41 || Revenge

17 3 0
                                    

Part 41
|| Revenge ||

Selamat hari santri guys!!

★Sebelum mulai baca, boleh dong vote dulu gitu. Biar kita sama-sama enak:) And, sorry for typo's juga mungkin ada ejaan kata yang salah. Bisa dibantu koreksi di mana aja letak kesalahannya. Harap bijak jadi pembaca okey?★

So, happy reading bestie!
▪︎
▪︎
▪︎

Candra berdiri menunggu orang yang akan datang setelah ia hubungi. Pria itu sudah membulatkan tekad, dengan meminta bantuan pada sang putri bungsu. Ini akan menyakitkan, namun segala perbuatan ada pertanggungjawaban. Dan Candra sudah siap dengan semua konsekuensi yang harus ia terima.

Pintu ruangan dibuka cukup kencang. Candra berbalik menghadap pintu. Dua orang yang ia tunggu akhirnya datang. Tepat waktu, Candra juga yakin masing-masing membawa anak buahnya yang memantau dari jauh. Sayang, mereka berdua tidak tahu anak buah mereka sudah berada di bawah kendali Candra.

"Langsung pada intinya saja, Tuan Darrenzo," ucap Kevan tak sabar. Candra melipat tangan dan bertumpu pada sebuah perpukaan brangkas. Sebuah brangkas yang disebut sebagai 'kotak pandora'.

"Anda ini tidak sabaran rupanya," balas Candra mengulur waktu.

Aldino berdecih menyalurkan rasa muak. "Jangan mengulur waktu, cepat bodoh!" seru Aldino.

Candra tertawa kecil, berhadapan dengan dua orang yang tidak memiliki kesabaran tinggi harus tenang. "Oh ayolah, kita kembali berkumpul bertiga lagi setelah sekian lama!" ucapnya disertai senyum yang entah mengapa begitu menyebalkan.

Bagi Aldino maupun Kevan, Candra terlalu banyak basa-basi. Mereka hanya membutuhkan isi kotak pandora yang sangat di idam-idamkan. Bukan mendengarkan perbincangan tak bermanfaat Candra.

"Apa yang kau mau?" tanya Aldino. Candra menggelengkan kepala sebagai jawaban. Senyum Candra tak pernah hilang.

"Ada, tapi tidak penting sebenarnya. Atau harus tetap saya beritahu? Saya akan beritahu meskipun kalian tidak memintanya. Besok, lusa, atau minggu depan, bersiaplah untuk kabar buruk. Persiapkan argumen kalian," ujar Candra.

"Hentikan omong kosong tak berguna itu! Lebih baik berikan kotak pandora padaku!" cecar Kevan.

"Tuan-tuan, sebelum saya memberikan apa yang anda mau, persiapkan diri kalian untuk menemui akhir kisah. Tersenyumlah, akhir bahagia akan segera menyambut!" kata Candra. Sayang, kedua pria itu tidak paham sama sekali.

"Saya tahu, kalian datang tidak sendiri. Dan saya pun, datang kemari tidak sendiri. Biar saya beri tahu tentang kotak ini. Isinya bukan hanya hal yang kalian suka, melainkan ada banyak hal yang membahayakan kalian. Dan sayang, semua benda itu sudah saya keluarkan." Perkataan Candra pada bagian akhir bersamaan dengan brangkas yang terbuka dan tidak mendapati barang apapun. Bersih tak bersisa, hanya berisi angin, dan tidak ada barang yang sangat di incar Aldino maupun Kevan.

Tiba-tiba pintu di dobrak, hingga mengalihkan ketiga pria di dalam ruangan. Beberapa orang berseragam masuk ke dalam ruangan dan langsung mengepung ketiganya dengan senjata. Salah satu dari orang-orang itu kemudian berkata, "Anda di tangkap atas laporan kepemilikan narkotika."

Aldino dan Kevan sama-sama menunjukkan ekspresi wajah terkejut dan panik. Berbeda dengan Candra yang diam membisu, bagian sudut bibir kepala keluarga Darrenzo itu tertarik ke atas. Tatapannya tertuju pada seorang di daun pintu yang mengenakan masker. Ya, itu putri bungsunya, Saira.

Sesak rasanya datang ke kantor polisi, menyerahkan bukti, dan membuat laporan penangkapan Ayah sendiri. Sulit bagi Saira untuk menghirup napas saat ini. Melihat bagaimana kedua tangan sang Ayah diborgol. Ribuan panah seolah menusuk hati Saira secara bersamaan. Merobek luka dan menancap lebih dalam.

Pandangan gadis itu mulai buram, di balik kacamata hitam entah sudah berapa tetes air yang turun dari kelopak mata. Candra dan yang lain di bawa keluar ruangan bersama. Saira mengikuti dari belakang. Sekuat tenaga ia menahan isak tangis menyaksikan sang Ayah di bawa pihak kepolisian. Dan itu ulah laporan yang ia buat.

Semesta seolah paham dengan kesedihan Saira saat ini. Mulai dari angin yang berhembus kencang di susul curah air hujan deras. Menemani isak tangis Saira yang sudah tak tertahan kan. Tangan kirinya menarik kasar masker dan kacamata yang digunakan. "AAAAAAAARGGHHH!!" teriakkan pilu bersama tangisan menyayat hati.

••☆••

Kinar benar-benar kebingungan sendiri. Melihat sang adik kembali pulang di sore hari dengan wajah lesu membuat ia tidak mampu menanyakan sesuatu. Wanita itu takut membuat suasana hati Saira semakin buruk. Kinar terus mencoba berpikir posistif, namun tidak tahu bagaimana rasanya ada hal janggal.

Kinar tidak bisa duduk tenang dan menonton televisi. Bahkan semalaman ia tidak bisa tidur nyanyak. Tentang apa yang harus ia lakukan untuk menemukan sang Ayah, bagaimana caranya agar ia bisa lebih dekat dengan sang Adik kembali, apa yang terjadi dengan Saira saat ini, dan banyak hal lain lagi. Hujan deras mengguyur cukup lama sejak sore hingga pukul 01.00 pagi reda.

Wanita itu keluar dari kamar dan berdiri di depan pintu kamar sang adik yang terkunci. Kinar mengetuk pintu dengan harapan Saira belum tidur. Ia tidak bisa tenang sampai Saira mengatakan semua masalah dan bebannya.

Tok tok tok!

"Ra, masih bangun gak? Kakak boleh masuk?" Tidak ada jawaban dari dalam. Kinar kembali mengetuk pintu, namun masih sama dengan tanpa jawaban. Perasaan tak enak mulai menyelimuti dan mendominasi hati.

Sulung dari dua bersaudara itu kemudian membuka knop pintu. Aneh, pintu kamar Saira sama sekali tidak dikunci ternyata. Dengan gerakan perlahan, Kinar membuka pintu dan masuk ke dalam kamar sang adik. Ruangan tanpa cahaya ini sangat gelap gulita. Lampu tidur yang ada di dalam kamar tidak dinyalakan.

Kinar memutuskan menyalakan lampu. Sang adik tampak duduk termenung di samping kasur menghadap jendela. Tirai yang tidak di tutup menunjukkan jelas keadaan di luar sana yang gelap. Tatapan Saira kosong, kelopak matanya sembab. Gurat wajah penyesalan, lelah, dan khawatir bercampur.

"Saira," panggil Kinar yang kini duduk di lantai dingin berhadapan dengan sang adik.

Saira tampak mengalihlan pandangan yang semula menatap luar berganti bersitatap dengan kakaknya. Tatapan mata yang sama, begitu kosong dan sepi. "Ada masalah? Kamu bisa bicara sama kakak dek, jangan pendam sendiri. Lihat kamu pulang dengan kacau seperti tadi buat Mbak gak tenang," ucap Kinar lirih.

"Aku minta maaf." Hanya dengan tiga kata yang Saira ucapkan, anak itu kembali meneteskan air mata. Tak kuasa menceritakan semua yang kini telah terjadi. Rangkaian peristiwa paling mengejutkan yang tidak Kinar tahu. Bahkan besok, Kinar harus mendengar kabar buruk sang Ayah.

Kinar yang tidak tahu apapun itu segera bangun dan memeluk si Adik. Memberikan usapan lembut menenangkan. Tetapi bukan tenang yang Saira dapat, rasa bersalah kala berhadapan dengan sang kakak kian bertumpuk. Tanpa bisa diutarakan, sehingga berakhir dengan tangisan.

"Kakak emang tak tahu kamu kenapa, tapi tolong jangan seperti ini."

Kinar dapat merasakan gelengan kepala Saira. "Enggakk kakk.. Aku minta maaf.. maaf kak." Kinar semakin gencar mengeratkan pelukan pada Saira.

"A-aku.. aku gak ada pilihan lain kakk.. maaf.."

"Kakak gak butuh maaf kamu, Ra. Cukup dengan kamu cerita dengan kakak, berbagi semua rasa sakit dengan kakak, jangan menahan semuanya sendiri." Mendengar tangis menyakitkan Saira yang semakin kuat, mampu membuat hati Kinar ikut sakit.

Entah berapa lama mereka dalam posisi tersebut. Kinar yang memeluk erat serta memberikan ucapan menenangkan. Juga Saira yang masih terus melafalkan kata maaf di sela tangisannya. Sesak di dada memotong napas Saira. Napas gadis itu jadi tak teratur dan rasanya begitu sakit di dada berserta rasa lelah.

Waktu berlalu tidak terasa, keduanya sama-sama kelelahan. Hingga berakhir terbaring saling memeluk erat di atas kasur yang sama. Sang kakak yang tidak tahu apa-apa namun terus mencoba menenangkan. Sedangkan sang adik yang tidak bisa menceritakan semua peristiwa sendirian.

▪︎
▪︎
▪︎
Bersambung...

☆Maaf bila ada kesalahan. Cukup sekian untuk hari ini, sampai jumpa di part selanjutnya!☆

//22 Oktober 2022//

REVENGE: If You Loved You Lose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang