PART #21

4 0 0
                                    

Hari ini aku memutuskan untuk absen. Begitupun dengan Jeje dan Kak Agas. Awalnya aku sudah memaksa mereka untuk sekolah saja, namun mereka menolak. Pagi ini aku sudah cukup baik, tidak buruk seperti semalam.

Selesai sarapan bersama di meja makan, kami bertiga pun duduk di ruang keluarga Kak Agas.

" stef, can you tell me?" tanya Jeje pelan padaku.

" cerita sayang, kalo ga cerita ga bisa bantu, cerita ya" imbuh Kak Agas lembut.

" huhff, awalnya aku baca novel pulang Kak Agas dari rumah ku. Tapi secara tiba² semuanya jadi berubah dalam waktu sekejap. Angin yang keras, lampu kamar ku yang mati dan hidup, jangan lupakan pecahan vas itu. aku tak paham, bahka aku tak pernah mengalami masa ini sebelumnya " jelas ku pada mereka dengan kepala menunduk. Jeje yang mengerti, langsung memeluk ku.

" ini bukan teror atau apa, ini bermasalah sama psikis lo ra" jawab Kak Agas padaku.

" maksud kakak aku gila?" jawab ku dengan nada sedikit keras.

" gue ga bilang gitu sayang, aunty gue psikologi dan gue pernah tau kasus semacam ini"

" tapi aku ga gila kak, aku masih waras" jawab ku dengan air mata yang sudah tak bisa ditahan. entah lah aku sangat sensitif akhir² ini.

" sayang, udah oke ga usah dibahas lagi ini" putus Kak Agas.

" stef, dengerin gue ya. oke listen me now. lo ga gila, lo masih waras dan normal, right?"

" hmm" jawab ku sambil mengangguk.

" lo sehat kan sekarang? iya lo sangat sehat sekarang. tapi manusia punya dua hal, mental dan fisik. jika memang fisik lo sehat dan kuat, tapi lo lupa tentang mental lo bukan? dia juga butuh dokter, butuh obat" jelas Jeje.

" jadi bukan berarti lo gila, tapi memang lo perlu itu sayang" sambung nya.

" bener kata Jeje, rara tenangin diri lo oke, cukup tenang dulu dan lo ga akan panik" imbuh Agas.

" hiks mama, papa, abang aku kangen hiks, aku mau mereka" tangis steffani pecah di pelukan Jeje.

" abang hiks, abang fani kangen, mama papa rara kangen rara kangen hiks" racau nya pelan.

" rara ga gila, rara ga gila hiks"

" minggir, gue bawa ke kamar. lo bisa pulang dan dateng siang nanti" ucap Agas pada Jeje.

" jagain dia dulu ya kak, gue balik"

Kak Agas menggendong ku menuju kamar nya, dan merebahkan ku pelan di ranjang nya.

" istirahat aja yaa, gue temenin oke" ucap nya seraya memeluk ku sambil mengelus kepala ku.

" hmm, jangan pergi" sahut ku dan mulai memejamkan mata.

Entah aku tak mengerti dengan diriku saat ini, bahkan aku sendiri tak tau aku kenapa. Sejak kejadian semalam, membuat aku jadi sedikit sensitif pada banyak hal. Aku lemas, bahkan tak ada tenaga untuk sekedar menopamg tubuh ku sendiri. Aku perlu abang, aku perlu mama dan papa.

Setelah rara tidur lelap, Agas pun menghubungi Jeje untuk pergi ke suatu tempat.

Saat Jeje sampai di kediaman keluarga Stewart, mereka berdua pun berangkat dengan menitipkan rara pada ART rumah untuk menjaga nya.

" kita mau kemana?" tanya Jeje.

" psikologi"

" untuk apa?"

" untuk rara"

Hanya percakapan singkat itu saja yang ada di mobil, sisanya hening dan sunyi. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing" mengenai keadaan rara. Semuanya begitu cepat, hingga tak ada yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

AKU DAN CERITAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang