Selepas menghadiri rapat, Arsyan mengajak istrinya berjalan-jalan. Menikmati waktu berdua bersama wanita yang telah mencuri hatinya adalah hal yang tak pernah terduga. Arsyan pikir, hanya Alisya yang mampu membuatnya jatuh cinta. Tetapi ternyata tidak. Aishla jauh lebih mampu membuatnya bertekuk lutut selepas malam yang membuatnya merenggut kesucian wanita tersebut.
"Mas, udah azan zuhur. Kita mampir ke masjid terdekat aja yuk!" ajak Aishla pada pria yang mematung di sebelahnya.
Arsyan mengubah raut terkejut di wajahnya. Dia terpaksa mengangguk dan mempersilakan istrinya melangkah lebih dulu. Tiba di parkiran taman, dia membukakan pintu mobil yang dibalas dengan senyuman manisnya.
"Terima kasih, Mas." Arsyan mengangguk dan segera memutari mobil. Kemudian, melajukannya menuju masjid terdekat.
Selama perjalanan, mereka saling terdiam. Dalam diamnya, Arsyan merasa sangat ketar-ketir. Ia tidak bisa sholat. Selain itu, dia juga lupa cara berwudhu. Sekarang, ia merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
"Mas Aishla duluan ya, mau pipis!" pamit Aishla melenggang pergi menuju kamar mandi masjid yang mereka kunjungi.
"Bagaimana ini? Gue ikut ke masjid atau nggak? Kalo iya, yang ada gue malu-maluin diri gue sendiri!" gerutunya memukul stir mobil. Ia merasa sangat frustasi. Harga dirinya dipertaruhkan di sini. Entah bagaimana jadinya, jika Aishla tahu jika dia tidak bisa sholat dan berwudhu.
Setelah bergelut dengan pikirannya, Arsyan pun memutuskan untuk menetap di dalam mobil. Berharap, jika istrinya tidak curiga. Suara iqamah membuat Arsyan menjatuhkan kepala pada stir mobil. Mencoba mengingat-ingat gerakan sholat.
"Kenapa gue nggak kepikiran ya!" pekik Arsyan merutuki kebodohannya. Dia tidak berpikir untuk mencari itu semua di internet.
Beberapa menit kemudian, dia dikejutkan oleh suara ketukan di jendela mobil. Dia bergegas mematikan video yang ditontonnya tadi. Sebuah senyuman menyambut kedatangan Aishla yang wajahnya tampak lebih bersinar. Sejenak, Arsyan terkesima. Dia tak pernah melihat wanita secantik istrinya.
"Rasanya, saya ingin mengurung kamu di dalam rumah dan nggak izinin kamu untuk keluar." Aishla melotot kala suaminya mulai mendekati wajahnya. Dengan cepat, dia menutup wajah Arsyan menggunakan telapak tangan.
"Mas jangan macam-macam ya! Array udah nunggu dijemput loh," ucapnya membuat Arsyan mencebikkan bibir.
Aishla terkekeh. Dia melirik suaminya yang tengah mengemudi mobil. Sejenak, dia tak menyangka jika Arsyan cepat membuka hati untuknya. Perlahan, dirinya menyandarkan kepala pada bahu suaminya. Dia tersenyum kecil saat Arsyan mengusap lembut puncak kepalanya.
"Mas nunggu lama ya? Aishla tadi ke toilet lagi pas habis sholat," tuturnya mendongak, menatap manik mata hitam suaminya.
Arsyan menggeleng pelan. "Nggak kok, Sayang."
Pipi Aishla bersemu merah. Wanita itu memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil. Dia merasa ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Arsyan yang menyadarinya pun langsung melepas tawa. Selama dirinya menjalin hubungan dengan Alyana dan Alisya, ia tak pernah melihat mereka tersipu malu seperti istrinya.
"Mas, itu Array!" pekik Aishla menunjuk putranya yang tengah berdiri di bawah sinar matahari. Arrayyan celingak-celinguk, mencari keberadaan kedua orangtuanya yang katanya akan menjemputnya. Namun, sudan lima belas menit dirinya menunggu, mereka tak kunjung memunculkan batang hidungnya.
Aishla berlari kecil menghampiri Arrayyan, kemudian mengelap peluh di pelipisnya. "Bunda kok lama banget jemputnya? Array udah nunggu lama tau!"
Arrayyan mengerucutkan bibir dan melipat kedua tangannya di depan dada. Untuk pertama kalinya, Aishla melihat anak itu merajuk seperti ini.
"Maafin Bunda ya, Sayang. Tadi, Bunda sama Papa sholat zuhur dulu." Merasa belum ada sahutan darinya, Aishla pun berinisiatif mengecup pipi kanannya. Arsyan yang menyaksikannya langsung berdecak sebal. "Udah ya, marahnya, 'kan udah Bunda cium."
Arrayyan masih bergeming di tempatnya. Aishla yang tak tega putranya terkena sinar matahari segera menggandeng tangannya. Arrayyan tak menolak. Anak itu ikut melangkah dengan tatapan yang tertuju pada wanita yang menyipitkan kedua matanya.
"Bunda duduk di belakang sama Array," pintanya menarik tangan sang ibunda. Arrayyan tak peduli dengan tatapan mengintimidasi yang menyergapnya. "Papa nggak usah kayak gitu, salah Papa sendiri yang lama nyetir mobilnya!"
"Array mau anggap Papa supir gitu?" ucap Arsyan menahan kesabaran. Hal yang paling dibencinya adalah saat putranya merajuk seperti ini.
Aishla menghela napas panjang. Untuk kali ini, dia akan menuruti keinginan Arrayyan sebagai penebus rasa bersalah. Arrayyan yang melihat ibundanya duduk di sebelahnya langsung menjulurkan lidah ke arah Arsyan yang mengepalkan kedua tangan.
"Array," tegurnya yang diabaikan oleh Arrayyan yang merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha Aishla sebagai bantal. Arsyan menggeram kesal. Lagi-lagi, ia dikalahkan oleh putranya sendiri yang tampaknya akan menjadikan istrinya sebagai hak milik.
"Bunda tau nggak sih, Array kepanasan. Semua temen-temen udah pada pulang. Sekolah juga udah sepi, Array takut Bunda lupa jemput. Makanya Array tunggu di pinggir jalan tadi," celotehnya membuat Aishla terkekeh. Ternyata, inilah sifat asli Arrayyan dibalik sifat dingin yang dulu ditunjukkannya.
"Derita kamu sendiri Ar. Udah tau jalanan macet, maunya cepet-cepet dijemput aja!" omel Arsyan mengeluarkan rasa unek-unek terhadap putranya sendiri.
Arrayyan melempar tatapan sengit pada pria yang berusaha memfokuskan dirinya untuk menyetir. "Dih, kok Papa yang sewot? Array nggak lagi ngomong sama Papa ya!"
Adu mulut diantara mereka terhenti kala Arsyan menghentikan laju mobil secara mendadak. Pria itu memicingkan matanya ke arah seorang wanita yang berlari-lari seperti menghindari kejaran seseorang. Napasnya tercekat saat wanita tersebut menoleh ke belakang. Dia Alisya. Pengantin wanitanya yang hilang saat hari pernikahan. Dengan cepat, Arsyan keluar mobil. Dia hendak mengejar, namun sebuah tangan lebih dulu mencekalnya.
"Ada apa, Mas?" Aishla mengerutkan kening. Dia mengikuti arah pandang suaminya, tetapi tak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Arsyan menggeleng, lalu kembali masuk ke dalam mobil. Pikirannya masih tertuju pada Alisya. Tak mungkin, dirinya salah melihat. Dia tahu betul, postur tubuh wanita yang dulu sangat dicintainya.
"Papa, Array laper." Lamunan Arsyan membuyar. Dia melirik putra semata wayangnya yang sudah merubah posisi menjadi duduk. Sejak tadi, dirinya hanya diam dengan tatapan kosong. Aishla tak berani bertanya. Wanita itu hanya diam, duduk di sebelah suaminya setelah disuruh oleh Arrayyan.
"Kita makan siang di restoran depan," cetusnya mulai melajukan mobil.
Sesampainya di restoran, Arsyan tak kunjung turun. Aishla yang menyadari keanehan sikap suaminya pun memberanikan diri untuk menggenggam tangannya.
"Ada apa, Mas? Aishla buat salah ya? Kalo gitu, Aishla minta—" ucap Aishla terpotong saat Arsyan menempelkan jari telunjuk di bibirnya.
"Nggak papa, kita turun ya! Array udah turun duluan, tuh!" Arsyan mengangkat dagu ke arah putranya yang memasang raut cemberut.
Arrayyan menghentakkan kakinya, lalu menggedor kaca jendela mobil. "Papa! Bunda! Cepetan! Array udah laper, jangan sampe Array pingsan di sini!!!"
Sejak hubungan mereka menjadi baik, Arrayyan tampak begitu cerewet dan Arsyan yang tak mau jauh dari istrinya. Aishla hanya bisa bersabar dan bersyukur akan hal tersebut.
"Tinggal pingsan aja, Ar. Biar Papa bisa berduaan dengan Bunda kamu," celetuk Arsyan yang langsung mendapat pelototan dari putranya dan cubitan dari istrinya.
Halo....
Maaf banget, aku baru update🙏🙏🙏
Karena aku nggak punya stok, aku selalu dadakan nulis, jadi mohon dimaafkan ya kalo aku lama banget update nya. Selain sibuk, aku juga harus ngumpulin mood untuk nulis....
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...