Saat ini Rara, untuk pertama kalinya menginjakkan kaki nya ditanah makam. Ia sekarang sudah berdiri tepat didepan makam dengan batu nisan yang bertuliskan nama orang yang dia sayang.
Perlahan ia berjongkok, mengelus pelan batu nisan itu. Diikuti air mata nya yang jatuh tanpa izin. Hanya air mata, belum ada isakan dan kata yang dilontarkan oleh Rara.
10 menit tak bergeming, akhirnya Rara membuka suara nya.
" hey, apa kabar?"
" maaf baru bisa dateng ya, aku baru sembuh"
" kamu seneng kan kak aku udah sembuh, ini kan yang kamu mau"
" iya aku udah sembuh, sesuai yang kamu mau"
" tapi kenapa kamu gak sama aku? kenapa pergi?"
" aku harus gimana sekarang kak? jawab aku, aku harus gimana hiks?!"
Satu isakan berhasil lolos. Isakan yang terdengar sangat pilu, menandakan adanya luka yang amat perih didalam sana. Luka yang bahkan tak akan ada obat nya sampai kapanpun.
" ayo bangun kak, ayo bangun! " ucap Rara menangis.
" bangun kak hiks, ba-ngun kak" lanjut nya masih dengan terisak.
" hiks hiks, a-ku harus gimana sekarang"
Tangis Rara pecah di makam Agas sambil memeluk batu nisan itu. Cuaca sekarang pun mendung, sama seperti hati mereka.
Perlahan Fano ikut jongkok, mengelus pelan bahu adiknya itu. " sayang, don't cry in here" ucap Fano.
" dengan nangis membuat dia merasa gagal memberi kan kehidupan nya untuk mu" sambung Fano.
Mendengar hal itu Rara menoleh, dengan mata merah dan air mata yang tak henti keluar.
" untuk apa memberi kehidupan nya ke aku, lalu meninggalkan aku hidup disini tapi rasa mati" sahut Rara pelan, dengan sorot luka dimata nya.
" jawaban itu hanya dimiliki oleh nya, ayo kita pulang" ajak Fano yang dibalas gelengan oleh Rara.
" stef ayo kita pulang, setelah ini lo bisa kesini kapan pun lo mau" ucap Jeje.
hening.
" kak, aku pulang dulu yaa. nanti aku kesini lagi sering² liat kamu" ucap Rara sambil mengelus batu nisan itu lembut.
" maaf dan terimakasih " imbuh nya pelan, lalu mencium batu nisan itu.
.
.
.Pukul 1 malam Rara terbangun dari tidurnya. Entah mengapa ia tak bisa tidur nyenyak. Berbeda dari tidur sebelumnya saat ia belum mendengar berita kematian Agas.
Selama ia sakit hingga sekarang, tak ada menyentuh ponsel nya. Sudah dipastikan ada banyak notifikasi masuk untuk nya, perihal meninggal nya Agas yang sudah diketahui satu sekolah. Namun apakah ia harus membalas satu persatu dari notifikasi itu? Yang bahkan kini hati nya lebih hancur dari sebuah pecahan gelas.
Saat ini, Rara sedang duduk dibalkon. Menatap banyak nya bintang yang bersinar terang dilangit malam, dan juga beberapa kali pesawat yang lewat menambah kesan indah pada langit itu sendiri.
Kini Rara membawa sebuah surat, yang mana sudah dipastikan surat dari Agas yang diberikan oleh Jeje. Setelah lama berdiam diri, merasakan perih di hati nya, ia pun memberanikan membuka perlahan surat itu.
Huhfff.
Satu tarikan nafas nya. Bahkan terasa sangat berat untuk ia lakukan sekarang. Rara pun mulai membaca surat itu, perlahan didalam hati nya namun meresapi isi didalam nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU DAN CERITAKU
Teen FictionIni tentang aku yang selalu mengeluh pada semesta mengenai takdir ku. Tentang aku yang sangat membenci senja, sebab senjalah yang menjadi saksi bisu hari terakhir bahagia didalam hidupku. Akankah aku mampu menjalani ceritaku yang berdampingan dengan...