41. Aksi

2.2K 106 8
                                    

Tatapan tajam menyergap anak laki-laki yang sama sekali tak berani mengangkat kepalanya. Dia terpojok. Sang papa terlihat sangat marah dan sang bunda sejenak bungkam. Tak lama, wanita berbadan dua itu merengkuh tubuhnya. Air mata yang sejak tadi ditahan, akhirnya mengalir deras. Arrayyan menyesal. Amat menyesal telah menjadi penyebab kepergian anak malang bernama Alfi.

Suara pintu terbanting membuat Alfi terlonjak kaget. Dia mengerutkan kening melihat wajah merah padam sahabatnya. Saat Arrayyan melangkah mendekat, dia memaksakan diri untuk duduk. Seolah menyambut kedatangan Arrayyan yang jarang sekali mengunjunginya seorang diri.

"Kamu udah sembuh, 'kan?" Pertanyaan bernada sinis itu membuat Alfi terdiam sejenak. Manik matanya tak luput memandang Arrayyan yang kini berdiri di depannya. "Kalo udah, jangan nyusahin bunda Aishla lagi. Gara-gara kamu sakit, aku nggak diperhatiin lagi, Fi!"

Alfi meremas erat sprei bermotif doraemon dengan erat. Dia menyadari hal tersebut. Kedua orangtua Arrayyan begitu menyayanginya. Dia merasa bahwa dirinya adalah anak kandung di kediaman ini. Namun, keberadaannya telah mengancam posisi Arrayyan yang sebelumnya hidup berlimpah kasih sayang setelah sang papa menikahi wanita berhijab tersebut.

"Perhatian papa dan bunda selalu tertuju ke kamu. Aku nggak suka kamu rebut mereka dari aku!" teriak Arrayyan meluapkan emosinya.

"Aku minta maaf, Ar," ucap Alfi penuh sesal.

"Aku bakalan maafin kamu, kalo kamu pergi dari sini. Kalo bisa, nggak usah kembali. Papa Arsyan dan bunda Aishla hanya milik aku!!"

Tubuh Alfi menegang. Dia menatap tak percaya ke arah sahabatnya. Apakah, Arrayyan telah membencinya? Sahabat yang sudah dianggap sebagai saudara itu kini tidak lagi memancarkan sorot mata dan senyuman kehangatan kepadanya.

"Kamu keluar. Aku mau mandi," suruh Arrayyan, kemudian berlalu ke kamar mandi. Meninggalkan Alfi yang segera dari kamar ini.

"Papa nggak pernah mengajarkan kamu bersikap jahat seperti itu, Ar!" tegur Arsyan membuat sang putra semakin menenggelamkan kepada di cekuk leher Aishla. "Jujur aja, Papa sangat kecewa."

"Sekarang masuk ke kamar. Renungkan kesalahanmu. Jangan keluar sebelum ada izin dari Papa," tukas Arsyan membuat putranya terpaksa menjauhkan diri dari sang bunda.

"Mas!!" pekik Aishla menatap memelas ke arah suaminya.

Arsyan mengelus puncak kepala Aishla seraya tersenyum. "Biarin aja. Kamu juga masuk kamar sana, istirahat."

Tanpa banyak protes, Aishla bergegas meninggalkan pria yang memijit pelipisnya itu. Dia tidak akan pergi ke kamarnya, melainkan kamar Arrayyan. Dia menyadari jika Arrayyan melakukan kesalahan besar, tetapi dirinya dan Arsyan secara tidak langsung membuat putra mereka seperti itu. Arrayyan hanya ingin mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Anak itu takut jika Alfi merebut kedua orangtuanya.

"Satu masalah lagi yang harus cepet-cepet gue selesaikan," gumam Arsyan sembari melangkah menuju sebuah ruangan.

Ruangan yang di dalamnya terdapat sepasang suami-istri yang tengah berdebat. Suara pintu terbuka membuat mereka kompak bungkam. Sang wanita segera merapihkan rambutnya dengan menyelipkan anak rambut ke daun telinga, sedangkan sang pria memutar bola matanya jengah.

"Ada apa, Syan?" tanya Alisya lembut.

Wanita yang berstatus sebagai adik ipar Arsyan belum terbiasa memanggilnya dengan sebutan 'kakak' atau 'abang'. Arvan sudah pernah menasehati, tetapi wanita itu masih keras kepala juga. Melihat gelagat istrinya yang mencoba menarik perhatian sang kakak, membuat Arvan berdecak.

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," ujar Arsyan menatap Alisya yang tersenyum kecil.

"Tentang apa?" tanyanya antusias.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang