Buat bisa ikut event pelatihan CEO muda itu memang lumayan susah, karena disana hanya ada 5 team yang bisa masuk. Karina memang sedikit nekat saat mendebat Papinya waktu itu dan berkata bahwa dia akan membawa Aruna ke event itu. Tapi ya gimana lagi? lebih baik ditolak sama penyelenggara acara dari pada harus bawa nama JJS disana. Awalnya Karina ragu, dan berniat untuk menyerah. Bahkan, alasan pura-pura sakit sudah Karina siapkan untuk menghindar dari acara itu.
Semenjak kejadian dimana dia menolak mentah-mentah perintah Papinya buat ikut acara pelatihan itu dengan bawa nama JJS, Karina jadi lebih fokus megang Aruna dan menyiapkan proposal bisnisnya, supaya Aruna bisa bersaing di acara pelatihan bisnis itu— membuat dia sedikit keteteran dalam menghandle tugasnya di JJS.
Karina jadi ingat kejadian kemarin, dimana dia dan Papinya berantem untuk kesekian kalinya. Bedanya, kemarin Papi benar-benar marah. Dia bahkan membentak Karina.
Hari itu Papi melemparkan suatu laporan keuangan tepat di atas mejanya, membuat Karina kaget setengah mati karena ada tumpukan file yang dihentakan tepat di depan wajahnya. Ya walaupun bukan dilempar ke wajah Karina juga, file itu tetap dilempar ke atas meja kerjanya.
"Maksud kamu apa, Karina?"
Karina yang mendengar nada ketus dari Papimya juga merasa tidak terima. "Apa?"
"Liat aja hasil kerja kamu, kacau." Ujar Papi dengan nada yang tidak menyenangkan.
Karina melihat tumpukan file-file itu. Membaca dan meneliti isi dari file tersebut.
"Kamu liat laporan ini? Bahan meterial nggak jelas, banyak pengeluaran yang harusnya nggak dikeluarkan, data informasi nggak valid, laporan penjualan acak-acakan, miss komunikasi. Kamu ini maunya apa?!"
Karina tidak bisa membalas omongan Papinya. Rasa bersalah mulai menjalar. Kesalahan dan kekacauan ini memang salahnya. Dia kurang koordinasi dengan departemen-departemen lainnya sehingga menyebabkan kekacauan di perusahaan.
Karina diam.
"Coba bilang sama Papi kamu maunya gimana?"
"....maaf, Pi. Karina akhir-akhir ini lagi nggak fokus"
"Nggak fokus atau karena sibuk nyiapin bisnis kamu itu?" Papi mulai meninggikan nada biacaranya.
"Nggak gitu, Pi. Tapi Karina—"
"Kamu tau nggak? sekeras apapun kamu berusaha, bisnis kamu itu nggak bakal masuk ke event itu, Karina!"
"....."
"Bisnis kamu terlalu lemah! Fundamental kamu nggak kuat. Value kamu juga belom jelas. Event sebesar itu nggak bakal nerima bisnis kamu!"
Karina terdiam. Rasanya seperti digores menggunakan silet yang tajam kemudian sengaja bermain ke lautan. Air asin itu bertemu dengan luka. Menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Perih. Jika biasanya dia akan kebal mendengar hinaan dari orang lain tentang dirinya, mendengar orang lain meragukan impiannya, Karina tidak peduli. Tapi tau tidak, bagaimana rasanya diragukan oleh orang-orang yang seharusnya mendukung dan percaya pada diri kita?
Terkadang hinaan dan keraguan akan lebih sakit jika datangnya dari orang-orang terdekat.
Karina hanya bisa menunduk, disatu sisi dia merasa tertampar. Apa yang dibicarakan oleh Papi ada benarnya. Fakta yang selalu Karina coba tepis. Fakta bahwa dirinya memang belum cukup baik dalam mengelola suatu bisnis. Orang-orang terdekatnya kebanyakan hanya memberinya dukungan. Sampai mereka lupa untuk memberikan Karina kritik untuk membuatnya terus berkaca.
"Kamu egois kalau mementingkan bisnis kamu sendiri disaat JJS benar-benar butuh kamu, Karina."
Karina mengangkat dagunya. Melihat Papinya tepat dimatanya. Mengumpulkan segala keberanian untuk bisa menatap netra itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ersthara
Fanfic[ ft jeno & jaemin ] Do i look like i care to your explanation? But well- mau aku masih marah sama kamu atau nggak, itu bukan urusan kamu. For your information aja, aku nggak suka diganggu sama orang asing" "Orang asing? Sejak kapan aku jadi orang...