Salah satu hal tersulit dalam hidup seorang Arsyan adalah membujuk wanita yang tengah merajuk. Dia mengakui kesalahannya hingga Aishla berpuasa bicara sampai saat ini. Senyum meneduhkan yang senantiasa menghiasi wajahnya, kini tak terlihat lagi. Anak-anak pun keheranan akan perubahan sikap sang bunda yang menjadi lebih pendiam dari biasanya.
"Array, Bunda lagi sariawan atau sakit gigi?" tanya Alfi berbisik.
Arrayyan menggeleng pelan dengan tatapan yang tertuju pada seorang wanita yang tengah berkutat di dapur bersama asisten rumah tangga di rumah ini. "Bukan, Fi. Kayaknya gara-gara papa."
Alfi mendengkus sebal, kemudian melirik sinis ke arah pria yang duduk berhadapan dengan mereka di ruang makan ini. Kehadiran Arsyan telah membuatnya kesal. Dia menduga bahwa pria itu menerobos masuk melalui pintu rahasia di rumahnya. Merasa diperhatikan oleh sepasang mata, Arsyan pun mengalihkan pandangan dari sang istri. Keningnya mengerut melihat wajah Alfi yang tak sedap dipandang itu.
"Bunda, kita makan di luar aja, yuk!" ajak Arrayyan membuat Aishla langsung menoleh ke sumber suara.
Aishla menatap lamat wajah putranya. Dia mengangkat sebelah alis saat Arrayyan menunjuk Alfi yang memanyunkan bibir sambil bersedekap dada. Sementara pria yang tidak diharapkan kehadirannya itu tampak sibuk dengan bermain ponsel.
"Pelan-pelan," gumam Arrayyan saat mereka mendapat interupsi dari sang bunda untuk pergi dari ruang makan tanpa menimbulkan suara.
Tujuan utama mereka yang ingin mencari sarapan di luar terpaksa gagal. Mereka diseret oleh seorang duda abadi yang tiba-tiba muncul di luar gerbang. Karena Arsyan sudah mengetahui letak keberadaan Aishla di rumahnya, membuat Abi memiliki sebuah rencana. Yaitu, menempatkan wanita berbadan dua tersebut di apartemen miliknya. Sementara dia akan tinggal di apartemen lain.
"Papi ngapain bawa kita ke sini, sih? Kita ini mau makan bubur ayam mang Akil tau!" protes Alfi saat tiba di rumah kedua sang papi.
"Iya Om Abi. Kasian Bunda, udah kelaparan," sambung Arrayyan membuat Aishla melotot.
Rasa kesal sebab tak terima dijadikan kambing hitam oleh putranya yang lapar, seketika sirna saat bunyi perut nyaring terdengar. Aishla menggigit bibir seraya menundukkan kepala. Suara tawa yang menggelegar membuatnya semakin merasa malu. Seharusnya, dia tidak menuruti keinginan Arrayyan hingga terjebak dalam situasi memalukan seperti ini.
"Ada apa ini, Abi? Kok ribut sekali?" teriak seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri mereka.
"GRANDMA!!!" Alfi berhambur memeluk sang grandma. Wajah anak itu tampak berseri. Tanpa sadar, Aishla dan putranya menarik sudut bibir. Untuk kali pertama, mereka menyaksikan Alfi yang begitu gembira.
Seusai berpelukan, Abi menggiring semua orang menuju ruang makan. Mereka mulai menempati kursi yang ada. Abi tidak bisa ikut sarapan pagi ini. Rasa sakit saat mengunyah membuatnya amat tersiksa. Di dalam hati, dia mengumpati suami dari Aishla itu. Pukulan Arsyan di wajahnya tidak main-main. Jika bukan karena paksaan sang mama yang menyuruhnya menjemput Alfi, dia tak akan mau keluar kamar barang sejengkal pun.
"Alfi mau ikut Grandma?" tanya Anindita menatap wajah cucunya.
Alfi terdiam sejenak. Dia menoleh ke arah sang grandma, lalu beralih pada Aishla yang memakan sarapannya dengan khidmat. Begitu juga dengan Arrayyan. Anak itu merasa sedikit canggung akan kehadiran nenek dari sahabatnya.
"Alfi di sini aja sama Bunda."
Anindita memaksakan senyum di wajahnya yang mulai menua. Untuk kesekian kali, Alfi menolak ajakannya. Abi yang merasa jika mamanya merasa sedih, segera menggenggam tangan wanita yang amat dicintai. Dia dan sang mama sangat tahu alasan penolakan yang dilontarkan oleh Alfi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...