Part 17
|| Revenge ||
HALOO ADA YANG KANGEN AUL TIDAK? TIDAK? OH YAUDAH NGAMBEK AJA! G canda
★Sebelum mulai baca, boleh dong vote dulu gitu. Biar kita sama-sama enak:) And, sorry for typo's juga mungkin ada ejaan kata yang salah. Bisa dibantu koreksi di mana aja letak kesalahannya. Harap bijak jadi pembaca okey?★
So, happy reading bestie!
▪︎
▪︎
▪︎
Sore ini, sesuai dengan janjinya tadi pagi. Setelah mengantar pulang Saira dengan aman, Marel tidak langsung pulang. Melainkan pergi ke sebuah rumah sakit. Entah lah, tapi Gio memintanya datang ke sana.
Cukup lama ia berkendara, hingga pada akhirnya sampai di tujuan. Tanpa banyak basa-basi, ia menemui Gio yang sudah menunggunya di lobby.
"Kenapa ngajak ke sini?" tanya Marel penasaran.
"Nemuin orang yang gue maksud," balas Gio singkat. Dia kemudian mengajak Marel masuk ke dalam sebuah ruang inap, entah ruang siapa.
Keduanya kemudian berdiri di samping brankar. Seseorang terbaring di sana dengan alat medis yang menunjang orang tersebut bertahan hidup. Marel menatap penuh kebingungan, lantas ia meminta Gio menjelaskan lebih baik.
"Dia orang yang gue maksud, sayangnya dia lagi dalam tidur panjang. Cukup lama gue nunggu tapi sampai sekarang dia gak kunjung buka mata. Dan dia satu-satunya orang yang tahu keberadaan pembunuh itu," jelas Gio.
"Terus gue harus nunggu dia bangun gitu? Gue gak tau dia bakal bangun kapan bego. Kalo beberapa jam lagi sih oke, tapi kalo tahun gimana? Pembunuhnya juga bisa aja udah mati," sarkas Marel.
"Se ambis itu lo buat balas dendam ternyata," ujar Gio kemudian terkekeh.
"Setidaknya kasih tau gue anggota keluarga si pembunuh. Membuat mereka tersiksa itu udah cukup."
"Ada, pembunuh itu punya seorang anak."
"Siapa?"
••☆••
"Kak, ajak kak Ra ke sini dong. Please, sambil ajarin dia pake revolver kayak gimana. Ya?"
"Na, ini udah malem. Lain kali aja, lagi pula pak Andi sama bu Tresna gak bakal kasih izin."
"Yahh, kak boleh dong. Culik kek apa gitu, ayolah."
"Enggak Mina, oke?"
"Ih ayolah, boleh dong. Ya?"
"Nope!"
Di tengah-tengah perdebatan mereka, Melvino tiba-tiba datang dan berujar, "Bang pacar lu nih dateng malem-malem." Sontak dua orang yang sedari tadi berdebat membolakan matanya terkejut. Hey, mereka berdebat sedangkan orang yang didebatkan datang dengan sendirinya.
"Hai, ganggu waktu istirahatnya gak?" tanya Saira kemudian berdiri di samping Melvino.
Mina menggeleng kuat setelahnya, kali ini ia merasa menang. Karna yang ia minta datang sendiri. "Nah, karna kak Ra udah di sini, gimana kalo kita belajar nembak bareng?"
"Wih, gue ikutan jangan," ujar Melvino sembari menunjuk diri sendiri.
"Udah malem lu tidur sana!" titah Marel.
"Lah, gue udah gede bang. Mina aja yang lo suruh tidur duluan, masa gue sih," protesnya.
"Vin, lo kalo gak tidur cepet riweuh, ngerengek mulu bisanya," sahut Saira.
"Tuh mantan lu aja masih hafal Vin, masa lo sendiri lupa." Melvino mencebik kesal, mau tak mau ia pergi ke kamarnya.
Beginilah jika satu saat nanti kamu berada di pihak Saira, akan terasa kecewa dari masa lalu dan bahagia dari –bilang saja masa depan. Menjadi mantan dengan adik dari pasanganmu sendiri awalnya memang rasanya aneh, tapi jika dijalani tampaknya seru. Tidak apa, pikiran Saira sedang menggila sekarang. Dirinya menyukai kondisi ini.
Saira, Marel, juga Mina saat ini telah berada di satu ruangan luas. Ruangan yang biasa Zayn bersaudara gunakan untuk berlatih kemampuan menembak mereka. Ruang luas yang terletak di bawah tanah ini, memang sudah ada sejak keluarga Zayn menempati rumah ini.
Mina tampak bersemangat malam ini, gadis itu dengan sigap mengambil penutup telinga juga kacamata khusus kemudian memakainya. Ia mengambil sebuah pistol semi otomatis dan memasukkan magazen.
"Mina mulai duluan ya?" gadis itu meminta izin, dan di angguki oleh Saira dan Marel.
"Karna Mina udah lumayan, kita biarin aja dia main sendiri. Mau mulai sekarang?" Saira mengangguk patuh. Dia mengikuti Marel ke sebuah rak berisi perlengkapan.
Jika di perhatikan dengan baik, segala jenis pistol dan senapan terpajang apik di sini. Marel menyerahkan sebuah penutup telinga model headphone dan kacamata yang sama dengan Mina. Saira menerima kemudian memakainya. Di ikuti Marel setelah itu.
Laki-laki itu membuka laci, dan mengambil dua pistol semi otomatis berkaliber 22 untuknya dan Saira. Sebelum menyerahkan salah satu pistol pada Saira, Marel terlebih dahulu menangani senjata ke arah bawah.
Setelah itu, Marel mengecek supaya semua rumah peluru kosong. Namun, satu dari dua pistol terdapat satu buah selongsong. Laki-laki itu menggeser penutup dan mengekuarkannya. Marel menyerahkan salah satu pada Saira.
"Jaga jari kamu di luar pengaman pelatuknya, Ra. Lurus dan rata pada sisi pengaman," peringat Marel. Saira memperhatikan dengan baik bagaimana cara Marel memegang pistol tersebut.
Setelah di rasa benar, Marel kembali mengarahkan pada step selanjutnya. "Pegang senjata dalam keadaan siap tembak," ujarnya.
"Genggam senjata hanya dengan jari tengah dan jari manis, sedangkan jari kelingking beristirahat pada senjata. Tidak digunakan untuk menggenggam, sama halnya dengan ibu jari. Genggam dengan kuat sampai tangan kamu mulai bergetar," jelas Marel.
"Begini?"
"Ya, seperti itu. Lemaskan sedikit tanganmu sampai berhenti bergetar. Nah, bagus!"
▪︎
▪︎
▪︎
Bersambung...
Mau double up? Ya sebagai ganti pas Senin gak up hehe
☆Maaf bila ada kesalahan. Cukup sekian untuk hari ini, sampai jumpa di part selanjutnya!☆
//24 Feb 2022//
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE: If You Loved You Lose [END]
Mystery / ThrillerPembalasan dendam berbalut egois dalam diri mampu menghancurkan banyak hal. ••☆•• Tragedi kala usia belia yang menimpa Matel dan Saira bertahun-tahun lalu. Marel harus menerima kematian sang ibu dengan mengingat wajah pelaku pembunuhan. Sementara S...