36. Pasrah

7.5K 256 35
                                    

Huueeekk huueekkk

Melihat wanita tercintanya memuntahkan isi perut, Arsyan segera mendekat. Dia hendak mengurut tengkuk sang istri. Namun, ditepis oleh Aishla yang menatapnya tajam. Aroma alkohol yang menyeruak membuat perut wanita itu mual hingga berakhir muntah-muntah.

"Jangan mendekat," peringat Aishla seraya menggelengkan kepala.

Dia memundurkan langkah menjauhi pria yang tak menggubrisnya. Rasa pening mendera kepala Aishla yang langsung berjongkok. Wanita tersebut menundukkan kepala dalam-dalam. Mencoba menahan desakan dua anak sungai di pelupuk matanya. Aishla tidak tahu alasan tepat dirinya menangis. Yang jelas, dia cukup kecewa kepada pria yang sayangnya adalah suaminya itu.

"Wah-wah!! Tega bener lo, Syan! Ummi Aishla gue, lo bikin nangis aja!!" celetuk Abi yang tiba bersama dua anak laki-laki yang segera ikut berjongkok di depan wanita yang dengan cepat mengusap jejak air matanya.

"Bunda kenapa? Apa Papa jahat sama Bunda? Kalo bener, Array bakal pukul Papa," tanya Arrayyan dengan suara bergetar.

"Jangan pukul doang, Ar. Sekalian kamu tendang aja. Aku ikhlas kok," timpal Alfi yang langsung mendapat tatapan tajam dari tuan Arkatama.

Abi tersenyum bangga. Ia memberikan dua jempol kepada putranya yang menyebalkan. "Lanjutkan, Nak. Papi bangga padamu."

Sementara Arvan yang menyaksikan dari kejauhan, merasa tak habis pikir. Abi memang tidak pernah berubah. Sikap kurang warasnya telah menurun pada Alfi. Sepertinya, dia harus menjauhkan sang keponakan dari anak duda abadi tersebut.

"Jadi, lo yang selama ini sembunyiin istri gue, Bi?!" bentak Arsyan dengan napas memburu.

Abi mengangguk beberapa kali. "Seperti yang lo duga. Gue berhasil, 'kan? Berhasil buat lo men—"

Bugh!

Bogeman mentah mendarat di wajah Abi yang tertawa kecil. Merasa diremehkan, Arsyan semakin naik pitam. Dia memukul pria berstatus duda itu tanpa ampun. Tak segan, Abi juga membalas setiap pukulan yang didapatinya. Di tengah perkelahian yang terjadi, Arrayyan dan Alfi mengedipkan mata berkali-kali. Mereka tak percaya bisa menyaksikan perkelahian secara langsung seperti ini. Aishla yang tersadar akan apa yang terjadi segera menutup mata mereka menggunakan dua telapak tangannya.

"Kak Aishla, ayo ke mobil. Arvan antar kalian pulang," ajak Arvan yang tiba-tiba muncul dari arah belakang.

Arrayyan yang merasa tidak asing dengan suara lelaki itu, menarik tangan sang bunda yang menutupi kedua matanya. Dia mengembangkan senyum melihat keberadaan Arvan yang merentangkan kedua tangan. Dengan semangat, Arrayyan berhambur memeluk pamannya. Tak mau pilih kasih, Arvan pun melambaikan satu tangan ke arah Alfi. Memberi isyarat pada anak duda abadi tersebut agar mendekat.

"Paman, ayo gendong kita berdua!" pinta Alfi cengengesan.

"Siap!" seru Arvan berancang menggendong kedua anak itu.

Tanpa memedulikan dua orang pria yang masih berkelahi dan menjadi tontonan orang sekitar, mereka pun beranjak dari sana. Aishla terpaksa ikut karena merasa kondisi kesehatan tubuhnya menurun. Dia harus segera beristirahat dan memulihkan kesehatannya kembali.

"Jangan dipikirin, Kak. Bang Arsyan emang sering berantem. Bapaknya Alfi pasti kondisinya bakal lebih parah dari suaminya Kak Aishla." Arvan terkekeh. Meski kemampuan beladiri Abi patut diacungi jempol, tetapi kemampuan Arsyan jauh lebih di atasnya. "Ada supirnya Bang Abi yang ngurus mereka. Kak Aishla jangan terlalu banyak pikiran. Pas sampe nanti, Kak Aishla langsung istirahat. Biar Arvan yang gendong anak-anak."

Arrayyan dan Alfi sudah terlelap. Mereka bersandar pada Aishla yang terus mengelus puncak kepala keduanya dengan sayang. Sesampainya di rumah Abi, Arvan menggendong mereka bergantian. Dia meletakkan keduanya di kamar dan ranjang yang sama sesuai perkataan Aishla. Selama ini, dua putranya memang tidur bersama. Terkadang, dia berada di tengah-tengah antara mereka.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang