"Arvan! Lo urus dia!" desis Arsyan, kemudian melangkah lebar menyusul istrinya.
Namun, langkah pria itu terhenti saat sesosok wanita paruh baya muncul dari arah pintu utama. Terpaksa, dia harus lebih dulu menyambut kedatangan Anatasya. Wanita yang terburu-buru pulang karena mendapat kabar tak mengenakkan dari salah satu pekerjanya di kediaman ini.
"Di mana adikmu, Arsyan?!" tanya Anatasya seraya melayangkan tatapan mengintimidasi pada putra pertamanya. Belum sempat Arsyan menjawab, wanita tersebut langsung berteriak memanggil putra bungsunya. "ARVAN!! KE SINI KAMU!!!"
Dengan tergesa-gesa Arvan menghampiri sang mama, disusul oleh Alisya. Sepasang suami-istri itu tampak terkejut akan kedatangan Anatasya yang tiba-tiba. Alisya yang tak bisa menyembunyikan rasa takut pun berdiri di balik tubuh suaminya. Berharap, Anatasya tak melihat keberadaannya. Namun, harapan Alisya pupus saat seseorang menarik kasar tangannya.
"Kamu!! Apa yang kamu lakukan pada putra Abi? Apa kamu berniat mencelakai menantuku, Alisya?!!" bentak Anatasya menduga jika sasaran wanita tersebut adalah sang menantu—Aishla, tetapi putra Abi telah mengorbankan diri sebagai korban kejahatan mantan kekasih Arsyan itu.
Kebungkaman Alisya dan dua putranya membuat nyonya besar Arkatama semakin murka. Dia sangat yakin bahwa dugaannya benar. Alisya sengaja menikah dengan Arvan untuk merebut Arsyan dari Aishla. Sayangnya, kejahatan Alisya terlalu cepat terbongkar.
"Arvan, Mama ingin kamu ceraikan Alisya!" tukas Anatasya menatap tajam ke arah putra keduanya.
Di dalam hati, Arsyan berharap jika sang adik menuruti keinginan mama mereka. Alisya bukan wanita baik-baik. Dia sama seperti Alyana yang akan melakukan segala cara demi mendapatkan dirinya.
"Maaf, Ma. Arvan nggak bisa."
Penolakan yang diberikan Arvan membuat ketiga pasang mata terkejut. Alisya menatap tak percaya pada lelaki yang menjadi suaminya itu. Sementara Anatasya langsung melayangkan tamparan keras di pipi kanan sang putra kedua.
"Maafin Arvan, Ma. Arvan nggak bisa ceraikan Alisya," cicit Arvan bersimpuh di depan kaki wanita tercinta.
Tangis ibu dari dua putra akhirnya pecah. Anatasya segera merengkuh tubuh sang putra. Dia mengingat jelas janji Arvan yang ingin setia dengan wanita yang menjadi istrinya. Lelaki itu akan menerima apa pun yang ada di dalam diri pasangannya. Entah, kekurangan atau kelebihan. Dia akan berusaha mempertahankan rumah tangganya dari segala ujian dan cobaan.
Namun, hal yang disesali Anatasya adalah pilihan Arvan yang menikahi mantan calon istri kakaknya sendiri. Anatasya yakin, jika Arvan masih memiliki secercah rasa yang terpendam kepada Alisya. Wanita yang lagi-lagi terkejut akan sikap tuan kedua Arkatama.
"Maafin Arvan, Ma," bisik Arvan merasa amat bersalah.
Anatasya melerai pelukan, lalu beranjak meninggalkan semua orang. Dia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, sedangkan Arsyan yang tak ingin terlibat lebih jauh dalam prahara rumah tangga adiknya pun memilih untuk pergi. Yang terpenting, dirinya sudah mengetahui pelaku kejahatan di kediaman ini.
"Lo bodoh, Van," umpat Alisya merasa tak pantas dibela olehnya.
Dua anak sungai melolos begitu saja. Seumur hidup Alisya, dia tidak pernah mendapat ketulusan dari seseorang. Dan yang dilakukan Arvan hari ini berhasil membuatnya tersentuh. Jika Arvan membela dirinya secara terang-terangan, berbeda dengan Arsyan yang sembunyi-sembunyi. Alisya yakin, bahwa dulu Anatasya pun menentang hubungan asmaranya dengan Arsyan. Namun, Arsyan selalu menutupi. Pria itu tak ingin membuatnya sedih mengenai restu nyonya Arkatama yang cukup sulit didapat.
"Seharusnya lo cerain gue, Van!! Gue nggak pantes lo pertahanin...."
Arvan menggeleng, lalu dengan cepat merengkuh bahu istrinya. "Keputusan gue udah bulat, Lis. Lo bakal jadi istri gue seumur hidup."
Seorang pria mengerutkan kening saat tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar. Kemudian, dia beralih ke kamar putranya. Arrayyan yang mendengar suara pintu terbuka segera menarik kedua tangannya dari telinga wanita yang tertidur di sisinya.
"Papa ikut gabung, ya?" tanya Arsyan yang langsung naik ke atas kasur tanpa lebih dulu menunggu persetujuan dari putranya yang mendengkus sebal. Karena dirinya mengambil tempat di sisi kiri Aishla. Membuat wanita itu berada di tengah-tengah antara suami dan putranya.
"Tangan Papa jangan di sini!" usir Arrayyan menyingkirkan tangan Arsyan dari atas perut Aishla.
"Papa mau peluk Bunda, Ar," protes Arsyan saat istrinya dipeluk erat oleh sang putra.
"Nggak boleh! Papa peluk guling aja, sana!!"
Tanpa diketahui oleh mereka, Aishla membuka kedua matanya perlahan. Dia mengernyitkan kening mendengar perdebatan kecil yang terjadi. Arrayyan gagal mempertahankan sang bunda di dalam pelukannya. Anak itu berusaha menyingkirkan tangan papanya kembali, tetapi tak berhasil. Justru Arsyan semakin memepetkan tubuh dan mengeratkan pelukannya kepada Aishla. Akan tetapi, Aishla segera menepis tangan Arsyan dan memunggungi pria itu. Senyum kemenangan Arrayyan terbit kala dirinya dipeluk oleh wanita yang diperebutkan oleh keduanya.
"Array yang menang, Pa!" sorak Arrayyan gembira tanpa mengetahui jika sang bunda diam-diam menahan air mata yang terus mendesak.
***
Seorang wanita tersenyum samar memandang sebuah keluarga kecil yang tengah bersenda gurau. Dia sedikit terperanjat saat merasakan tepukan ringan di pundaknya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati sosok Arvan yang menyeret dua koper besar. Dengan berat hati, dia mengambil alih salah satu dari koper tersebut.
"Masih ada yang belum kebawa. Lo duluan turun aja," titah Arvan bergegas kembali ke kamar.
Alisya enggan menuruti titah sang suami. Ia lebih memilih menunggu Arvan yang tiba dengan tas ransel di pundaknya. Pria itu merengkuh bahu Alisya dan menuruni anak tangga bersama. Dalam diam, Alisya memandang wajah suaminya dari samping.
"Van, makasih udah buat gue sadar," ucapnya tulus.
Arvan mengangguk pelan seraya tersenyum tipis. "Syukur deh, lo mau merenungi nasihat-nasihat gue semalem."
Suara derap kaki yang bersusulan membuat ketiga orang itu mengalihkan pandangan. Kening Aishla mengerut melihat mereka yang tampaknya akan angkat kaki dari kediaman ini. Berbeda dengan Aishla yang kebingungan, Arrayyan langsung menghadang paman dan bibinya.
"Kalian mau kemana?" tanya Arrayyan menatap dua orang di hadapannya secara bergantian.
Arvan berjongkok—menyamakan tinggi tubuhnya dengan sang keponakan. "Paman mau balik ke luar negeri. Array baik-baik di sini, ya. Pekerjaan Paman sudah menumpuk di sana."
"Nggak! Nggak boleh!! Array masih mau main sama Paman!" Arrayyan melingkarkan kedua tangan di leher pamannya. Ia memeluk erat tubuh Arvan yang membalas pelukannya tak kalah erat.
Arsyan menarik paksa tubuh sang putra, lalu menggendongnya. Ia mencoba mempertahankan Arrayyan yang terus meronta. Arvan yang memahami tindakan kakaknya pun segera berpamitan pada kakak iparnya.
"Kita berdua pamit, assalamualaikum." Arvan beranjak meninggalkan kediaman. Diikuti oleh Alisya yang menatap dalam mantan calon suaminya. Wanita itu enggan bersuara apalagi meminta maaf dan memberikan klarifikasi kepada Aishla. Melihat mereka yang menghabiskan waktu bersama membuktikan bahwa pasutri itu sudah berbaikan.
"MAMA ALISYA!!! JANGAN TINGGALIN ARRAY!! PAMAN ARVAN!!!" teriak Arrayyan histeris.
"PAPA! TURUNIN ARRAY!!"
Arsyan gagal mempertahankan Arrayyan. Anak itu berhasil turun dari gendongan, lalu berlari menyusul Arvan dan Alisya yang sudah masuk ke dalam mobil. Dia meraung-raung saat mobil mulai melaju meninggalkan pekarangan kediaman ini.
"PAMAN ARVAN! MAMA ALISYA!!"
Melihat sang putra yang terus meneriaki nama Alisya membuat hati Aishla berdenyut. Seharusnya, dia tak perlu merasa sedih. Alisya lebih dulu mengenali suami dan putranya. Sementara itu, dia hanyalah orang baru yang berhasil menaklukkan hati tuan dan tuan muda Arkatama.
"Maafin Aishla, Mbak," gumamnya seraya menundukkan kepala dalam-dalam.
Lanjut?????
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...