51 | their ending

584 46 47
                                    

After the storm, a few, fine times, later. 

Karina melangkah dengan atasan kemeja chick berwarna putih yang dipadu dengan celana light jeans miliknya. Hari ini dia menyanggul rambutnya yang panjang. Seperti biasa, Karina akan mengubah sesuatu yang basic menjadi sesuatu yang terlihhat cantik. Kacamata hitam yang bertengger di hidungnya menghalau teriknya sinar matahari yang menusuk.  

"Halo, Papi. Karina datang lagi setelah berbulan-bulan, atau malah sudah setahun? belum sempet tengok Papi disini. Maaf, ya? " Karina terkekeh sambil menatap nisan yang tertulis nama Papinya disana.

"A lot of  things happened, Papi. Guess i'm already healed. Karina berhasil jalanin hidup lagi. Setelah beberapa waktu lalu, Karina kehilangan sesuatu yang paling Karina cinta secara bersamaan. I lost you... and Genta, at the same time. I lost my self as well. Karina nggak baik waktu itu. I had a hard time. I thought it was my hardest time. Karina nggak punya siapa-siapa selain Mami sama om-om. Karina nggak punya Genta buat ngelewatin semuanya, nggak kayak biasanya."

Biasanya Karina akan selalu datang ke pusara ini setiap minimal sebulan sekali untuk mengunjungi Papinya yang sedang beristirahat panjang. Dia akan datang untuk menceritakan hari-harinya dengan berharap Papinya akan mendengar, bahkan merasa senang karena sudah diajak bicara oleh putrinya. Setiap hal yang telah dia lewati, sebagian besar akan Karina ceritakan pada sang ayah. Butuh waktu yang panjang hingga Karina bisa datang tanpa harus menangis tersedu-sedu, ataupun merasa marah akan takdir yang menjemput Papi. Sekarang Karina sudah bisa datang dengan rasa tenang, damai, dan menerima.

"Papi, few months ago, there was a man who came to Om Tae and ask his persimission to take care of me. Dia bilang ke Om Tae kalau dia mau mengambil alih tanggung jawab Om Tae sebagai wali aku selama sisa hidupku. Dia datang dengan tanggung jawab untuk mengambil aku sebagai istrinya. Kaget nggak sih, Pi? Karina juga nggak pernah nyangka bakal bisa ngelewatin fase hidup yang satu ini. Soalnya hati Karina pernah dikunci rapat dan kuncinya  kebawa sama seseorang."

"Marriage... seems scarry for me. Karina nggak pernah berani untuk berandai-andai tentang pernaikahan. Karina nggak pernah berani untuk bermimpi punya keluarga kecil harmonis yang akan selalu menjadi tempat Karina untuk pulang. Karina.. nggak pernah berani bermimpi untuk punya sesuatu yang lebih, karena Karina terlalu takut untuk kehilangan itu pada akhirnya."

"But when he asked Om Tae for that blessing, i start dreaming to have a happy ending for myself. Karina seakan langsung lupa tentang rasa sakit yang didatang beriringan sama rasa sayang. Karina kayak tau-tau amnesia sama resiko mencintai. Rasanya... kayak semua sakit yang pernah Karina rasain, hilang begitu aja. Turns out, it's completely different when it comes to the right person, and the right timing. Papi tau nggak, apa jawaban yang Om Tae kasih ke dia?" Tangan Karina masih sibuk mencabuti beberapa rumput liar yang tumbuh di atas tempat peristirahatan terakhir papinya.

"....Om Tae nggak langsung ngasih jawabannya ke dia.... malah, Om Tae ngasih satu pertanyaan ke orang itu. Om Tae tanya, apa doa yang selalu dia ucapkan ke Tuhan untuk bisa mendoakan aku. And, I'm quite shock after hearing his answer."

Karina menghela nafasnya, kemudian tersenyum, "Laki-laki itu bilang bahwa dia berdoa ke Tuhan supaya aku dan dia bisa sama-sama dikuatkan saat dihadapkan dengan masalah hidup kami. Dia berdoa supaya Tuhan mau menguatkan kami berdua saat semua rencana yang kami susun tidak berjalan sesuai keinginan. Dia berdoa supaya kami dikuatkan saat kami merasa kecewa. Pas dengar itu, Om Tae langsung kasih restunya untuk laki-laki itu. Dan aku sempat bertanya ke Om Tae, bagaimana bisa Om Tae langsung memberi restunya pada laki-laki itu secara langsung tanpa minta persetujuan Mami."

Karina menjeda monolognya di depan makam papinya. Dia memandangi nama papi yang terukir di nisan itu. RIP, Jonathan Maheswara. Oh, how she wish that name will brighten her days again. How she wish the person who lay down inside this grave will grab her hand and walk her down to the aisle with a tie that tucked on his tuxedo. Tidak terasa ada sebulir air bening yang sudah bertengger di pelupuk mata Karina, sekuat tenaga air bening itu ia tahan agar tak menodai tempat peristirahatan papinya. "Om Tae bilang ke Karina, alasan dia nerima laki-laki itu karena dia nggak hanya berdoa untuk kebaikan Karina aja. Dia nggak hanya berdoa untuk meminta kelancaran dan kebahagiaan pernikahan kami. Dia nggak hanya berdoa untuk kelancaran rejeki atau mendapatkan jodoh yang baik juga. Laki-laki itu berdoa untuk dikuatkan di titik terendah kami, atau saat keadaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Om Tae bilang, nggak semua orang bisa berdoa tentang hal-hal itu, karena kebanyakan manusia hanya meminta supaya apa yang dia inginkan terkabul. Tanpa dia sadar, bahwa hidup tidak selamanya berjalan sesuai kemauannya. Dan terkadang manusia lupa, bahwa Tuhan tidak selalu mengabulkan doa setiap umatnya persis seperti apa yang mereka minta. Apa yang menurut Karina baik, terkadang tidak dianggap baik oleh Tuhan juga, karena sebetulnya, Tuhan Maha Mengatahui, dan umatnya tidak. Saat hal itu terjadi, manusia lupa untuk minta dikuatkan. Gitu katanya Om Tae, Pi. Om Tae ternyata keren, ya? Karina bahkan nggak kepikir hal-hal kayak gitu."

ErstharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang