06. Keberadaan Yang Tak Dianggap

6.4K 291 9
                                    

Pagi-pagi sekali, Aishla bangun dan langsung beranjak ke dapur. Dia menghela napas melihat tumpukan piring-piring kotor yang belum dicuci. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mencucinya. Melakukan pekerjaan rumah seperti ini adalah hal yang biasa dia lakukan. Sejenak, dirinya merasa bingung karena rumah ini tak ada seorang asisten rumah tangga. Meski hanya satu. Karena setahu dirinya, orang-orang kaya seperti mertua dan suaminya pasti memiliki banyak ART. 

Aishla tertawa kecil. Pantaskah, dia menganggap Arsyan Ayandra Arkatama sebagai suaminya? Mengingat mereka menikah hanya demi menyelamatkan reputasi keluarga ini dan cinta pria itu hanya diperuntukkan untuk mantan calon istrinya—Alisya. Aishla segera menepis rasa perih di hati yang menghinggapinya. Dia harus sadar diri, jika kehadirannya di keluarga Arkatama memang tak diharapkan. Dia hanya perlu berperan sebagai istri dan ibu yang baik untuk putra tirinya.

Setelah mengerjakan semua pekerjaan di dalam rumah, Aishla melangkah keluar setelah membuka kunci pintu utama. Ia merentangkan kedua tangan—menghirup udara segar di pagi ini. Senyumnya terpatri melihat banyak tanaman yang ditanam di halaman rumah. Melihat daun-daun kering yang berserakan, membuatnya segera mencari sapu ijuk. Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi dan Aishla sudah mengerjakan semuanya. Aishla terduduk di teras rumah seraya memikirkan menu makanan yang akan dimasaknya. Dia tak tahu makanan kesukaan Arsyan dan Arrayyan. Dia tak mau dicap sebagai istri durhaka jika melalaikan tugasnya.

"Bismillah, ayo Aishla, semangat!! Sekarang statusmu sudah berubah. Kamu sudah memiliki suami dan anak." ucapnya berusaha menyemangati dirinya sendiri. Walaupun sebenarnya, dia masih belum menerima. Menikah dengan seorang duda mesum seperti Arsyan bukanlah keinginannya. Tetapi, takdir telah mempersatukan mereka. Aishla akan menyiapkan diri jika suatu hari Arsyan akan berlaku mesum pada gadis yang telah menjadi istri sahnya ini.

Aroma harum yang berasal dari masakan seseorang membuat ketiga orang itu terbangun dari tidurnya. Mereka merasa penasaran terhadap siapa yang memasak sepagi ini. Arsyan dan putranya saling memandang. Keduanya masih terduduk di atas kasur.

"Papa, siapa yang memasak? Apa Bibi sudah datang sepagi ini? Atau Oma? Tapi, Oma 'kan nggak bisa masak, Pa!"

Arsyan tersadar. Jika yang memasak adalah gadis yang baru dinikahinya kemarin. Segera, dia menggendong Arrayyan dan melangkah lebar ke arah dapur untuk memastikan. Langkah kakinya terhenti melihat gadis yang memakai celemek tengah berkutat dengan peralatan dapur itu. Alisya sangat jauh berbeda dengan gadis dihadapannya. Alisya memang memiliki sifat keibuan, tetapi dia tidak bisa memasak seperti gadis di depannya.

"Ya ampun, Aishla! Kamu lagi ngapain?!" teriak Anatasya heboh. Wanita itu terperangah melihat rumahnya yang sudah bersih. Tak ada debu-debu yang menempel di lemari dan guci-guci, serta lantai rumah ini pun terlihat sangat kinclong.

Aishla berbalik dengan tangan yang masih memegang spatula. Dia mengerjap menyadari keberadaan suami dan putranya. "A-Aishla lagi masak, Bu." jawabnya.

Arrayyan meminta diturunkan dari gendongan sang Papa setelah Anatasya pergi. Anak laki-laki itu berjalan mendekati gadis yang telah merebut posisi wanita yang sudah dipanggilnya 'Mama'. Arsyan hanya mengamati, akan apa yang ingin dilakukan putranya itu. Hingga suara benda yang sengaja dijatuhkan membuat Aishla terperanjat kaget. Gadis itu terperangah melihat sayur yang telah dimasaknya tumpah ke lantai. Bersamaan dengan pecahnya mangkok. Dia langsung mematikan kompor dan bergegas menghampiri Arrayyan yang mematung.

"Kaki Array nggak papa?" tanya Aishla seraya membersihkan kuah sayur yang terciprat di kakinya. Dia takut putranya terluka karena sayur tersebut masih cukup panas.

Arrayyan melangkah mundur. "JANGAN SENTUH, ARRAY!!!" teriaknya kemudian berlari meninggalkan Aishla yang bergeming. Perlahan, gadis itu berdiri dan tak sengaja bertatapan dengan suaminya.

"Apa, keberadaanku benar-benar tak dianggap?" gumamnya menatap punggung Arsyan yang menjauh. Tanpa sadar, air matanya melolos. Selama hidupnya, Aishla tak pernah melihat kebencian yang begitu kentara kepada dirinya. Dan kini, pria itu dan putranya terlihat jelas bila membenci Aishla.

"Aishla! Kamu pake gamis Ibu dulu, nggak papa 'kan? Gamisnya masih baru kok! Belum Ibu pake." ucap Anatasya pada sang menantu yang diam-diam menyeka air matanya.

"I-Iya Bu, nggak papa. Kalo gitu, Aishla mandi dulu ya, Bu." sahutnya mengambil alih gamis serta jilbab dari tangan Anatasya.

Anatasya tersenyum. Dia merasa bahagia mendapatkan menantu idaman sepertinya. Setibanya di kamar, Aishla terduduk menunggu suaminya yang tengah membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, Arsyan keluar dengan bertelanjang dada. Aishla berusaha untuk tidak melihatnya. Dia berjalan menuju lemari. Bagaimanapun, dia harus menyiapkan pakaian yang akan dikenakan suaminya hari ini.

"Pa-Pak Arsyan mau pake baju, apa?" tanyanya gugup.

Arsyan tak menjawab. Dia menatap lekat-lekat wajah yang tertunduk itu. Dia tersenyum sinis, merasa jika gadis tersebut berusaha ingin menjadi istri yang melayani suaminya dengan baik. "Minggir! Saya bisa sendiri!!" usirnya membuat Aishla refleks menyingkir. Tak mau membuang kesempatan, Aishla meraih pakaian gantinya dan berlari ke kamar mandi. Tanpa menyadari, jika ada sepasang mata yang menyaksikan kedua pipi itu memerah seperti tomat.

Di dalam kamar, Arrayyan menatap kedua kakinya yang tadi disentuh oleh gadis yang telah menjadi ibundanya. Sewaktu di dapur, dia sengaja mendorong mangkok berisi sayur hingga terjatuh ke lantai. Dia pikir, gadis itu akan marah. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Aishla terlihat begitu khawatir. Sayangnya, Arrayyan tak menerimanya sebagai ibu. Karena hanya Alisya yang pantas menjadi Nyonya Arkatama.

"Kemana Mama Lisya pergi? Array kangen Mama." lirihnya mendekap erat mainan robot yang dulu diberikan oleh Alisya.

Aishla memejamkan matanya sesaat. Dia tak sengaja mendengar lirihan putranya. Jika tidak disuruh oleh Anastasya, dirinya tak akan mau menginjakkan kaki di kamar Arrayyan yang jelas-jelas membencinya. Tetapi, dia tidak boleh menyerah. Bagaimanapun juga, Arrayyan memang membutuhkan sesosok ibu di hidupnya.

"Array, sarapan dulu yuk, nak. Oma udah nunggu Array dari tadi." ucapnya lembut. Aishla berdiri di ambang pintu. Tak berani melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Arrayyan.

"PERGI! KAMU JAHAT!! KAMU REBUT POSISI MAMA ALISYA SEBAGAI IBU ARRAY!!!" teriaknya melempar bantal sofa ke arah Aishla yang langsung memundurkan langkah.

Aishla tidak merebut posisi wanita itu. Dia hanya menggantikan posisinya demi menyelamatkan reputasi keluarga ini. Dia sama sekali tak berminat untuk menjadi Nyonya Arkatama, apalagi menjadi istri dari seorang duda mesum sepertinya.

"Array, yang tenang ya, Sayang." ucapnya pada Arrayyan yang amarahnya tengah memburu. Anak laki-laki itu menatap nyalang ke arah gadis yang berjalan menghampiri. "Dengerin penjelasan aku ya?" lanjutnya yang mensejajarkan tubuh pada Arrayyan yang mengepalkan tangan erat-erat.

"Aku memang menikah dengan Pak Arsyan, tapi aku nggak akan merebut atau mengambil alih posisi Mbak Alisya di hati kalian. Aku hanya ingin menjadi ibu untuk kamu. Itu saja. Dan kalau, Mbak Alisya kembali, aku nggak akan ngelarang Pak Arsyan untuk menikahinya." Dada Aishla terasa sesak. Istri mana yang merelakan suaminya menikahi wanita lain? Aishla terpaksa. Dia hanya ingin memenangkan hati Arrayyan. Dia bisa melihat, jika Arrayyan sangat mengidam-idamkan kasih sayang seorang ibu. Meskipun tak tahu, alasan Arsyan dan mantan istrinya berpisah. Yang pasti ibu kandung Arrayyan masihlah hidup.

"PEMBOHONG!!!" bentak Arrayyan beranjak keluar kamar. Meninggalkan Aishla yang bersimpuh di lantai. Gadis itu tak menyadari, jika ada sepasang mata yang mengamatinya sejak tadi dan mendengar semua yang mereka ucapkan. Arsyan, pria berkepala tiga itu tersenyum samar sebelum pergi dari tempat persembunyiannya.







(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang