17. Berharap Lebih

6.5K 279 23
                                    

Keesokan harinya, Aishla terlambat bangun. Dia tidak mendapati Arsyan di sampingnya. Kilatan bayangan semalam, kembali terngiang. Tanpa sadar, pipinya bersemu merah. Arsyan melakukannya dengan lembut, seperti apa yang dikatakan pria itu.

"Astaghfirullah, aku harus cepet mandi." pekiknya berusaha bangkit. Dia meringis ketika merasakan sakit pada bagian bawahnya. Dengan susah payah, dia berjalan tertatih menuju kamar mandi.

Tok tok tok

Tubuh Aishla tersentak. Dia menggigit bibir bawahnya. Menunggu orang yang mengetuk pintu kamar mandi bersuara. Tetapi, tidak ada suara yang dia dengar selain gemericik air. Kemudian, Aishla pun memutuskan untuk membersihkan diri.

"Bi, jangan biarin Aishla keluar dari kamarnya." interupsi Arsyan setelah meletakkan sarapan pagi di atas meja kecil yang ada di kamarnya.

"Ba-Baik, Tuan."

Arrayyan bergegas memakai tas sekolahnya, lalu menyusul sang Papa yang sudah melangkah lebih dulu. Anak laki-laki itu merasa heran dengan sikap Papanya yang melarang Aishla keluar kamar. Apakah, gadis itu dihukum karena telah menghilangkan motor? Sepertinya tidak mungkin. Arsyan adalah pengusaha kaya raya. Kehilangan sebuah motor tak akan membuatnya rugi.

"Papa! Apa Papa hukum dia?"

"Nggak."

"Terus, kenapa Papa melarang dia keluar kamar? Papa kurung dia 'kan?"

Tak mungkin Arsyan memberitahukan alasan yang sebenarnya. Dia tahu, istrinya tengah merasa sakit. Oleh karena itu, dia melarangnya keluar kamar. Sejauh ini, Arsyan menarik kesimpulan jika istrinya sangatlah rajin. Aishla tak bisa diam, tangannya selalu mengerjakan sesuatu. Dan dirinya, tak mau Aishla banyak bergerak. Dia harap, istrinya mampu mengerti.

"Nggak, Sayang."

Wajah Arsyan berubah masam ketika melihat lelaki yang kemarin mengantar istri dan anaknya pulang. Mereka berpapasan, bersama dengan Arrayyan dan Aluna. Anak perempuan itu melambaikan tangan ke arah teman sekelasnya. Namun, tak mendapat respon apapun dari Arrayyan.

"Array, ayo kita bareng." ajak Aluna tersenyum manis padanya.

"Pa, Array ke kelas dulu." Arrayyan berpamitan. Begitu juga dengan Aluna yang berpamitan dengan sang Om.

Arjun menggaruk tengkuknya yang tak gatal mendapati tatapan maut dari pria yang ternyata adalah suami dari gadis pujaan hatinya. "Bang, gue duluan." ucapnya seraya membuka pintu mobil.

"Tunggu!"

Rasanya, jantung Arjun seperti berhenti berdetak. Arsyan sangat menyeramkan. Ia menyayangkan Aishla yang memiliki suami sepertinya.

"Jauhi istri saya!"

"I-Iya, Bang. Gue tau kok, kalo Aishla udah punya suami. Gue nggak bakal jadi pebinor."

"Bagus." serunya, kemudian masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Arjun yang tersenyum miris. Lelaki itu menyayangkan kisah cintanya yang tragis. Cinta yang tak pernah terungkap dan akan terus dikuburnya dalam-dalam.

****

Alyana memandang pantulan dirinya di depan cermin. Dia mengutuk Arsyan yang telah pergi meninggalkannya begitu saja. Membuatnya memilih pria lain untuk melakukan hal tersebut.

"Harus dengan rencana apa, agar aku bisa kembali dengan Arsyan?" gumamnya terus berpikir untuk menaklukkan hati mantan suaminya.

"Sial! Mengapa otakku menjadi beku hingga tak bisa berpikir seperti ini?" dumel Alyana memukul pelan kepalanya.

Berbeda dengan Alyana yang merasa frustasi, Alisya justru ingin tertawa mendengar kabar jika rencana wanita yang menyekapnya kembali gagal. Apalagi dengan rencana nekatnya. Dia mengenal baik sosok Arsyan yang tak akan melakukan hubungan badan dengan wanita yang bukan istrinya. Mengingat hal itu, membuat Alisya sedikit sedih. Dia tidak memungkiri, jika dirinya menginginkan hal yang sama dengan Alyana. Tetapi, Aishla tetap menjadi pemenangnya.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang