap. Ia mencoba membangunkan Jaka dari tidurnya.
"Jaka, bangun dong. Anterin aku." Jaka tak bergeming. "Jaka, buruan bangun. Udah jam berapa ini?" Jaka mulai terusik dan mengusap kedua matanya. Ia nampak lelah."Apa sih, Ta?"
"Anterin aku."
"Males ah, aku baru juga tidur, Ta," tolak Jaka. Membuat Sita semakin kesal saja.
"Suruh siapa kamu main futsal sampai lupa waktu."
"Ta, masih pagi, aku ngantuk. Enggak usah marah-marah enggak jelas lah. Udah sana naik ojek aja. Aku mau tidur lagi." Jaka langsung kembali merebahkan dirinya dan tidur."Apa gunanya ada kamu dan motor itu, kalau aku masih harus bayar ojek, Jaka!" Bentak Sita. Jaka langsung bangun dan melotot.
"Lo sadar nggak sih, Lo ngomong Ama siapa? Gue ini suami Lo? Hargai gue dong. Gue ngantuk, gue capek. Apa nggak boleh gue tidur?" Jaka marah dan kesal mendengar bentakan Sita tadi. Air mata Sita tanpa sadar menetes. Ia buru-buru menghapusnya dan keluar dari kamar dengan membanting pintu."Cengeng!!" Jaka langsung tidur kembali.
🍁🍁🍁
"Mbak," panggil seseorang. Sita langsung tersentak dan buru-buru menoleh.
"Eh, Shanty, kenapa Shan?"
"Pelanggan udah antri mbak, mbak malah ngelamun?" Sita kaget dan melihat ke depannya. Astaga ...apa yang Sita lakukan sih?Buru-buru Sita meminta maaf dan langsung melayani pembayaran.
Saat istirahat, Sita memilih duduk di samping toko nya. Ia memesan baso langganannya di temani Shanty. Mereka makan dengan tenang.
"Mbak, akhir-akhir ini mbak suka melamun, kenapa sih?" Tanya shanty mulai kepo. Sita tersenyum dan menggeleng.
"Enggak apa-apa, Shan."
"Mbak Sita mah, kebiasaan enggak pernah mau cerita. Enggak kaya aku yang suka cerita."
"Hahaha, ya emang enggak ada yang harus di ceritain, Shan."
"Moso seh?"
"Iyo."Mereka kembali diam dan menghabiskan baso nya. Shanty mengambil mangkok kosong dari tangan Sita dan memberikannya kepada Abang penjualnya. Shanty membyar dua mangkok.
"Kok kamu yang bayar, Shan?"
"Aku lagi ada uang, mbak."
"Di simpan dong, jangan malah di habiskan buat jajan."
"Tenang, aman mbak."
"Yaudah besok gantian aku yang traktir."
"Nggak usah mbak."
"Enggak ada penolakan."
"Karepmu, mbak."Sita bangun dan merangkul pundak Shanty. Mereka masuk ke dalam dan mulai bekerja.
🍁🍁🍁
Aku minta maaf ya kalau aku nggak bales komentar kalian.
Aku hanya bisa ngetik. Tanpa balas komen. Soalnya lagi sibuk banget di dunia nyata
Terima kasih atas pengertiannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Hubungan
RomanceSita Narendra adalah seorang istri yang sabar dan selalu bisa memaafkan suaminya. namun sifat labil suaminya lah yang membuat dirinya hancur. rumah tangga yang ia jalani selama 9 tahun. tak mampu membuat sang suami berubah menjadi lebih baik. hingg...