"Bi... Bibi..." teriak Arrayyan memasuki rumah yang biasa terlihat sepi seperti tak berpenghuni ini.
"Bibi... Bi..." Arrayyan kehilangan kesabaran. Wanita yang dipanggilnya 'bibi' itu tak kunjung memunculkan diri. Terpaksa, dia menjatuhkan dirinya di sofa dan menutup kedua mata. Sebuah undangan yang didapatinya dari sekolah, membuatnya sangat kepikiran. Selama ini, Arsyan tak pernah menghadiri rapat apa pun. Pria itu akan menyuruh Anatasya atau asisten rumah tangganya untuk menghadiri rapat tersebut.
Seorang wanita mengulum senyum melihat putranya yang kini tengah berbaring. Dia merasa jika Arrayyan sangat kelelahan hingga tak mengganti pakaian seragam terlebih dahulu. Dengan langkah pelan, Aishla mendekatinya. Tangannya terulur melepaskan sepatu Arrayyan yang langsung membuka mata lebar-lebar.
"Udah, nggak papa, Sayang." ucap Aishla ketika putranya menyingkirkan tangannya.
"Array capek banget ya? Keliatannya lesu nggak bersemangat gitu. Mau Bunda buatin sesuatu?" tawarnya yang dibalas gelengan kepala. "Terus maunya apa?" Arrayyan meliriknya sekilas, lalu meraih bantal sofa dan menutupi wajahnya.
"Ya sudah, Bunda simpan tas dan sepatu Array dulu ya?!" Aishla bangkit dan meraih tas serta sepatu putranya. Dia merasa jika ada sesuatu yang menggandrungi pikiran Arrayyan. Karena biasanya, anak itu akan langsung ke kamar dan berdiam diri. Tetapi sekarang, dia malah berada di ruang tengah. Kelihatannya, dia sama sekali tak mau beranjak dari sana.
Tubuh Aishla tersentak melihat Arrayyan yang sudah berdiri di ambang pintu. Pandangan teralih pada sebuah kertas di tangannya. Dengan langkah gontai, Arrayyan berjalan mendekat. Lalu, memberikan surat pemberitahuan yang didapatinya dari sekolah.
"Apa Papa bisa menghadirinya?" tanyanya penuh harap.
Aishla tersenyum masam. Suaminya itu telah pamit tak pulang demi mencari keberadaan mantan calon istrinya. Lalu, bagaimana dia mengatakannya pada Arrayyan. Dia tidak mau mengecewakan putra semata wayangnya.
"Bagaimana kalo Bunda saja yang menghadirinya. Akhir-akhir ini, Papa sibuk bekerja." usulnya membuat raut wajahnya berubah sedih.
"Array..." panggilnya menarik Arrayyan untuk lebih dekat dan mendudukkannya di pinggiran kasur. Aishla berjongkok sambil menggenggam erat kedua tangannya. "Dengerin Bunda, Papa bekerja itu demi memenuhi kebutuhan kita semua. Array bisa sekolah, jajan, dan makan itu hasil jerih payah Papa selama ini, Sayang." bujuknya mencoba memberi pengertian kepada Arrayyan yang sepertinya tidak menyetujui apa yang dikatakannya.
"Tapi, Papa selalu menolak hadir dalam acara sekolah. Bahkan, Papa tidak pernah mau mengambil raport Array!" Apa yang dipendamnya selama ini akhirnya dia ungkapkan. Arrayyan ingin seperti anak-anak yang lain, yang mendapat perhatian penuh dari kedua orangtuanya. Sebelum Arsyan menikah, dia hanya memiliki seorang Papa. Tetapi sekarang, dia juga memiliki seorang Bunda yang sangat menyayanginya.
"Papa juga selalu menolak hadir di acara ulangtahun teman-teman Array."
Air matanya meluruh. Arrayyan sudah tak bisa menanggungnya seorang diri. Dari luar, dia memang terlihat kuat. Namun, kenyataannya dia menyembunyikan sisi lemah dari siapapun. Dia takut sang Papa akan semakin mengabaikannya jika dirinya menjadi anak yang cengeng. Anehnya, ketika bersama Aishla, Arrayyan merasa ingin mengeluarkan apa yang dipendamnya selama ini.
"Hiksss... Hikss..."
"Sekarang sudah ada Bunda yang akan hadir di setiap acara sekolah atau pun acara ulangtahun teman Array. Sudah ya, menangisnya?" bujuk Aishla sembari mengusap air mata yang mengalir di kedua pipinya.
"Be-Besok Alfi ulang tahun."
"Oke. Sekarang kita beli kado buat Alfi bagaimana?"
Arrayyan mengangguk, lalu bergegas mengganti pakaiannya. Setelah itu, dia mengambil sesuatu dari dalam lemari, yaitu celengan berbentuk kucing. Aishla mengerutkan kening, tak mengerti apa yang akan dilakukan putranya pada celengan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...