40. Keputusan

2.4K 106 18
                                    

"Lo ceroboh, Lis!" pekik seorang lelaki pada wanita yang dinikahi tanpa dasar cinta itu.

Alisya berdecak, lalu mengacak rambutnya frustasi. "Gue tau! Seenggaknya, Lala kesayangan lo nggak terluka."

"Iya, tapi Aishla masih syok gara-gara ulah lo." Arvan—pria tersebut mencoba menahan gejolak amarahnya. Jika tidak ada kesepakatan di antara mereka, dia pastikan sudah memberi pelajaran pada wanita yang terlihat tidak bersalah sama sekali atas apa yang dilakukannya.

Arvan dan Alisya sepakat memisahkan pasangan suami-istri tersebut. Namun, Arvan tak pernah terpikir untuk berbuat jahat pada keduanya. Dia akan mengambil kesempatan mendekati sang kakak ipar jika Arsyan kembali mengecewakan kakak iparnya. Akan tetapi, Alisya telah berbuat gegabah. Membuat Arvan merasa yakin atas keputusan yang akan diambilnya.

"Gue ke rumah sakit dulu. Lo jangan macem-macem lagi, inget!" pamit Arvan memeringati wanita yang memutar bola matanya malas.

"Iya! Iya! Udah sana pergi! Gue mau lanjut akting jadi adik ipar yang baik untuk jantung hati lo, Van," tukas Alisya seraya mendorong tubuh suaminya keluar dari kamar.

Setelah perdebatan singkat itu, Arvan meninggalkan kediaman menuju rumah sakit. Dia diminta untuk menjaga Alfi yang dirawat. Anak tersebut mengalami patah tulang di bagian kaki dan tangannya. Luka di kepala Alfi pun cukup serius. Arvan merasa sangat iba atas kondisi putra duda abadi yang tak diketahui keberadaannya hingga saat ini.

"Arvan!!" teriak seseorang memanggil Arvan yang baru saja tiba. "Untung lo dateng sekarang. Gue titip Alfi, anaknya lagi tidur. Gue buru-buru mau balik. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam," sahut Arvan memandang kepergian kakak laki-lakinya yang tergesa-gesa.

Kemudian, dia pun beranjak menuju ruang rawat Alfi. Sesampainya, dia tak menemukan keberadaan anak itu di sana. Kosongnya kamar mandi, membuat Arvan menegang sesaat. Tak mungkin Alfi diculik, bukan?

Setelah tersadar dari rasa keterkejutan, Arvan segera menghampiri dokter atau perawat yang kebetulan berlalu di depan ruang rawat Alfi. Sayangnya, mereka tidak tahu. Rekaman cctv pun sama sekali tak membantu karena sepertinya ada seseorang yang sengaja meretas cctv di sini.

"Bang, Alfi hilang," ucap Arvan seusai panggilan teleponnya terhubung dengan sang kakak.

Kabar hilangnya Alfi sudah sampai di telinga semua orang di kediaman Arkatama. Arsyan mencoba menenangkan istrinya yang menangis. Dia terus mengelus punggung Aishla yang bergetar. Suara isak tangis memenuhi kamar ini. Arrayyan yang berada di samping bundanya pun termangu mendengar kabar tersebut.

"Sudah, nanti kita cari Alfi sama-sama. Sekarang Bunda makan dulu, ya?" bujuk Arsyan yang dibalas gelengan kepala olehnya. "Sayang, kamu harus makan. Jangan sampai adiknya Bang Array kelaparan di dalam sini."

Mengabaikan papanya yang tengah membujuk sang bunda, Arrayyan memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dia merasa gelisah. Meski hubungan di antara mereka sedang bermasalah, Arrayyan berharap sahabatnya dalam kondisi baik-baik saja.

"Aku salah, Fi. Maafin aku," ucapnya penuh sesal.

***

Pagi ini, keluarga Arkatama dihebohkan oleh pesan singkat yang menyuruh mereka datang ke bandara. Sebuah foto seorang anak laki-laki dari arah belakang yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal, membuat Arsyan, Aishla, dan Arrayyan terburu-buru hingga melewati sarapan. Anatasya tak ada di kediaman. Wanita itu sedang berlibur ke luar negeri bersama teman-temannya.

"Mas, itu beneran Alfi, 'kan?" tanya Aishla untuk memastikan bahwa suaminya tidak salah mengenali.

"Iya, La! Aku yakin, dia Alfi." Arsyan melirik sekilas ke arah sang istri, lalu kembali menatap jalanan.

(Bukan) Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang