Part 37
|| Revenge ||Halooo
★Sebelum mulai baca, boleh dong vote dulu gitu. Biar kita sama-sama enak:) And, sorry for typo's juga mungkin ada ejaan kata yang salah. Bisa dibantu koreksi di mana aja letak kesalahannya. Harap bijak jadi pembaca okey?★
So, happy reading bestie!
▪︎
▪︎
▪︎Kala Saira sampai di kamarnya, ia masih berada dalam pikiran yang bimbang. Ia tidak tahu siapa yang benar di sini. Apakah Gio, atau kakaknya sendiri, Kinar. Dan saat diperjalanan pulang sebelumnya, Saira ingat ada satu nomor yang mengirimkan sebuah pesan suara. Segera gadis itu meraih ponsel lalu memutar isi pesan tersebut.
"Aldo, tongkat dan topeng itu masih ada diruangan kan?"
"Kurasa, putramu sudah mengambilnya. Lagi pula tongkat dan topeng itu hanya tiruan. Kita tidak bisa mengambil yang asli, itu masih ada di kediaman Darrenzo. Dua benda yang dibawa Gio tentu barang yang sama dengan saat kamu membunuh Dewina, Kevan."
Tubuh Saira terasa kaku begitu saja. Apa maksud semua ini? Jadi bukan ayahnya pelaku pembunuhan Dewina tujuh tahun lalu? Siapa Kevan? Dan apakah Aldo itu ayah dari Mina? Isi pesan suara hanya itu, tidak ada percakapan lain.
Jika bukan Zayn, siapa yang selama ini menerornya? Siapa orang-orang itu? Lantas mengapa ia tidak boleh tahu semua ini? Bukankah ia juga memiliki hak itu?
Saira berjalan menghampiri lemari miliknya, ia buka dan mengambil satu kotak yang tersimpan di sana. Membawanya ke atas meja belajar. Segera setelah ia buka, ada beberapa barang yang cukup membuatnya bertanya-tanya. Tongkat dan topeng yang ayahnya berikan, kalung dengan liontin N, lalu ada alat bantu dengar yang pernah ia beri untuk Mina.
Gadis itu diam entah berapa lama, namun tiba-tiba ia ingat bahwa Marel tahu rupa pelaku pembunuhan itu. Dan ia ingat bahwa tadi laki-laku itu mengatakan bukan Candra pelakunya. Dan rekaman itu, jelas dikatakan sosok bernama Kevan adalah pelaku pembunuhan dari Dewina. Hanya saja, menggunakan tongkat dan topeng tiruan milik ayahnya.
Selama ini ia tertipu? Salah ia menuduh ayahnya sendiri. Gila, pikirnya. Segera Saira mengambil buku kecil dan menuliskan temuannya. Masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Pemilik kalung berliontin N dan tujuan si pelaku mengatasnamakan Darrenzo sebagai pelaku.
Tiba-tiba saja Kinar masuk ke kamar. Cepat-cepat Saira kembali mengemas barang tersebut ke dalam kotak. Wanita yang lebih tua 10 tahun itu datang dengan dua gelas coklat panas. Saira pikir, Kinar sudah kembali ke apartemennya, ternyata tidak. Sang kakak berdiri di hadapan adiknya, dan memberikan segelas coklat panas.
Kinar menggeser sedikit kotak panjang nan besar, lalu duduk di atas meja. "Kakak minta maaf, kalau tadi kakak terlalu kasar sama kamu. Lagian siapa suruh ngerusuh di rumah orang kayak gitu," ujarnya tulus, dan pada kalimat terakhir memelankan suara dalam kekesalan.
"Ya, terserah. Tapi kak, kenapa kakak gak ngasih tahu semuanya aja sama aku? Dari pada kita harus saling lawan kayak gini," heran Saira kemudian meneguk coklat panas miliknya.
"Gimana ya, kamu tuh gak bakal percaya kalo gak ada buktinya. Jadi mending bongkar semua pas bukti udah dapat semua dan masalah selesai."
"Aku percaya kok. Cuma bagian kalau tante Dewina bukan dibunuh sama Ayah." Kinar tiba-tiba merengut heran, "Percaya gitu aja? Kakak belum nemu bukti itu padahal."
Saira tersenyum tipis, sangat tipis sampai Kinar tidak menyadari senyuman itu. "Aku udah nemu buktinya duluan kak." Saira menyerahkan ponsel miliknya dan memberi kode kecil agar Kinar memutar pesan suara itu.
Wanita itu memberikan reaksi yang sama dengan Saira sebelumnya, setelah mendengar isi pesan tersebut. Kinar mengambil ponsel miliknya dan memgetikkan nomor si pengirim pesan suara. Melihat ada satu kontak panggilan muncul dengan nomor yang sama, Kinar tersenyum dan bernapas lega.
Nomor bapaknya Marel ternyata, yaudah lah, batin Kinar. "Terus cuma karna pesan suara itu? Kalo isi suara itu bohongan gimana? Maksudnya cuma settingan belaka gitu. Gimana tuh?" cerca Kinar dan langsung mendapat pukulan dari Saira.
"Lo tuh kak, gue udah percaya malah lu bikin bingung dengan pertanyaan kek gitu. Syukur-syukur gue udah mau percaya walau cuma bagian itu doang. Karna gue masih yakin Ayah disembunyiin sama Zayn," gerutu Saira cepat.
Perubahan cara bicara kembali terjadi, kakak beradik ini memang hobi sekali mengubah cara bicara tergantung perasaan. "Ya siapa tau kan? Lu malah tiba-tiba mikir kek gitu, terus gak percaya lagi sama gue."
"Lu santai aja deh, gapapa. Gue tetep percaya kok. Lagian bukan cuma karna pesan suara itu doang."
"Yakin kamu?"
"Yakin! Udah ah sana, ngeselin lama-lama." Saira mendorong tubuh Kinar keluar kamarnya. Sampai di depan pintu, Kinar menahan pergerakan Saira yang hendak menutupnya. "Kakak nginep di sini ya?"
"Di sofa ruang tamu gih!" Lalu brak! Pintu tertutup dengan kencang nya.
••☆••
"Bang," panggil Melvino yang duduk di sofa ruang tengah beserta toples berisi kacang yang ada di hadapannya.
"Apa?"
"Gue penasaran deh, kenapa lo mau jadiin Saira sebagai pacar lo? Kayak aneh aja gitu, lo tiba-tiba jadiin dia pacar secara lo aja gak deket sama tu bocah," ujar Melvino dengan keheranan terbesarnya. Marel yang ada di samping menampilkan wajah datar. "Harus banget gue jawab?" tanya si sulung dan adiknya itu mengangguk dengan cepat.
Napas pasrah berhembus dari sang kakak, "Tujuan awal gue itu buat balas dendam. Tapi, lama-lama gue hanyut dalam permainan sendiri. Gue jatuh cinta sama dia, sampai akhirnya karna dia gue mau ketemu sama papa." Bahkan rela ambil bagian dalam perusahaan gila itu, lanjut Marel dalam batinnya.
"Balas dendam? Soal apa?"
"Lo gak tau apa-apa, bocah diem aja," sarkas Marel tampak sekali tidak ingin menlanjutkan pembahasan. "Apaan dih gue udah gede! Mentang-mentang lebih tua setahun aja lu! Kek udah sepuh aja," sinis Melvino di akhir. "Bilang apa lo tadi?!"
"Enggak bang, bercanda, ampun." Melvino mengeluarkan peace sign dari kedua tangan yang melindungi diri dari lemparan bantal Marel.
"Wahai abang-abang ku sekalian, liat alat bantu dengar Mina yang dari kak Saira gak? Aku cari kok gak ada ya?" Mina tiba-tiba datang menengahi kedua kakaknya yang siap memulai perang dunia. Melvino juga Marel kompak menoleh pada Mina lalu menjawab, "Enggak, kenapa emang, hilang?" bersamaan.
"Iya, gak ada. Hilang,"
"Kok bisa? Terakhir kamu pake kapan? Terus kamu pake yang mana?" tanya Marel tanpa jeda. "Aku pake yang lama, dulu sempet aku bawa ke sini terus ketinggalan. Aku kira udah gak berfungsi ternyata masih bisa dipakai. Terakhir aku pake pas bang Arel di rawat mungkin. Gak tau, lupa," jelas Mina. Jawaban yang tidak menunjukkan titik terang sama sekali. Entah kemana benda berharga milik Mina itu pergi.
"Pergi kemana aja kamu waktu itu?" kali ini Melvino yang bertanya. Mina menampakkan ekspresi berpikirnya, otak gadis itu memutar kejadian beberapa hari lalu. "Oh iya! Waktu itu aku jalan-jalan pake sepeda cukup jauh dari rumah. Sampai rumah kak Ra kalo gak salah tuh, terus balik lagi. Mungkin jatuh di sekitar sana, soalnya selama perjalanan pulang aku gak denger apapun. Dan aku gak ngerasa ada yang jatuh," jawab Mina yakin.
▪︎
▪︎
▪︎
Bersambung...☆Maaf bila ada kesalahan. Cukup sekian untuk hari ini, sampai jumpa di part selanjutnya!☆
//17 Oktober 2022//
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE: If You Loved You Lose [END]
Mystery / ThrillerPembalasan dendam berbalut egois dalam diri mampu menghancurkan banyak hal. ••☆•• Tragedi kala usia belia yang menimpa Matel dan Saira bertahun-tahun lalu. Marel harus menerima kematian sang ibu dengan mengingat wajah pelaku pembunuhan. Sementara S...