Arrayyan menepis kasar tangan wanita yang hendak memeluknya. Dia melangkah mundur, tetapi dicekal oleh Alfi. Anak itu menyuruh sang asisten rumah tangga untuk mengunci pintu utama. Arrayyan tidak boleh pergi sebelum mendengar penjelasan dari mereka.
"LEPASKAN AKU!!" bentaknya mencoba melepas cekalan tangan Alfi yang begitu erat.
"Kamu yang tenang, Ar. Kami akan jelaskan semuanya," ujar Alfi yang dibalas dengan tatapan tajam.
"Nggak perlu. Sekarang dia udah jadi Bunda kamu, 'kan?" Arrayyan terkekeh. Dia menunjuk wanita yang sejak tadi terdiam mendengarkan perdebatan di antara dua putranya.
"Bunda kita, Ar. Bunda kita berdua," sela Alfi menatap lamat wajah sahabatnya yang merah padam.
Arrayyan menjatuhkan dirinya di lantai yang dingin. Niat hati untuk menegur Alfi untuk tidak peduli padanya, malah dia mendapat kejutan yang luar biasa. Dan kini, dia tidak dibiarkan pergi. Terkurung di dalam bangunan bersama sahabat dan wanita yang hampir membuatnya hilang akal.
"Dengarkan aku baik-baik," tutur Alfi lembut.
Putra Abi itu berjongkok di sisi Arrayyan. Dia menepuk pundak sang sahabat dan menatapnya dalam. Alfi dapat melihat kesedihan mendalam melalui sorot matanya yang sayu. Namun, dia melakukan semua ini karena suatu hal dan sekarang dirinya akan memberi penjelasan.
"Apa yang harus aku dengar?! Kamu merebut Bunda Aishla dariku, Fi!! Kau jahat!" teriak Arrayyan meluapkan rasa kekecewaan.
Aishla berjalan melewati gang-gang kecil. Dia tempat mana yang harus ditujunya. Perasaannya begitu kacau. Dia terus melangkah hingga tak menyadari jika ada sepasang mata yang sejak tadi mengintai. Tepat di tikungan gang, dia dikejutkan oleh sosok berbaju hitam yang langsung menodongkan pisau ke arahnya.
"Jangan berteriak atau pisau ini akan menusuk perutmu," ancam sosok tersebut yang diduga adalah seorang wanita.
"A-apa yang kamu inginkan?" tanya Aishla di tengah rasa ketakutan yang menguasai diri.
Melihat wajah wanita berjilbab yang sudah pucat pasi, membuatnya merasa sangat puas. Dia mendorong tubuh Aishla hingga terdesak pada tembok. Lalu mengarahkan pisau di lehernya yang tertutup oleh kain penutup kepala.
"Gue pengen lo pergi dari kehidupan Arsyan!" desisnya seraya merogoh saku celana dan menunjukkan sebuah video di ponsel pada Aishla yang terbelalak. "Lo tau siapa anak itu? Kalo lo nggak setuju, gue bakal suruh dia nembak Arrayyan kesayangan lo."
Tubuh Aishla melemas. Jantungnya berdebar kencang melihat senjata api yang mengarah pada putranya yang terduduk di teras rumah. Dia tidak tahu, siapa wanita yang mengancamnya. Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, selain menuruti keinginan wanita tersebut.
"Ja-jangan lukain Array, aku mohon! Aku janji akan pergi dari kehidupan Mas Arsyan, asal kamu juga janji nggak akan lukain putraku."
Wanita itu terkekeh. Ia mengangguk-anggukan kepalanya seraya menarik pisau dari leher Aishla. "Ah, oke. Gue nggak akan lukain putra lo. Tapi gue nggak janji untuk nggak lukain lo!"
Dengan gerakan cepat wanita itu menusuk lengan kanan Aishla sebanyak dua kali, kemudian pergi meninggalkan Aishla yang meluruh di tanah. Wanita itu memegangi luka tusuknya. Dia menitikkan air mata karena tak kuasa menahan rasa sakit. Pandangannya mulai mengabur. Akan tetapi, dia tidak bisa berada di gang yang sepi ini. Aishla menggunakan sisa tenaga yang dimiliki untuk berjalan menuju jalan raya. Dia bersandar pada tiang listrik. Mencoba menjaga kesadaran saat semuanya terlihat gelap.
"Papi! Kenapa lewat sini, sih? Kenapa nggak lewat jalan raya aja?" protes seorang anak pada papinya yang baru memiliki waktu untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Kamu jangan cerewet deh, Fi. Papi ambil jalan ini biar cepet sampe," jawab Abi melirik ke arah sang putra yang mencebikkan bibir kesal.
Alfi menyipitkan mata saat melihat sosok wanita berjilbab yang tidak asing baginya. Seketika, dia membulatkan mata saat wanita tersebut mendongakkan kepala. Wanita itu adalah bundanya, bunda Aishla.
"Papi berhenti! Itu Bunda Aishla terluka!!" pekik Alfi membuat sang papi langsung menginjak pedal rem.
Abi terburu-buru keluar dari mobil. Dia melepas dasi di lehernya dan melilitkannya pada luka di lengan Aishla. Wanita yang akhirnya kehilangan kesadaran. Dengan amat terpaksa, Abi menggendong tubuh istri sahabatnya.
"Alfi yang tenang, jangan buat Papi nggak fokus nyetir kalo Alfi nangis kayak gini," ujar Abi pada putranya yang langsung menghentikan isak tangis.
Selama dua minggu lamanya, Aishla dirawat di rumah sakit. Wanita itu meminta pada Abi dan Alfi untuk merahasiakan keberadaannya, jika tidak Arrayyan tak akan selamat. Dia sudah bercerita tentang sosok yang mengancamnya hingga mengalami syok berat. Karena kejadian itu, Aishla memiliki trauma pada pisau. Namun, setelah keluar dari rumah sakit dan tinggal di rumah Abi, dia mulai melawan rasa trauma itu selama satu minggu lamanya. Dia melakukan hal tersebut demi memasakkan makanan untuk Alfi yang tinggal di rumah ini bersamanya. Sementara Abi terpaksa tinggal di apartemen.
Aishla menggelengkan kepala guna mengusir ingatan buruk yang terkadang menghantuinya. Dia terkesiap saat tak menemukan keberadaan dua putranya. Suara isak tangis dari arah samping rumah, membuat Aishla segera melangkah mendekat. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat rasa pusing mendera kepalanya.
"Bunda bersembunyi demi menyelamatkan kamu, Ar. Bunda juga nggak mau ganggu kebahagiaan kalian dengan tante Alisya," jelas Alfi memasang wajah murung.
Alfi mengetahui latar belakang pernikahan orangtua sahabatnya. Dia tak sengaja mendengar pembicaraan sang papi dan bundanya saat di rumah sakit. Kembalinya Alisya telah mengguncangkan kehidupan rumah tangga Aishla. Wanita yang cukup sadar diri jika dibandingkan dengan sosok wanita seperti mantan calon istri Arsyan.
"Dokter bilang, bunda nggak boleh banyak pikiran. Aku juga sering bujuk bunda untuk ketemu kamu. Dua kali kita coba, tapi kita selalu liat kamu, om Arsyan, dan Tante Alisya lagi habisin waktu bersama. Sejak itu, bunda sering menolak ajakan aku, Ar. Bunda terlalu kecewa kalo harus hadepin kenyataan bahwa om Arsyan lebih milih tante Alisya," sambung Alfi menatap lurus ke depan. Menerawang kejadian yang mampu menggoreskan luka di hati sang bunda saat melihat kebersamaan mereka.
"Aku yakin, orang yang mengancam bunda Aishla adalah tante Alisya," tuduhnya memicingkan mata menatap Arrayyan yang mengepalkan kedua tangan.
"Kamu jangan asal menuduh! Mama Alisya tidak jahat, Fi!" bentak Arrayyan membuat sahabatnya terkekeh.
Alfi sangat menyayangi sosok wanita lemah lembut dan penuh kasih seperti Aishla. Dia tidak terima saat bundanya disakiti oleh seseorang. Dia juga tak tega melihat kondisi bundanya yang memburuk setelah kejadian itu. Dia mengingat jelas wajah pucat Aishla yang selalu membuatnya menangis. Alfi takut kehilangan orang yang disayanginya. Akan tetapi, dia tidak akan egois. Sejak awal, Aishla adalah milik Arrayyan. Dia merasa cukup bersyukur, karena mereka menerimanya untuk merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Kamu nggak punya bukti untuk menuduh Mama Alisya! Aku kecewa padamu, Alfi." Sorot mata kecewa menyergap Alfi yang bergeming di tempat. Arrayyan berdiri membelakangi sahabatnya. Dia tidak menyangka, jika Alfi dengan mudahnya menuduh wanita yang sempat menjadi calon mamanya. Meski takdir tak merestui, dia cukup mengenali sosok Alisya. Wanita yang tidak akan memaksa kehendak bilamana semesta tak berpihak padanya.
"Aku juga kecewa karena kamu nggak kasih tau kalo selama ini bunda tinggal di sini. Aku benci kamu, Fi! Kamu jahat! Kamu egois! Asal kamu tau, mama Alisya akan menikah dengan paman Arvan! Dia nggak akan merebut papa dari bunda!!" pekik Arrayyan dengan dada naik-turun.
Alfi terperangah. Dia menatap tak percaya ke arah sahabatnya. "A-apa?"
Waduh, udah mau nikah aja nih mereka!!
Lanjut????
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...