34| katsu

353 67 24
                                    

Suara sendok yang beradu dengan piring terdengar dengan jelasnya pagi ini. Dalam sekejap, semua piring-piring itu sudah licin  kembali. "Jadi, Karina, semalem kamu segitu kangennya sama Genta sampe mata kamu sebengkak itu?" tanya Mami sambil menyeruput kopi paginya. Karina yang sedang meminum air pun langsung tersedak, "MAMI?!"

"...loh, Mami salah?"

"Ih nggak gitu!"

"Emang Karina gimana tante selama Genta nggak ada?" ucap Genta jahil

"Nggak tau tuh, Ta. Uring-uringan banget anaknya. Masa ya, kalau ada tante nyebut nama kamu atau bahas kamu, anaknya langsung sewot banget. Makanya Tante kira pas kamu udah pulang, si Karina sampe nangis saking kangennya gitu kan. Tuh liat aja matanya, udah segede bola takraw." 

Karina cuma bisa merengut. Untuk sekarang, lebih baik harga dirinya  yang jatuh akibat difitnah kangen Genta sampai menangis, dari pada Mami tau alasan sebenarnya mengapa mata Karina pagi ini bisa sangat à dan merash. 

Selesai sarapan, Karina langsung pamit kepada Mami. Alasannya sih mau ngajak Genta untuk bisa jalan-jalan seharian. Padahal, Karina hanya ingin segera pergi ke rumah sakit untuk menengok Papi. Om Yohan juga barusan ngasih kabar,kalau akhirnya Papi sudah sadar dari tidurnya.

Satu hal yang Karina dapat setelah kembali melihat Papi yang sudah sadar, Papi benar-benar kesakitan. Karina sampai heran, bagaimana bisa Papi selama ini terlihat baik dan sehat, padahal dia menyimpan dan menahan rasa sakit yang sedang dirasa. Bisa-bisanya  juga Karina tidak menyadari itu. 

Karina hanya terpaku di mulut pintu, diam dan tidak berani mendekat.

"Karina, masuk." 

"...."

"Karina"

Lagi-lagi Karina benar-benar tidak ingin masuk. Dia tidak mau melihat Papinya dalam keadaan sakit. Tapi dia lebih tidak mau jika terlihat lemah di depan banyak orang. Jika saja karina melangkahkan kakinya lebih ke dalam lagi, maka dia bisa melihat Papi dengan lebih jelas. Dengan kondisi seperti itu, Karina bisa akan langsung menangis.

"Karina, it's fine. I'm totally okay" ucap Papi dari brangkar tempat tidurnya. 

"Liar." ucap Karina dingin.

"Come here, please? Jangan berdiri disitu. Papi nggakpapa"

"No, you're going to die"

"Yes, everyone will. Including me, but not today. Sini dulu sebentar."

Karina melangkah mendekat. Selangkah demi langkah, jarak mulai  terkikis antara dia dan Papi. Membuatnya  dapat melihat dengan jelas selang-selang infus dan selang oksigen yang dipakai oleh Papi. Karina berdiri tepat disebelah brangkar Papi. Jika diperhatikan, mulai ada kerutan halus dipinggir mata Papi. Tulang pipinya juga semakin terlihat, ditambah bibir yang pucat. Sekali dua kali Karina melihat Papi yang terbatuk. juga Papi yang berusaha bernapas secara normal.

"...sakit ya?"

Papi berusaha tersenyum,serta membenahi posisi tidurnya menjadi semi duduk. "Nggak kok"

"Bohong."

"Kapan Papi bohong sama kamu, Karina?"

"My whole life"

Jo tersenyum kecut, "Oke, Papi minta maaf."

"Nggak butuh maafnya Papi"

"Terus butuhnya apa?"

"Tell Tante Ghania."

"Everything except that, Karina."

"Then tell Haikal."

ErstharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang