07. Array Sakit

7.4K 339 7
                                    

Sudah dua minggu lamanya, Arsyan tak pulang ke rumah. Membuat Aishla ketar-ketir setiap kali putranya menanyakan tentang sang Papa. Meskipun Arrayyan tak langsung bertanya padanya. Melainkan melalui asisten rumah tangga yang akan bekerja dua hari sekali di kediaman Arkatama. Aishla dan Anatasya sudah mencoba menghubungi nomor pria itu. Namun, tak aktif sama sekali. Membuat Arrayyan selalu tampak murung dan menyendiri. Aishla tak menyerah untuk memposisikan dirinya sebagai seorang ibu. Dia akan tetap berjuang, sampai Arrayyan menerimanya.

"Array sudah pulang? Yuk, makan dulu, Nak. Bunda baru aja selesai masak." ucap Aishla pada putranya yang berjalan gontai menuju arah tangga. Segera, dia menghampiri dan mencekal tangannya. Arrayyan berbalik dengan tubuh lemasnya. Anak laki-laki itu menatap sendu ke arah sang Bunda. Tubuhnya merasa tidak enak sejak berada di sekolah dan untungnya, jam pulang dipercepat karena guru-guru akan mengadakan rapat.

"Lepas! Kamu bukan Bunda Array!!" ucapnya lemah, yang kemudian jatuh ke dalam pelukan Aishla. Membuat gadis itu terkejut. Dia menyentuh kening putranya yang terasa sangat panas. Tanpa banyak berpikir lagi, Aishla pun menggendong tubuhnya menuju kamar. Setibanya, dia melepas tas, sepatu, kaos kaki, dan pakaian seragam Arrayyan. Aishla tak pernah merasa secemas sekarang. Perlahan, ia membuka kancing seragam putranya dengan air mata tertahan.

"Ya Allah... Kenapa bisa sepanas ini?!" lirihnya sembari meraih ponsel untuk menghubungi Arsyan. Pria yang selama ini membuatnya gundah karena Arrayyan terus menanyakannya.

"Pak Arsyan kemana sih? Kenapa nggak diangkat-angkat?!"

Ada perasaan lega yang menghinggapi hati Aishla. Karena nomor pria itu sudah aktif dihubungi, namun sayangnya tak kunjung mengangkat panggilannya. Aishla pasrah, hingga memutuskan untuk mengirimkan pesan dan beranjak keluar kamar. Satu per satu, dia menuruni anak tangga. Tanpa sadar air matanya melolos. Meskipun tak pernah mendapat perlakuan baik dari putranya, Aishla telah lebih dulu menyayanginya.

"Bi! Bibi!! Aishla minta tolong siapin air kompresan. Array sakit, Bi." ujarnya pada wanita yang bekerja di kediaman Arkatama ini.

"Den, Array sakit, Nyonya?!" Aishla mengangguk pelan. Dengan cekatan, Bi Jumi menyiapkan air untuk mengompres tuan mudanya. Sedangkan Aishla, mencari-cari obat penurun panas. Tetapi, dia tidak menemukannya. Terpaksa, dirinya harus membeli ke apotek.

"Bi, Aishla mau beli obat ke apotek. Sekalian beli bubur buat Array. Bibi kompres Array dulu aja." tutur Aishla bergegas keluar rumah. Dia akan diantar oleh supir menuju apotek. Karena Anatasya tak membiarkannya pergi sendiri.

Melihat sang Nyonya yang berjalan tergesa-gesa, Pak Jamal langsung membukakan pintu mobil. Pria paruh baya itu sangat peka, jika Aishla tengah terburu-buru. Tanpa banyak bertanya, dia menyalakan mesin mobil dan melaju meninggalkan pekarangan rumah.

"Mau pergi kemana, Nyonya?" tanya Pak Jamal meliriknya sekilas.

"Ke apotek ya, Pak. Terus abis itu beli bubur." ucapnya terjeda. Aishla menyeka air matanya yang terus mendesak keluar. Dia tidak tahu, mengapa dirinya seperti itu hanya karena mengkhawatirkan kondisi putranya. "Array sakit, Pak... Aishla mau bawa Array ke Dokter, tapi belum ada persetujuan Pak Arsyan, hiks..." jelas Aishla tergugu. Dia tidak bisa mengambil keputusan sepihak. Bagaimanapun juga, Arsyan adalah ayah kandung putra tirinya.

"Den Array sudah biasa seperti itu, Nyonya. Setiap Pak Arsyan jarang pulang, Den Array sering sakit."

Aishla memejamkan matanya. Mungkin, menjadi Arrayyan tidaklah mudah. Ditinggal oleh ibu kandungnya, dan kini Arsyan yang jarang pulang ke rumah pasti membuatnya kepikiran. Setahu Aishla, keluarga Arkatama itu tinggal berjauhan dengan sanak-saudara. Membuat mereka jarang bertemu, jika tidak dalam acara penting tertentu.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang