Beberapa hari yang lalu, Arvan dan Alisya menikah. Keduanya sepakat merahasiakan hal tersebut dari orang-orang, termasuk Arsyan. Hanya Anatasya yang tahu. Sebab Arvan yang sudah tak bisa menahan keinginan untuk memiliki Alisya seutuhnya.
Kini, keluarga Arkatama berkumpul di gazebo atas permintaan Aishla yang menuntut kejelasan tentang hubungan adik iparnya. Dia tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu-menahu seperti sebelumnya.
"Jadi, nanti tinggal acara resepsinya aja. Iya 'kan, Ma?" Arvan tersenyum jenaka ke arah sang mama yang menggelengkan kepala.
Anatasya tak mau terlibat dalam perbincangan saat ini. Dia lebih memilih bermain bersama cucunya. Sikap manja ditunjukkan Arrayyan, dengan meminta disuapi buah yang sudah diiris-iris oleh bi Jumi sambil bercerita tentang banyak hal. Sementara Alfi, memakan buah tersebut dalam diam. Anak itu terlalu sadar diri, jika dirinya hanyalah orang asing di keluarga Arkatama. Dia tidak memiliki hak untuk meminta diperlakukan sama seperti tuan muda di sini.
"Itu Alfi, 'kan? Anaknya pak Abimanyu?" tanya Alisya seraya menunjuk anak laki-laki yang duduk di samping mantan calon anaknya.
Arvan mengangguk pelan, lalu mencomot biskuit yang hendak dimakan oleh sang istri. "Iya, Yang. Mereka berdua udah kayak anak kembar. Kemana-mana berdua mulu."
Tiba-tiba, sentuhan lembut menggerayangi punggung Aishla. Sontak, Aishla pun menepis tangan yang lancang itu. Arvan yang menyaksikan keganasan sang kakak ipar pun tertawa puas. Menertawakan Arsyan yang kini tengah mengaduh kesakitan.
"La, sakit ini. Sampe merah." Arsyan memperlihatkan cap tangan istrinya. Dia tersenyum tipis saat raut wajah Aishla berubah menjadi cemas. Wanita itu bangkit dan menarik tangan suaminya yang dalam kondisi baik-baik saja.
"Maafin Aishla, Mas," ucap Aishla penuh sesal.
Tiba di ruang tengah, Arsyan menghentikan langkah. Dia menyentak tangan istrinya, kemudian melingkarkan kedua tangan di pinggang Aishla. Dia menyempatkan mengelus perut wanita yang memejamkan mata sejenak.
"Saya minta maaf. Saya mengaku salah. Saya berjanji tidak akan mabuk lagi, asalkan kamu selalu berada di sisi saya," bisik Arsyan. "Ayo, kita mulai dari awal lagi!"
Dari balik dinding, dua pasang mata menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. Seusai kepergian pasutri itu, keduanya keluar dari tempat persembunyian. Mereka saling memandang dan melempar senyum, kemudian menunjukkan kemesraan pada orang-orang rumah.
"Alfi, aku mau beli es krim. Ayo kita cari Papa," ajak Arrayyan pada sahabatnya yang termenung.
Mereka berdua masih berada di gazebo. Para orang dewasa telah kembali ke kamar masing-masing. Arrayyan yang melihat gelagat aneh Alfi, berinisiatif untuk menghiburnya. Dia berharap setelah menikmati es krim, Alfi akan ceria lagi.
"Aku tidak ingin, Ar," tolaknya membuat segurat senyum di wajah Arrayyan memudar.
"Ayolah, Fi!" Arrayyan menyeret tangan sang sahabat menuju kamar kedua orangtuanya. Tanpa mengetuk lebih dulu, anak itu membuka pintu kamar berwarna cokelat tersebut. Kedua matanya melotot melihat bundanya dimonopoli oleh sang papa.
"Papa!! Menjauh dari Bunda Array!!"
Alfi memandang nanar pemandangan di depannya. Terlihat, seorang ayah dan anak memperebutkan wanita yang disayangi. Dia tak seberuntung Arrayyan yang memiliki papa dan bunda yang amat mencintainya. Dia memang memiliki seorang papi. Akan tetapi, Abi sangat jarang meluangkan waktu dan menunjukkan kasih sayang kepada dirinya. Bolehkah, dia merasa iri pada sahabatnya sendiri?
"Maaf," gumam Alfi seraya menutup pintu dengan pelan.
Seharusnya, dia menyetujui ajakan sang oma hingga dirinya tak akan merasa sesak seperti ini. Suara gema tawa dari kamar bernuansa putih itu membuatnya menundukkan kepala dalam-dalam. Dia mendudukkan diri di bibir tangga sembari menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
SpiritualAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...