Pagi ini, Aishla sibuk menyiapkan sarapan. Dia menghela napas, mengingat suaminya yang masih merajuk. Semalam, Arsyan tidur bersama putranya. Meninggalkan Aishla seorang diri di dalam kamar.
"Arsyan! Kamu apakan Arvan, hah!!" teriak seorang wanita yang tiba bersama putra keduanya yang mengekori dari arah belakang.
Aishla bergegas mematikan kompor, kemudian menghampiri ibu mertuanya yang semalam menginap di butik. Dia menuntun Anatasya untuk duduk, lalu beranjak memanggil suaminya yang berada di dalam kamar. Mendengar suara guyuran air, membuat Aishla mengetuk pelan pintu kamar mandi. Dia menelan ludah saat pintu terbuka menampilkan Arsyan yang bertelanjang dada. Hanya ada sebuah handuk yang melilit di pinggangnya.
"Ada apa?" tanya Arsyan yang tak memedulikan wajah istrinya yang memerah.
"Mas, cepetan pake baju dulu!" seloroh Aishla mendorong tubuh pria yang berusaha mengikis jarak diantara mereka.
Arsyan tersenyum menyeringai. "Saya nggak mau."
"Mas!" pekik Aishla kesal. Wanita itu tidak bisa menahan debaran jantungnya yang di atas normal setiap kali melihat tubuh suaminya yang terekspos.
Pada akhirnya, Arsyan mengalah. Ia menerima pakaian yang diberikan sang istri lalu memakainya. Ia tertawa kecil saat Aishla menutup wajah bersamaan dengan dirinya yang melepas handuk.
"Udah," ucap Arsyan yang kini beralih menyisir rambut di depan cermin.
"Mas sholat dulu gih, Aishla mau bangunin Array." Aishla melangkah keluar kamar, meninggalkan Arsyan yang bergeming di tempatnya.
Pria itu mengusap wajah seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. "Gue nggak bisa sholat!"
Dengan susah payah, akhirnya Aishla berhasil membangunkan putranya. Setelah Arrayyan masuk ke dalam kamar mandi, ia pun melenggang pergi. Dia mengira suaminya masih melaksanakan sholat. Arsyan yang mendengar suara pintu terbuka langsung berpura-pura mengambil tasbih dan duduk bersila di atas sajadah. Sudut bibir wanita itu terangkat, merasa tak menyangka jika pria yang menjadi suaminya masih melaksanakan kewajiban sebagai muslim.
"Bunda, sempak Array nggak ada!" Arrayyan menyembulkan kepala di pintu kamarnya.
Aishla menepuk kening, lalu memutar tubuh ke belakang. "Bunda lupa Array, baju yang kemarin masih ada di keranjang. Bentar ya, Bunda ambil dulu."
Di dalam kamar, Arsyan bernapas lega mendengar derap kaki istrinya yang menjauh. Ia merebahkan tubuh di atas sajadah. Matanya menatap lekat langit-langit kamar.
"Gue nggak bisa gini terus, gue harus belajar agama lagi. Tapi, gue harus belajar ke siapa?" Arsyan tampak berpikir sejenak. Dia menarik sudut bibir kala menemukan jalan atas kebimbangannya. "Arvan. Gue baru inget, kalo tuh anak masih ngelakuin sholat."
Seusai melepas baju koko, sarung, dan peci serta melipat sajadah, Arsyan langsung mengibrit ke lantai bawah. Pria itu yakin, jika sang Mama datang bersama adiknya. Rasa semangat yang membara seketika luntur melihat Aishla, Arvan, dan Mamanya yang tengah bercanda ria. Hatinya memanas kala Aishla menyeka sudut matanya. Entah lelucon apa yang dilontarkan Arvan, sampai istrinya tertawa hingga mengeluarkan air mata.
"Ehem!" deham Arsyan dengan sengaja. Dia mendudukkan diri di sebelah Aishla, kemudian mengikis jarak diantara mereka. Arsyan menarik tubuh istrinya untuk lebih dekat dengannya. Membuat Aishla merasa tak nyaman. Apalagi dengan senyuman yang terukir di wajah ibu mertuanya.
"Nanti kita bahas lagi. Mama mau ke kamar dulu. Kalo mau mulai sarapan, jangan lupa susul Mama ya!" ucap Anatasya beranjak menuju kamar. Wanita itu tak mau menganggu putranya yang tengah kasmaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...