26 || Revenge

30 4 0
                                    

Part 26

|| Revenge || 

Guys mau nanya. Kamu itu delapan kata kan?

★Sebelum mulai baca, boleh dong vote dulu gitu. Biar kita sama-sama enak:) And, sorry for typo's juga mungkin ada ejaan kata yang salah. Bisa dibantu koreksi di mana aja letak kesalahannya. Harap bijak jadi pembaca okey?★ 

So, happy reading bestie!

▪︎

▪︎

▪︎

Jika sebelumnya kita tahu sisi Saira setelah ledakan kemarin, mari kita beralih pada Marel. Pagi hari selepas kejadian yang menggemparkan warga. Masih pukul 06.16 namun laki-laki itu sudah tidak ada di rumahnya.

Semalam, begitu sampai di rumah Melvino mengabari bahwa sang Ayah akan kembali esok harinya. Jujur saja, Marel memang memiliki sedikit perselisihkan dengan pria yang menjadi ayahnya. Perselisihan yang muncul beberapa bulan setelah kematian ibunya.

Hingga saat ini, ia bahkan enggan hanya untuk sekedar memberi kabar dan menegur. Dan hari ini pria itu akan kembali setelah sekian lama sibuk dengan pekerjaan sampai lupa pulang. Apa membutuhkan waktu selama itu agar ingat pulang? Semenarik apa memangnya tumpukan-tumpukan kertas itu?

Marel duduk tepat di pinggiran gedung tua. Kedua kakinya menjuntai kebawah. Ia duduk di lantai tiga gedung dengan puluhan notifikasi panggilan tak terjawab pada ponsel di sampinya. Laki-laki itu yakin bahwa yang menelpon adalah Melvino san Mina.

Mina mungkin mengkhawatirkannya karna pagi-pagi sudah tidak ada di rumah. Berbeda dengan Melvino yang bisa saja menelpon untuk meminta dirinya pulang. Ia tahu, sang adik diminta sang ayah untuk mempertemukan mereka. Marel sudah hafal kebiasaan yang tidak pernah berubah sejak dulu.

Dengan perasaan yang dibaluti oleh amarah, Marel membawa ponselnya lalu melempar dengan kuat ke bawah sana. Dan ya, ponsel itu hancur tak berbentuk. Beberapa bagian terlepas dan entah mendarat di mana.

Hening, hanya itu yang terjadi. Karna memang hanya ia yang ada di bangunan tua ini. Siapa juga yang mau datang ramai-ramai untuk berwisata ke sebuah gedung tua? Mungkin paranormal. Mata laki-laki itu kembali memandang kota di depannya.

Bangunan tua ini memang berada di wilayah ketinggian. Maka tak heran, jika kota itu dapat ia pandang dengan leluasa. Waktu berselang beberapa menit, Marel bangkit dari duduk lalu melangkahkan kaki pergi.

Sementara di kediamannya, dua orang berstatus sepupu itu saling melempar tatapan khawatir.

"Gimana kak? Udah bisa?" tanya yang lebih muda.

"Sekarang malah gak aktif, Na."

"Yah, gimana dong? Apa kita minta bantuan kak Saira aja ya?"

"Jangan!" jawab Melvino cepat.

"Kenapa?"

"Kamu tau kan, Saira baru aja kena musibah. Masa kita harus nambahin beban ke dia?" Mina akhirnya terdiam. Ia baru ingat hal itu, kemudian menghela nafas panjang.

"Kalo kak Arel kenapa-kenapa gimana?"

"Jangan nethink dulu, Bang Arel pasti bisa kok jaga diri."

••☆••

"Ayolah bang, pulang dan temuin Papa sekali ini... aja! Please," bujuknya.

"Gue lagi males debat, Vin. Apalagi kalo sama Papa, gak mau."

REVENGE: If You Loved You Lose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang