02. Kediaman Arkatama

6K 240 4
                                    

"La! Aishla!!" teriak seorang gadis berlari-lari ke arah Aishla yang baru turun dari angkutan umum.

Dia adalah Salwa—sahabatnya di tempat kerja. Salwa adalah orang paling heboh diantara para karyawan-karyawati. Usia Salwa dan Aishla terpaut satu tahun, yang pasti Salwa lebih tua darinya. Dengan napas terengah-engah, Salwa merangkul sahabatnya. Dia menggiring masuk ke dalam Butik. Kemudian, menjatuhkan diri di karpet berbulu. Aishla yang melihat itupun langsung mengambil segelas air untuknya.

"Nih, minum dulu, Wa." Aishla menyodorkan gelas tersebut padanya. Salwa meminum habis air dalam sekali tegukan. Setelah itu mengelap sisa air di atas bibirnya.

"Alhamdulillah." ucap Salwa sambil meletakkan gelas di atas meja. "La, kemarin kamu beneran pemotretan sama Pak Arsyan?!" tanyanya berteriak.

Sebenarnya, semua karyawan-karyawati sudah mengetahui. Karena Anatasya yang mengirim hasil pemotretan tersebut ke dalam grup WhatsApp mereka. Membuat Aishla malu setengah mati. Apalagi saat mendapat pujian dari para karyawan yang diam-diam menyukainya.

"Pak Arsyan gimana? Ganteng nggak? Terus lo bisa ngerasain pesona seorang duda nggak, La? Terus bener nggak, kalo dia nggak bisa senyum?" tanya Salwa bertubi-tubi. Dia merasa sangat penasaran dengan duda beranak satu itu.

Aishla memutar bola matanya jengah. Meninggalkan Salwa yang terus berceloteh bertanya mengenai duda yang berani-beraninya berbuat mesum di depan gadis polos seperti dirinya. Aishla mengutuk pria yang telah membuatnya terus terbayang akan kemesuman yang dilakukan mereka kemarin. Seharusnya, Alisya tak memasang dengan memeluk Arsyan dari belakang. Hingga berakhir Arsyan yang mengecup bibir ranumnya. Ingin sekali Aishla melempar mereka menggunakan botol kosong. Namun, dia masih tersadar jika mereka adalah atasannya dan dirinya hanya seorang karyawati biasa.

"Aishlaku!!! Kenapa kamu pergi sih? Aku belum dapet jawaban dari semua pertanyaan aku, Aishla!!" teriak Salwa membuat atensi karyawan-karyawati beralih padanya. Membuat Aishla merasa malu. Segera dia berjalan menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian pakaiannya. Setiap kali berangkat, Aishla selalu memakai pakaian biasa. Baru setelah sampai, dia langsung berganti pakaian kerja sebagai karyawati.

"Cukup kemarin Aishla ketemu sama duda mesum kayak dia. Mata Aishla bener-bener udah ternodai. Dia nggak mikir apa, kalo ada Aishla di sana?! Malah langsung nyosor gitu aja!" dumel Aishla yang masih merasa gondok pada sang duda.

Setelah selesai, Aishla keluar. Dia terkejut mendapati Salwa yang bersandar di dinding sebelah pintu toilet. Salwa yang merasa telah membuat sahabatnya pun, hanya cengengesan dan langsung menggandengnya. Dia bertekad untuk mendapat informasi lebih detail mengenai anak majikan mereka. Dia yakin, jika Aishla mampu menyimpulkan kepribadian seorang Arsyan Ayandra Arkatama. Secara, Aishla adalah orang yang mampu selalu mengamati setiap hal.

"Apa?" ketus Aishla.

"Hehehe... Kamu jangan gitulah, La. Aku itu mau tau tentang Pak Arsyan doang kok. Dari kita-kita 'kan, cuma kamu yang udah ketemu langsung sama dia."

"Kamu mau tau?"

Salwa mengangguk beberapa kali. Helaan napas terdengar. Aishla mengalah. Dia akan menceritakan sang duda mesum yang tidak mengenal tempat. Sembari menunggu seorang lelaki yang tengah mengepel lantai, Aishla mengajak sahabatnya menuju tangga. Mereka duduk di anak tangga bagian tengah. Salwa menumpu dagu, menatap Aishla yang terdiam.

"La?"

"Huuffttt..."

"Ayo cerita, Aishla! Aku nggak sabar nih!"

"Sabar Salwaku sayang." Aishla mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Dari awal dirinya mendapat pesan dari Anatasya untuk datang ke Butik hingga kecupan bibir yang didapati Alisya di depan matanya. Aishla tidak iri. Hanya saja, dia merasa jijik. Pria berstatus duda itu terlihat begitu mesum, yang tidak bisa menahan keinginannya untuk melakukan sesuatu pada sang kekasih di tempat terbuka seperti itu.

"Terus, Ibu liat nggak?" tanya Salwa setelah sahabatnya selesai bercerita.

"Nggak. Ibu udah duluan masuk ambil cemilan. Suer deh, Wa, aku gedeg banget sama mereka. Mataku udah nggak suci lagi, hiks..."

"Ck, udah nggak papa. Segitu mah nggak ada apa-apanya sama aku yang kadang liat delapan belas plus."

"Hah? Delapan belas plus apanya?"

Salwa gelagapan. Dia kelepasan. Aishla begitu polos. Tak mungkin dia mencemarkan otak dan pikiran yang masih suci. Cukup dirinya yang ternodai.

"AISHLA!!!"

Teriakan seseorang membuat Salwa bernapas lega. Tampak, Diaz melangkah mendekati mereka. Diaz adalah satu-satunya karyawan yang akrab dengan Aishla. Karena Diaz seusianya. Membuat Aishla tak segan untuk mengajaknya mengobrol atau pun menimpali ajakan obrolannya.

"Ada apa?" tanya Aishla berdiri. Dia tak menatap Diaz, melainkan menatap guci yang berada disebelah lelaki itu.

"Tadi Ibu nelpon, katanya kamu suruh ke rumah. Ibu juga udah kirim alamatnya." jawabnya membuat Aishla membeku. Ada urusan apa, hingga Anatasya menyuruhnya untuk datang ke rumah keluarga Arkatama? Aishla harap, dirinya tak melakukan salah apapun.

"Buat ngapain?"

Diaz mengedikkan bahunya tak acuh. Kemudian, mengirim alamat ke ponsel milik teman sebayanya itu. Tubuh Aihla melemas. Apalagi saat mengetahui jika majikannya juga mengirimkan pesan padanya. Setiap bekerja, Aishla memang sengaja menyimpan ponsel di dalam tas. Ponsel miliknya di mode senyap. Membuat dirinya tak akan tahu, jika ada orang yang menghubunginya.

"Salwa! Gimana ini? Aku beneran disuruh ke rumah Ibu!" pekik Aishla histeris. Dia tak mau menginjakkan kaki di kediaman keluarga Arkatama. Dia merasa tidak pantas.

"Ya udah, tinggal ke sana aja, apa susahnya sih, La?!"

"Iihh, Salwa mah gitu!"

"Udah sana pergi! Gue do'ain, semoga kamu ketemu sama duda mesum!" Salwa melepas tawa melihat raut kekesalan di wajahnya.

Tanpa berganti pakaian lagi, Aishla langsung menancapkan gas menuju rumah majikannya. Dia menggunakan motor milik Anatasya yang memang diperuntukkan bagi siapa saja yang butuh. Sepanjang perjalanan, Aishla terus mengumandangkan do'a agar tidak bertemu dengan duda mesum itu. Entahlah, dia rasa sebutan tersebut memang cocok untuknya.

Motor yang dikendarai Aishla berhenti di depan sebuah gerbang yang menjulang tinggi. Dia turun dari atas motor. Celingak-celinguk mencari orang untuk bertanya. Namun, suasana di sekitarnya terlihat sangat sepi. Dia yang tak pernah mengunjungi rumah orang kaya pun menjadi kebingungan. Tak mungkin dirinya berteriak-teriak memanggil nama Anatasya. Bisa-bisa dikatakan gila.

"Ya Allah, ini gimana? Apa aku telepon Ibu aja ya?" Setelah hampir sepuluh menit menunggu, Aishla pun memutuskan untuk menelepon majikannya. Tetapi, dia terlupa tak membawa ponsel. Tasnya masih berada di butik. Saking terburu-burunya, dia terlupa mengambil ponsel yang kembali dimasukkan ke dalam tas ranselnya.

"Aduh, ya Allah, gimana ini? Handphone Aishla ketinggalan lagi!" gumamnya yang berdiri membelakangi gerbang. Aishla masih fokus memikirkan cara untuk bisa masuk ke dalam kediaman keluarga Arkatama. Sungguh, saat ini dia dilanda kebingungan. Sesekali dirinya menggigit kuku, menghentakkan kaki, dan bahkan memukul pelan kepalanya. Dan itu semua tak luput dari pandangan seorang pria dari dalam mobilnya. Gerbang sudah dibuka lebar. Aishla sama sekali tak menyadari. Gadis itu terhanyut dalam pikiran sendiri.

Tiiinnn

Suara klakson yang tiba-tiba, membuat Aishla terperanjat. Dadanya berdebar kencang. Hampir saja dia terkena serangan jantung. Mulut Aishla terus mengucapkan istighfar. Dia berpegangan pada setir motornya. Setelah menenangkan dirinya, Aishla pun menoleh ke belakang. Namun, dia kembali dikejutkan oleh suara klakson mobil berwarna hitam itu. Aishla tersulut emosi setelah tahu, jika orang yang berada di dalam mobil itu adalah si duda mesum.

"Astaghfirullah, ya Allah!! Kenapa dia begitu sombong? Padahal kalo mati sih, sama-sama naik keranda!!"

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang