Kesialan telah menimpa pria yang hanya bisa menyaksikan istrinya dimonopoli oleh dua anak laki-laki. Sepanjang hari ini, Aishla mengabaikannya dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama dua putranya. Dia merasa sangat tersaingi. Menghadapi Arrayyan saja sudah cukup sulit, kini ditambah dengan Alfi yang terus menempeli istrinya.
"Bunda, Array laper." Arrayyan menutup buku pelajarannya. Dia menoleh ke arah sang ibunda yang tengah membantu Alfi mengerjakan tugas sekolah.
Aishla mengelus puncak kepala Arrayyan. "Bereskan dulu buku-bukunya ya, Bunda siapin peralatan makan dulu."
Setelah kepergian dua anak laki-laki itu, Arsyan menyusul istrinya. Aishla terkekeh melihat kelakuan sang suami yang mengekorinya ke dapur hingga kembali ke ruang makan. Sudut bibir Arsyan tertarik saat Aishla menyuruhnya untuk duduk. Wanita tersebut menyajikan sepiring nasi serta lauk-pauk padanya.
"Makan dulu, Mas. Dari pagi Mas belum makan apa-apa, loh." Aishla menuangkan segelas air, lalu diletakkan di samping piring suaminya.
"Sudah makan hati saya dari pagi," rajuk Arsyan melipat kedua tangannya di depan dada.
Kedatangan dua putra mereka membuat Arsyan gagal merajuk. Pria itu menunjukkan senyum terbaiknya pada Arrayyan dan Alfi. Anak yang meminta disuapi oleh wanita yang dicintainya. Arsyan sudah menyuruh mereka untuk makan sendiri, tetapi Aishla malah menuruti permintaan keduanya.
Suasana hati Arsyan semakin memburuk. Dia menyendiri di ruang kerja. Aishla yang tersadar bahwa suaminya merajuk sejak kehadiran Alfi dibuat ketar-ketir. Dua putranya sama sekali tak ingin ditinggal. Arrayyan dan Alfi memintanya untuk menemani bermain bola di halaman samping rumah. Tak ada kesempatan untuk melarikan diri dan mendatangi suaminya. Dia hanya bisa berdoa jika masa merajuk Arsyan tak berkepanjangan.
"Paman Arvan!" teriak Arrayyan berlari menghampiri sang paman yang merentangkan kedua tangan, menyambutnya ke dalam pelukan hangat.
Arvan menggandeng tangan mungil keponakannya menghampiri Alfi yang tersenyum lebar. Anak itu tertawa saat arvan mencubit gemas kedua pipi tirusnya. Aishla yang tak ingin membuang kesempatan, bergegas berpamitan masuk ke dalam rumah.
"Bunda kamu kenapa buru-buru, Ar?" tanya Arvan memandang heran kepergian sang kakak ipar.
Arrayyan mengedikkan bahunya tak acuh. "Nggak tau. Mau pipis kali, Paman."
Suara pintu terbuka diabaikan oleh Arsyan yang tidur pura-pura. Pria itu merapatkan pelukannya pada bantal guling. Dia merasa ada sepasang mata yang menatapnya dalam diam. Arsyan segera mencekal pergelangan tangan wanita yang hendak meninggalkannya. Aishla terpekik saat seseorang menariknya. Ia memukul dada bidang sang suami. Karena ulahnya, membuat dia jatuh menindih tubuh pria tersebut.
"Lepasin, Mas!" Aishla berusaha bangkit, tetapi Arsyan malah melingkarkan kedua tangan di pinggangnya.
"Temenin saya tidur, La. Hari ini, kamu nggak ada waktu berdua dengan saya," pinta Arsyan membaringkan tubuh sang istri di sampingnya.
Aishla memutar bola matanya jengah. "Udah jam lima sore, Mas. Nggak boleh tidur."
Tanpa peduli pada peringatan istrinya, Arsyan justru memejam kedua mata dengan menjadikan Aishla sebagai pengganti bantal gulingnya yang sudah tergeletak mengenaskan di lantai akibat tendangan mautnya. Sementara Aishla hanya bisa berpasrah. Wanita itu tahu, jika suaminya kembali berpura-pura tidur.
"Bang Arsyan! Anak-anak dibawa gue, ya!" teriak Arvan kencang.
Lelaki itu enggan mencari keberadaan sang kakak yang diduganya tengah bermesraan dengan kakak iparnya. Arrayyan dan Alfi meminta berjalan-jalan. Dua anak itu ingin dibelikan mainan olehnya. Arvan yang sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama pun, akhirnya menyetujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...