Setelah lama mengobrol, Kak Agas pun pamit pulang. Awalnya dia memaksa untuk menginap, namun aku menyuruh nya untuk pulang. Aku tak enak hati selalu merepotkan nya, sudah cukup untuk ku dengan dia bisa menerima ku.
Ternyata Kak Agas orang yang cukup cerewet menurut ku, sedari tadi dia sangat banyak cerita mengenai dirinya. Dan aku baru tau bahwa dia sebenarnya hampir memiliki adik, jika saja dulu bunda nya tak keguguran. Sangat disayangkan, namun kita tak bisa menolak keputusan dari Allah bukan.
Selain itu dia juga bercerita mengenai prestasi nya di eskul basket, cukup sombong. Tapi aku akui memang dia sangat pandai bermain basket. Aku sempat bertanya padanya mengenai apakah dia tak ikut geng motor atau sekedar balap liar? Namun semuanya terjawab bahwa memang ayah nya selalu menekankan padanya untuk menjauhi hal itu. Selain ayah nya, bunda nya pun tak ingin putra satu"nya itu terluka atau salah jalan.
Aku cukup salud dengan disimpan orang tua nya, jika saja mama dan papa ku masih ada maka aku juga akan merasakan larangan dari mereka lagi. Ya sudahlah aku tak ingin bersedih lagi saat ini, menurut ku Allah sudah cukup memberikan ku rasa bahagia.
Lama berdiam di ruang tamu, akhirnya aku pun memutuskan untuk naik keatas setelah memastikan seluruh pintu sudah dikunci. Sampainya diatas, aku tidak langsung tidur melainkan aku membaca novel terlebih dahulu. Saat sedang asik membaca, aku merasakan aura dingin di sekeliling ku. Aku tak pernah mengalami ini, namun sungguh rasanya tak enak.
Aku merasa ada sesuatu yang memperhatikan ku, sepintas aku merasakan angin lewat di belakang ku. Saat aku menoleh kebelakang tak ada apapun yang kulihat. Aku memutuskan untuk tak mnghiraukan itu, aku rasa hanya imajinasi ku saja. Tapi tiba" lampu kamar ku mati dan pintu balkon terbuka lebar. Sungguh ini mengagetkan ku.
Merasa ini sudah tak wajar, aku pun segera meraih ponsel ku dan secepat mungkin menghubungi Jeje. Tangan dan kaki ku gemetar tak tentu, aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Keringat dingin pun aku rasakan, sungguh aku ingin menangis saat ini. Ku harap Jeje belum tidur dan mau mengangkat telpon ku.
" halo stef kenapa tumben nelpon?" jawab Jeje diseberang sana.
" hiks, Je tolong" ucap ku parau dengan suara pelan.
" lo kenapa? halo stef lo kenapa?" sahut Jeje panik.
" Je hiks a-aku....
PRANKKK
" aaaa ya Allah tolong rara " jerit ku kaget dengan pecahan vas bunga dimeja belajar ku.
" halo stef, gue kesana sekarang yaa lo diem jangan kemana² oke " ucap Jeje teriak dan mematikan ponsel.
Sungguh aku tak mengerti aku kenapa dan semua ini apa. Aku tak pernah mengalami ini semua, aku tak tau dan tak paham. Ada apa ini.
" hikss abang, ma-ma hiks papa rara takut. abang hiks fa-fani pengen dipeluk hiks " tangis Steffani parau sambil meringkuk dibawah meja.
" ya allah hamba takut, apa lagi ini hiks"
Lampu dikamar pun hidup mati tak tentu, pintu balkon juga terbuka lebar. Langit yang berisi bintang, sekarang hanya gelap. Suasana begitu dingin dan mencekam.
tok tok tok...
" stef, ini gue Jeje buka pintu kamar lo stef" teriak Jeje dari luar sambil menggedor pintu.
" steff buka pintu nya cepettt"
" minggir gue dobrak" ucap Agas yang tiba² datang.
BRAKK.
Pintu berhasil di dobrak, menampilkan kamar yang sangat berantakan seperti kapal pecah. Vas yang berserakan dimana², buku² yang jatuh dan barang² lainnya. Lampu kamar kembali terang dan suasana dingin berubah seperti biasa. Angin yang berhembus kencang pun menghilang.
" Stef lo gapapa kan? stef ini gue" ucap Jeje padaku sambil memeluk ku yang meringkuk dibawah meja belajar.
" rara lo gapapa kan? rara tenang ada gue disini" sambung Kak Agas mengelus kepala ku.
" hiks, a-aku takut hiks" ucap ku yang menangis sesegukan.
" udah udah sttt, kita disini sekarang ga ada apa² yaa" ucap Jeje menenangkan ku.
" rumah ini ga aman untuk sekarang, kita pergi dari sini dulu cepet" ucap Kak Agas lalu membawa ku dan Jeje segera pergi.
Setelah pergi dari rumah, tak lupa Kak Agas menitipkan pesan pada satpam untuk mengunci saja pintu masuk rumah. Aku dan Jeje pergi ke rumah Kak Agas, bahkan Jeje pun memutuskan untuk ikut. Aku tak enak hati pada mereka, sedangkan ini juga sudah malam.
" maafkan aku, gara² aku kalian jadi repot hiks" ucap ku menangis dalam pelukan Jeje.
" heyy stt uda ya, tenang jangan nangis lagi" sahut Jeje menenangkan ku.
" uda sampe, ayo turun. disini ada ART sama 3 penjaga rumah, ditambah 2 satpam juga jadi aman untuk kalian" ucap Kak Agas lalu menuntun ku dan Jeje masuk.
Setelah sampai dikamar Kak Agas, aku dan Jeje diberi minum oleh ART di rumah itu.
" sayang tenang oke, disini ada gue yang bakal jagain lo" ucap Kak Agas sambil mengelus pelan kepala ku.
" sekarang kalian tidur, jagain cewe gue disini Je, gue tidur di luar kalo ada apa" lo bisa panggil gue oke "
" selamat malam putri kecil " imbuh Kak Agas sambil mencium kening ku lembut.
" sosweet banget ya allah, ehh ekhem its okay stef ada gue. sekarang tidur yaa sama gue ko " ucap Jeje sambil memeluk ku.
" ma-makasi Jeje " ucap ku lalu memejamkan mata di pelukan Jeje.
Sungguh aku tak paham, malam ini adalah malam mengerikan untukku. Selama aku 16 tahun hidup, bahkan aku tak pernah merasa suasana semengerikan tadi. Jika memang bisa, aku rindu dipeluk oleh mama dan kata² menenangkan dari papa. Aku rindu pelukan abang stef, aku perlu mama dan papa tapi bahkan mereka tak bisa ku rasakan lagi kehadirannya.
Malam ini aku tidur dengan hati dan pikiran yang sangat takut. Rasa kaget ku juga masih belum hilang, semuanya begitu cepat dan tak terbayangkan akan terjadi. Malam ini aku kembali tidur dengan rasa takut.
Jika Bisa Memilih, Aku Ingin Memilih Tak Melanjutkan Hidup ku Daripada Aku Harus Hidup Dengan Berbagai Rasa Sakit Yang Datang ~
Bahagia Itu Simple, Sedih Pun Juga Simple.
# Haii gais, part ini konflik mulai muncul yaa. Jangan lupa follow dan vote aku, oh iya jangan lupa juga tinggalin jejak di kolom komen yaa. Trimksi untuk kritik dan saran dari kalian, salam hangat dari author. See u di next part gais 🙏😘.
# IG : @riiskaagsdy
SELAMAT MEMBACA
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU DAN CERITAKU
Teen FictionIni tentang aku yang selalu mengeluh pada semesta mengenai takdir ku. Tentang aku yang sangat membenci senja, sebab senjalah yang menjadi saksi bisu hari terakhir bahagia didalam hidupku. Akankah aku mampu menjalani ceritaku yang berdampingan dengan...