Malam ini, Aishla merasa sangat gugup. Dia harus meminta izin pada suaminya. Dia sudah berjanji akan hadir di acara rapat di sekolah Arrayyan. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia pun mengetuk pintu ruang kerja Arsyan. Tubuhnya tersentak saat melihat Arsyan bertelanjang dada. Aishla langsung menundukkan kepalanya. Membuat Arsyan merasa gemas. Mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri. Jadi, istrinya tak perlu merasa malu seperti itu.
"Masuk." ucapnya seraya menggandeng Aishla masuk ke dalam. Lagi-lagi, Aishla tersentak. Suaminya itu mendudukkan di atas pangkuan. Aishla bergerak gelisah, namun sebuah tangan yang melingkar diperutnya, membuat pergerakannya terhenti.
"Ma-Mas?" panggilnya merasa tidak nyaman dengan posisi mereka saat ini.
"Hm?" Arsyan mengangkat sebelah alis.
"Aku mau minta izin untuk ke sekolah Array besok." ucapnya sembari melepaskan tangan Arsyan dari perutnya. Arsyan yang merasa istrinya tidak nyaman dengan posisi mereka sekarang, memilih mengalah. Dia melirik ke arah Aishla yang kini sudah duduk disampingnya.
"Boleh, Mas?" Aishla menggigit bibir bawahnya. Dia menatap Arsyan yang beranjak menuju nakas, mengambil air minum.
"Nggak." jawabnya membuat Aishla tertunduk. Wanita itu tak bisa melawan sang suami, jika memang tak diizinkan untuk hadir. Namun, dia akan berusaha membujuknya hadir menggantikannya.
"Tapi, Mas mau 'kan, dateng gantiin Aishla?" tanyanya penuh harap.
"Nggak," jawab Arsyan membuat seorang wanita mengerucutkan bibir.
"Mas..." rengek Aishla yang tak mau mengecewakan putranya.
Arsyan terkekeh. "Nanti kita dateng sama-sama. Kebetulan, besok aku nggak ada kerjaan di kantor." ujarnya membuat wajah Aishla kembali cerah.
"Beneran?" Arsyan mengangguk pelan. Keberadaan sang adik akan dimanfaatkannya untuk mengurusi urusan perusahaan mereka di sini. Cukup selama beberapa tahun ini, Arvan mengurus cabang perusahaan di luar negeri.
Aishla mengucapkan banyak terimakasih pada suaminya. Ia yang tak sabar mengabarkan kabar baik ini kepada putranya, segera bangkit dari duduk. Namun, Arsyan mencekal pergelangan tangannya. "Ada apa, Mas?" tanyanya mengira jika suaminya menginginkan sesuatu, seperti kopi misalnya.
"Cuma terimakasih aja gitu? Nggak ada yang lain?" ucap Arsyan berusaha menggoda sang istri. "Kayak..." Arsyan menunjuk bibirnya menggunakan jari telunjuk. Tampak, Aishla menghela napas akan sikap mesum yang dimiliki suaminya itu.
"Mas mesum!" cibirnya langsung melarikan diri tepat saat Arsyan melepas cekalan tangan.
Arsyan tertawa kecil, lalu membuka lemari dan mengambil pakaian. Dia merebahkan tubuhnya di kasur, mengingat pertemuan pertama dengan seorang gadis yang sangat menjaga dirinya. Arsyan merasa sangat beruntung memiliki Aishla sebagai istrinya. Wanita tersebut mampu bersabar menghadapi sikapnya yang kala itu belum menerima kehadirannya.
Suara pintu tertutup berhasil membuyarkan lamunan Arsyan. Pria itu mengangkat dagu ke arah istrinya yang berjalan lunglai. Wajah berserinya telah berubah masam. Membuat Arsyan tak sabar ingin mencicipi bibir ranumnya.
"Pasti Array udah tidur 'kan?" terkanya yang dibalas anggukan kecil oleh Aishla.
"Tau ah, Aishla sebel. Padahal 'kan, Aishla nggak sabar banget mau kasih tau Array, kalo besok Papa dan Bundanya bakal dateng ke sekolah." Aishla menjatuhkan diri di sofa kamar. Dia melipat kedua tangannya di depan dada.
Arsyan menggelengkan kepala, merasa tak percaya mendapati sisi lain istrinya. "Udah, jangan kesel lagi. Lebih baik kita cari makan di luar. Saya lapar."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...