35 || Revenge

14 2 0
                                    

Part 35

|| Revenge || 

Oh my, kali ini hampir sebulan Mochi baru up lagi. Serius maaf banget. Minggu ini kalau sanggup, Mochi bakal sering update deh! Kali ini serius, gak boong✌

★Sebelum mulai baca, boleh dong vote dulu gitu. Biar kita sama-sama enak:) And, sorry for typo's juga mungkin ada ejaan kata yang salah. Bisa dibantu koreksi di mana aja letak kesalahannya. Harap bijak jadi pembaca okey?★ 

So, happy reading bestie!

▪︎

▪︎

▪︎

Malam terasa sejuk, ya awalnya. Sampai ketika gerbang terdengar jatuh begitu saja. Mengejutkan para penghuni rumah. Satu mobil terparkir seenaknya di halaman rumah. Sang pengendara keluar, membuka bagasi, mengambil barangnya, lalu berjalan ke arah pintu.

Ia menumpahkan seluruh sampah berbau busuk dari kantong plastik tersebut. Belum cukup, ia melemparkan buah-buah busuk pada pintu penuh emosi. Tangan kanan itu meraih satu cat semprot. Seorang tersebut kembali melancarkan aksinya.

Air muka yang tampak penuh akan kemarahan, tenaga yang cukup besar untuk ukuran tubuh ramping. Ia menuliskan besar-besar pada dinding rumah tersebut. "Bajingan gila" begitulah yang tertulis di sana. Sang pemilik rumah datang, langsung mendorong marah si pelaku.

"The fuck! Lo apa-apaan sih?!" geramnya. Sedangkan si pelaku memasangkan tudung jaket dengan wajah datar tanpa menyimpan rasa sesal. 

Laki-laki yang menjadi penghuni rumah tersebut menggeram frustasi. Telunjuk tangan kanan ia bawa ke hadapan sang pelaku. "Lo, tiba-tiba dateng ke sini. Rusak pagar, terus.. arghh gak abis pikir gue sama lo! Ngapain sih? Udah gila lo!"

Si pelaku tidak merasa tersinggung sama sekali  ia justru menatap laki-laki di hadapannya dengan menantang. "Mana abang lo? Urusan gue sama dia, bukan sama lo," ujarnya tenang. Tak lama, seorang laki-laki lain keluar menghampiri mereka.

"Sialan lo!" Tanpa aba-aba, si pelaku langsung menghantamkan kepalan tangannya kuat-kuat pada wajah laki-laki yang baru saja datang. Melihat itu, sang adik tak terima. Ia lantas mendorong kuat si pelaku sampai menghantam dinding.

"KEREN LO KEK GITU? PUNYA MASALAH APA SIH LO SAMA DIA? GAK JELAS BANGET JADI ORANG!" Teriakan itu berasal dari Melvino, ya itu tak salah. Dan laki-laki yang baru saja mendapat kepalan tangan gratis adalah Marel. Lalu sang pelaku adalah Saira. Mengejutkan? Kurasa tidak.

"Gak jelas? Lebih gak jelas mana sama orang yang cuma manfaatin cewe cuma buat balas dendam?! LO GAK USAH BELAGAK GAK SALAH, BANGSAT! HARUSNYA LO GAK USAH BANTUIN GUA! GUA LEBIH BAIK JADI BUDAK DARI PADA HARUS NERIMA DENDAM LO ITU!" murka gadis itu meledak-ledak. Ia lelah, sungguh sudah sangat lelah.

Sudah cukup teror yang mendatangi nya, bahkan perhari ini saja Candra kembali hilang tanpa jejak. Terpaksa ia harus menitipkan Queenzy pada teh Tias. Dan Saira dengan gamblang langsung menuduh Marel. Alasannya? Tentu karna ia tahu, sebelumnya Marel yang membawa Candra kembali tanpa memberi tahu bagaimana caranya. Jelas itu menarik banyak pertanyaan.

"Gue bukan pelakunya, Ra," bantah Marel menahan gejolak emosi. Gadis itu malahan menerbitkan senyum remeh. "Gak usah ngelak! Gue denger semuanya. Papa lo sendiri yang ungkap, makin benci gue sama keluarga ini."

"Buat apa gue ngelakuin hal kayak gitu? Gak guna!" Saira mendecih, pandangan gadis tersebut tampak menjatuhkan harga diri. Tatapan yang begitu meremehkan dan jijik. "Karna ayah gue yang bunuh ibu lo kan? Itu alasan lo dendam sama gue. IYAKAN?"

Melvino mendengar pengutaraan sedemikian menatap nyalang Saira. Marah, ia menarik kerah baju Saira. Sedikit mengangkatnya, sampai Saira harus berjinjit.

"Salah apa sih keluarga gue sama lo?! Sampai harus Mama Dewi mati di bunuh ayah lo kayak gitu?" Meski dalam perasaan marah, cairan bening tetap lolos keluar begitu saja dari mata Melvino.

"Stop, Vin. Bukan pak Candra pelakunya.  Dan Ra, lo harusnya percaya sama Kinar. Dia tahu semuanya, dengerin apa kata dia, Kinar masih tetap kakak lo. Lo bisa tanya dia tentang segala yang terjadi."

Sungguh, Saira sebetulnya ingin sekali membantah. Namun mendengar bagaimana Marel berbicara dengan tenang, menutup niat gertaknya. Berbeda dengan Melvino, yang tampak tidak terima dengan apa yang dikatakan Marel.

Sulung Zayn bersaudara itu menarik sang adik masuk ke dalam rumah. Biar saja sampah-sampah itu di depan rumah. Toh nanti ada pekerja yang membersihkannya. Berbeda dengan Saira yang masih diam ditempat. Ia memang tampak melawan, tapi ia tetap gadis rapuh yang masih membutuhkan petunjuk jalan.

Tak lama seorang perempuan mendatangi Saira. Perempuan itu baru saja turun dari Taksi. Dia Kinar, sulung keluarga Darrenzo. Baru sampai di hadapan sang adik, Kinar langsung melayangkan tangan pada wajah Saira.

Saira memalingkan wajah dan menutup mata, namun pipinya sama sekali tidak terasa panas atau perih karna tamparan. Lantas ia membuka kembali matanya, menatap Kinar yang menahan tangan ia sendiri. "Tangan ini bisa aja nampar lo kenceng, tapi lo masih adik gue yang butuh bimbingan. Gue gak bakal lakuin itu," ujar Kinar. Setelah itu, ia menarik tangan Saira.

Membawa gadis itu masuk ke dalam mobil, dan kembali pulang meninggalkan sisa kekacauan. Ingin rasanya berteriak marah, namun Kinar tidak mungkin melakukan itu. Ia tahu, Saira menolak keras perintahnya, jika ia semakin keras pada Saira maka gadis itu akan jauh lebih memperkuat opininya.

Selama perjalanan pulang, hanya ada keheningan. Kinar menghentikan laju mobil, tempat saat ini adalah danau. Danau yang sama dengan tempat festival lampion. Tidak banyak pengunjung saat ini. Kinar dan Saira duduk berdampingan pada salah satu bangku.

"Kenapa lo sebenci itu sama keluarga Zayn? Lo belum tahu semuanya." Kinar membuka suara lebih dulu. Cara bicara wanita itu berubah, seiring dengan emosi yang juga berubah.

"Lo gak tau semenderita apa gue dulu, Kak. Sampai-sampai gue benci pake banget sama keluarga Zayn," sahut Saira tak kalah menahan emosi. "Kalau gitu, kasih tau gue."

Saira ragu mengatakan ini, tapi Kinar harus tahu. "Sejak ayah ditangkap, dan gue tinggal sama pak Andy. Gue tetep lanjut sekolah, dan di sekolah gue dapat banyak rundungan. Dikata anak pembawa sial, calon gembel, bahkan bocah gila. Anak seusia gue saat itu emang mampu lawan mereka sendirian? Gue gak pernah bicara soal ini sama pak Andy. Gue sadar, gue udah cukup bebanin mereka. Bukan cuma kata-kata, tapi tindakan juga tak jarang. Dikunci dalam gudang, dilemparin telur, dan yang paling gak heran dijauhin satu kelas. Orang yang lakuin itu ke gue, adalah Melvino. Gila emang, dulu bully gue, terus malah pacaran sialnya dia selingkuh. Gue selingkuhin balik dengan pacaran sama abangnya, ujungnya gue yang menderita."

Kinar cukup terkejut dengan pengakuan itu, namun ja masih diam dan mendengarkan cerita Saira. "Sejak saat itu, gue bertekad. Siapapun yang renggut semua anggota keluarga gue, bakal gue bales dengan yang lebih parah. Disaat gue tahu siapa, lo malah ada di kubu itu. Dan gue gak bisa lawan gitu aja."

"Kalau bukan Zayn pelakunya? Lo mau gimana, Ra?"

"Kali kedua lo nanya soal itu. Dan gue masih dengan jawaban yang sama." Kinar menghembuskan napasnya lelah. Saira meninggalkan wanita itu. Kinar sudah sangat lelah. Ia ingin segera beristirahat.

"Gue gak bisa bilang semua itu sekarang, Ra. Kalau pun harus, mesti dikit-dikit. Gue bakal coba ambil hati lo lagi," monolog Kinar sebelum akhirnya menyusul Saira yang pergi.

▪︎

▪︎

▪︎

Bersambung...

Jangan lupa share cerita ini kepada teman-teman kalian ya!

☆Maaf bila ada kesalahan. Cukup sekian untuk hari ini, sampai jumpa di part selanjutnya!☆ 

//10 Oktober 2022//

REVENGE: If You Loved You Lose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang