23. Perasaan Arvan

6.2K 285 7
                                    

Keanehan sikap Arsyan masih berlanjut. Pria itu menjadi irit bicara kepada siapa pun dan memilih menghabiskan waktu di ruang kerja sampai waktu makan malam tiba.

Aishla menarik sudut bibir menyambut kedatangan suaminya yang tampak suntuk itu. Dia mengira Arsyan sibuk mengerjakan pekerjaan kantor di ruang kerjanya, namun pada kenyataannya pria tersebut terus memikirkan apa yang dilihatnya siang tadi.

"Sebentar ya Mas, aku panggil Array dulu." Aishla bergegas menuju kamar putranya. Dia kembali dengan menggandeng Array yang bercerita sepanjang jalan mengenai teman perempuannya. "Sudah dulu ya ceritanya, Array duduk dulu gih. Bunda siapin makanannya."

Arrayyan mengangguk patuh. Anak itu mendudukkan pantatnya di kursi dan menunggu sang ibunda menyajikan makanan di piringnya. Malam ini, hanya ada mereka bertiga di rumah. Anatasya masih berada di butik dan sepertinya akan menginap di sana.

"Masakan Aishla nggak enak ya, Mas?" tanya Aishla menatap sendu ke arah suaminya yang hanya mengaduk-aduk nasi dan lauk di piringnya.

"Enak kok, tapi lebih enak kalo disuapin kamu," celetuk Arsyan membuat istrinya tersipu.

Aishla menggeser kursi agar lebih dekat dengan sang suami, kemudian meraih piring Arsyan. Dengan telaten, dia menyuapi suaminya yang sedang ingin dimanja. 

"Bunda! Papa 'kan sudah besar, kenapa disuapin?!" teriak Arrayyan tak suka. Dia bangkit dan berdiri di tengah-tengah kedua orangtuanya. Lalu, mengambil alih piring di tangan Aishla. "Papa makan sendiri, biarin Bunda yang suapin Array!"

"Tuh, Mas, anaknya ngamuk," bisik Aishla terkekeh saat melewati suaminya. Ia berpindah duduk di sebelah Arrayyan agar lebih leluasa menyuapinya makan.

"Bunda, Array ada tugas sekolah." Arrayyan melirik sang ibunda yang tengah memakan makanannya disela menyuapinya.

Aishla mengangguk. "Nanti Bunda bantu kerjainnya ya."

Arrayyan bersorak kegirangan. Dia menjulurkan lidah ke arah sang Papa. Keberadaan Aishla telah memberi banyak kesenangan padanya. Salah satunya dibantu mengerjakan tugas sekolah. Karena Arsyan selalu menyuruh putranya mengerjakan segala hal sendiri, selain Arrayyan mampu dia juga ingin putranya mandiri.

"Nggak usah dibantu, La. Si Array cuma modus tuh, biar ditemenin kamu," tandas Arsyan yang langsung mendapat pelototan darinya.

"Nggak, Bun! Jangan percaya sama Papa. Array minta bantuan Bunda, karena Papa selalu sibuk sama kerjaan kantor." Raut wajah Arsyan berubah datar. Dia meminum air, kemudian beranjak dari ruang makan. Nasi dan lauk di piringnya sudah dihabiskan. Lama-lama berada di sana hanya akan berakhir pada pertengkaran keduanya.

Di dalam kamar, Aishla duduk di sebelah putranya. Yang dikatakan Arsyan sangatlah benar. Keberadaannya di sini hanya untuk menemaninya mengerjakan tugas. Arrayyan tergolong anak yang cerdas. Di mana anak seusianya akan diomeli habis-habisan untuk mengerjakan tugas, anak itu malah dengan semangat mengerjakannya.

"Memangnya, Array selalu kerjain pr sendiri?" tanya Aishla sedikit penasaran.

"Papa sibuk terus. Kalo Array nggak bisa kerjain, Array akan minta bantuan guru yang ada di tempat les," jawabnya mengerucutkan bibir, seolah merajuk atas kesibukan Arsyan.

Tangan Aishla terulur mengelus puncak kepalanya. "Array jangan marah gitu sama Papa. Papa kerja keras 'kan buat Array juga, biar Array bisa sekolah, makan, jajan, dan les. Jadi, jangan memojokkan Papa lagi ya! Sekarang 'kan, udah ada Bunda yang bakal luangin banyak waktu buat Array."

"Iya, Bunda." Arrayyan menutup buku dan membereskan alat tulisnya.

Aishla membantu putranya menyiapkan buku pelajaran untuk besok. Kemudian, membacakan dongeng sembari menunggu kantuk datang.

Setelah Arrayyan terlelap, Aishla pun beranjak menuju ruang kerja suaminya. Dia mengetuk pintu, kemudian membukanya. Sudut bibirnya tertarik melihat Arsyan yang tengah berkutat dengan laptopnya.

"Mas, mau Aishla buatin kopi?" tawarnya dibalas dehaman oleh pria tersebut.

Aishla kembali dengan secangkir kopi dan biskuit. Dia meletakkannya di atas meja. Tiba-tiba sebuah tangan menarik pinggangnya dan mendudukkan dirinya di atas pangkuan. Perhatian Arsyan telah beralih pada istrinya.

"Array sudah tidur?" tanyanya bergerak melepaskan hijab Aishla.

"Sudah." Tangan Aishla merebut ikat rambut di tangan suaminya. Arsyan, pria itu telah membuat rambut panjangnya tergerai indah.

Tubuh Aishla meremang kala Arsyan mendusel-dusel di cekuk lehernya. Ia memekik saat merasakan kecupan-kecupan di lehernya. Sontak, ia memukul paha Arsyan yang tergelak.

"La, aku pingin," ucapnya langsung menggendong Aishla ala bridal style. Dia membaringkan tubuh wanitanya di ranjang yang berada di ruang kerja ini. Tanpa membuang banyak waktu, dirinya langsung menerjang Aishla yang tampak pasrah.

****

Di sebuah kamar apartemen seorang lelaki memandang gadis yang tengah terlelap. Dia menyunggingkan sudut bibir membentuk senyuman tipis. Gadis yang dulu menjadi tambatan hatinya, kini berada di hadapannya setelah beberapa tahun tidak bertemu. Lebih tepatnya, dia yang menghindar dengan pergi ke luar negeri dan akan kembali ke tanah air setelah kakaknya melangsungkan pernikahan. Entah sebuah keberuntungan atau kesialan yang menimpa keluarganya. Arsyan yang gagal menikah dengan Alisya dan kemungkinan dapat memberinya kesempatan kedua untuk memiliki gadis itu.

"Van..." lirihnya membalas genggaman tangan mantan calon adik iparnya.

Arvan terkesiap. Dia bergegas membantunya untuk duduk. Kemudian, memberinya air minum. Tatapan kosong Alisya membuatnya sedikit tersentil. Gadis tersebut pasti tengah memikirkan kakaknya yang sudah beristri.

"Van, gue laper." Alisya menoleh ke samping. Dia memegangi perutnya yang keroncongan.

"Gue keluar sebentar," pamit Arvan keluar apartemen.

Lelaki itu membeli dua porsi bubur. Sekembalinya, dia dikejutkan oleh Alisya yang tidak ada di tempat tidur. Mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi membuatnya bernapas lega.

"Lis, gue udah beli bubur buat lo," ucapnya sambil mengetuk pintu kamar mandi.

Tak lama, Alisya muncul. Gadis itu mengambil beberapa tisu untuk mengelap wajahnya yang basah. Berada di atap yang sama dengan mantan calon adik iparnya, tak sedikit pun membuatnya takut. Arvan, lelaki baik-baik yang tak mungkin melakukan hal tidak senonoh padanya. Apalagi, dia adalah calon kakak iparnya. Tidak, melainkan mantan. Arsyan telah memiliki istri yang telah menggantikannya di hari pernikahan mereka.

"Thanks, udah nolongin gue." Alisya tersenyum samar. "Gue nggak tau, kalo nggak ketemu lo, gue pasti ketangkap sama anak buah Alyana."

Arvan tersenyum. Ia menarik tangan temannya untuk duduk di sofa dan memberikan bubur ayam padanya. Mereka makan dalam keadaan sunyi. Pikiran Alisya masih tertuju pada pria yang dicintainya. Pria satu-satunya yang telah memberi warna kehidupan padanya. Namun, karena ulah Alyana warna kehidupannya telah berubah abu. Arsyan telah bersanding dengan gadis pilihan ibunya.

"Kabar Arsyan gimana?" tanya Alisya memecah keheningan.

Kunyahan di mulut Arvan terhenti. Lelaki itu meraih air minumnya. Seketika, suasana hatinya memburuk saat gadis yang dicintai menanyakan kabar sang mantan calon suami.

"Bang Arsyan baik kok, Kak Aishla mengurusnya dengan sangat baik," jawabnya tanpa sadar telah menyebut pengantin pengganti kakak laki-lakinya. "So-Sorry, gue—"

"Nggak papa kali. Gue udah tau kok." Alisya memotong ucapannya.

"Lis, apa lo bakal balik ke kehidupan Abang gue?" Arvan menatap lekat manik mata gadis di sampingnya. "Gue mohon, keluarga Abang gue udah bahagia. Bukannya gue nggak peduli sama perasaan lo, tapi mereka udah bener-bener bahagia!"

Alisya tertawa kecil. Ia memalingkan wajah ke arah lain, kemudian beranjak menuju jendela. Sejak awal Arsyan miliknya. Mereka sudah merencanakan segala hal bersama. Sekali lagi, dia menekankan bahwa Aishla hanya seorang pengganti.

"Gue bakal kembali mengambil apa yang seharusnya milik gue, Van. Arsyan, satu-satunya alasan gue bertahan hidup seorang diri di sini." Napas Arvan tercekat. Dia tak mampu berkata-kata saat gadis itu masih memiliki rasa mendalam pada kakak laki-lakinya. Untuk kedua kali, dirinya dipatahkan oleh gadis yang selama ini bertahta di hatinya.





(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang