24. Bunda Alfi

4.8K 267 7
                                    

Arvan berjalan lunglai memasuki rumah yang sudah dua hari tak dipijaknya. Dia tersenyum getir melihat sang kakak yang tengah bersenda gurau dengan kakak iparnya. Keberadaan Alisya masih dirahasiakan. Tak ada seorang pun yang tahu. Gadis itu masih memulihkan tubuh di hotel yang disewanya.

"Loh, Arvan?" pekik Aishla terkejut dengan kehadiran sang adik ipar.

Arsyan memicingkan mata saat Arvan hanya melewati mereka tanpa menyapa. Merasakan tatapan seseorang yang mengarah padanya, dia  pun menoleh dan mendapati sang istri yang mengangkat sebelah alis, seolah bertanya tentang apa yang terjadi padanya.

"Bunda!!" teriak Arrayyan berlari menghampiri mereka.

Tampak, Arsyan menghela napas. Pria itu melirik sinis ke arah sang putra yang memeluk kaki istrinya. Di hari minggu ini, dia berencana untuk menghabiskan waktu bersama Aishla. Namun, sepertinya terancam gagal akibat permintaan Arrayyan yang mulai bersikap manja.

"Ayo Bunda, temani Array kerja kelompok," bujuknya.

"Array sendiri aja ya, 'kan deket kerja kelompoknya di rumah Aqila," sahut Aishla saat suaminya mengerlingkan mata padanya.

Arrayyan memanyunkan bibir. Anak itu menundukkan kepala, merasa sedih atas penolakan halus sang bunda. Aishla yang tidak tega pun menatap penuh permohonan pada Arsyan, berharap pria tersebut mengizinkannya untuk menemani putra mereka mengerjakan tugas kelompok.

"Mas," panggilnya mengelus lembut lengan Arsyan yang mencebikkan bibir. "Temani Array saja sana, saya ingin pergi mancing dengan Arvan."

Dua orang yang disayanginya sama-sama merajuk membuat Aishla merasa pening. Dia menatap suami dan putranya bergantian. Arsyan telah beranjak meninggalkan mereka, sedangkan Arrayyan duduk sambil menopang dagu.

"Ayo berangkat, Bunda temani," ajaknya pada Arrayyan yang bergeming. "Array..."

"Array sendiri saja! Array nggak mau diomelin Papa nantinya," cetusnya bangkit dari duduk dan melangkah keluar rumah.

Aishla menghela napas panjang. Kemudian, menyusul putranya. Dia terkekeh melihat Arrayyan yang berjalan sambil menghentakkan kakinya di aspal. Mulut yang semula jarang berbicara, kini tampak terus berkomat-kamit. Terpaan sinar matahari membuat wajahnya memerah yang tercampur oleh rasa kesal.

"Array! Tungguin, Bunda!" pekik Aishla mempercepat langkah kakinya. Wanita itu sedikit mengangkat gamis yang dikenakan agar mempermudah kakinya melangkah.

Arrayyan memutar tubuhnya ke belakang. Diam-diam, dia menarik sudut bibir menatap bundanya yang tersengal-sengal. Sentuhan lembut di tangannya membuat Arrayyan mendongak. Wanita yang awalnya tak diterima kehadirannya sekarang telah menjadi orang terpenting dalam hidupnya.

"Nanti Bunda tunggu sampai Array selesai?" tanya Aishla dibalas anggukan olehnya.

Di depan sebuah rumah mewah mereka menghentikan langkah. Aishla menggigit bibir, merasa gugup untuk memijakkan kaki di sana. Tarikan pelan di tangannya berhasil membuyarkan lamunan Aishla. Akhirnya, wanita itu pun memberanikan diri memasuki pekarangan rumah teman putranya itu.

Sudut bibir Aishla tertarik saat seorang anak laki-laki berteriak sambil melambaikan tangan pada mereka. Sementara Arrayyan hanya memasang wajah datar. Dia terlupa jika sahabatnya yang sangat mendambakan sang bunda berada satu kelompok dengannya.

"Halo Alfi," sapa Aishla ramah.

Alfi tak bisa lagi menyembunyikan senyum di wajahnya. Untuk pertama kalinya, dia disapa oleh ibu sambung sahabatnya. "Halo juga Bundanya Array."

Tatapan tajam menyergap Alfi yang memepetkan tubuh pada Arrayyan. Aishla yang menyaksikan berusaha menahan tawa, menyadari kekesalan putranya.

"Array, kamu 'kan sahabatku, berarti Bunda kamu Bunda aku juga, kan?" cetusnya membuat kepalan tangan Arrayyan semakin erat.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang