Sepasang suami-istri berdiri menyambut kedatangan tiga orang laki-laki yang semalam tak pulang ke rumah. Mereka menghela napas berat, melihat banyak barang belanjaan yang dikeluarkan dari bagasi mobil. Hari ini, anak-anak tidak masuk sekolah karena Arvan yang masih ingin menghabiskan waktu bersama keponakannya. Membuat Aishla terpaksa mengirim surat izin ke sekolah.
"Assalamu'alaikum," ucap Alfi tersenyum lebar.
Dia menyalami Arsyan dan Aishla, lalu disusul oleh Arrayyan yang tampak lesu. Anak itu tidak bersemangat setelah melihat siluet tubuh mantan calon mamanya.
"Wa'alaikumussalam. Array kenapa, Array nggak enak badan?" Arrayyan berhambur memeluk tubuh sang bunda. Dia menggelengkan kepala dan meminta digendong. Namun, dilarang oleh Arsyan. Usia putranya tidak cocok untuk bermanja-manja lagi.
"Bunda, Array tadi liat hantu katanya," lapor Alfi teringat akan kejadian menakutkan itu.
Aishla menarik sudut bibir. Kemudian, menggendong tubuh putranya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Arsyan menggandeng tangan mungil Alfi, lalu menyusul mereka. Arvan yang diabaikan kehadirannya oleh keluarga kecil itu pun ikut berjalan masuk.
"Nasib orang numpang ya gini," gerutunya merasa panas akan keharmonisan keluarga kakaknya.
Tawa dua anak laki-laki menggema. Mereka menghindari aksi menggelitik yang dilakukan oleh sang bunda. Sudut bibir Arsyan tertarik. Dia akan membalas perbuatan istrinya yang tak mau mendengarkan ucapan dua putranya yang meminta untuk berhenti menggelitik mereka.
"Sekarang giliran Bunda," seloroh Arsyan menyerang istrinya.
Aishla yang tidak siap dibuat jatuh terduduk. Wanita itu berusaha menyingkirkan tangan sang suami dari perutnya, tetapi Arrayyan dan Alfi memegangi kedua tangannya. Ayah dan anak itu sangat kompak membalas dendam padanya.
"Udah, udah! Bunda nyerah, Bunda nyerah!" kata Aishla yang langsung dibebaskan.
Arrayyan mengulum senyum saat puncak kepalanya dicium olehnya. Tak mau membuat Alfi iri, Aishla pun melakukan hal yang sama. Dia terkekeh melihat Arsyan yang mengerucutkan bibir. Dua putra mereka mengejek suaminya yang tak mendapat perlakuan hangat darinya.
"Ngambek nih ceritanya?" goda Aishla setelah putra mereka melenggang pergi. Dia tertawa kecil saat suaminya mengedikkan bahu tak acuh.
"Mas, aku mau izin keluar sebentar ya! Mas di rumah aja, jagain anak-anak." Arsyan memanggutkan kepala. Pandangannya teralih pada istri kecilnya yang beranjak menuju kamar.
"Mau dianter?" tawarnya yang dibalas gelengan kepala Aishla.
Wanita itu mencium punggung tangan suaminya, lalu melangkah keluar rumah. Ada suatu barang yang harus dibelinya. Dia bersyukur karena Arsyan tak terlalu penasaran akan tujuannya. Karena suaminya mengira, dirinya ingin membeli kebutuhan dapur.
Setelah membeli barang yang dibutuhkan, Aishla bergegas kembali ke rumah. Dia menatap langit yang mulai menggelap tertutupi awan hitam. Titik-titik air yang turun membasahi bumi membuat Aishla segera mencari tempat berteduh. Wanita itu menatap hujan yang semakin deras.
"Aku harus hubungi Mas Arsyan," gumamnya merogoh saku gamis. Namun, Aishla tak menemukan ponselnya. Dia menepuk kening saat teringat jika benda persegi itu tertinggal di atas kasur.
Hampir selama setengah jam, Aishla menunggu. Wanita itu mulai merasa kedinginan. Angin yang berhembus kencang menusuk sampai ke tulangnya. Aishla sungguh tidak kuat dengan hawa dingin.
"Aishla."
Sudut bibirnya tertarik menyambut kedatangan seorang lelaki yang terjebak hujan sepertinya juga. Aishla memalingkan wajah ketika Arjun melepas jaketnya itu. Dia menggigit bibir melihat Arjun yang menyodorkan jaket padanya. Lelaki itu sangat mengenali sosok wanita di sampingnya. Wanita yang berusaha dilupakan, tetapi selalu gagal. Aishla terlalu sempurna. Tak ada gadis yang berhasil menggeser posisinya di hati Arjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Suami Idaman
روحانياتAishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan diperlakukan dengan baik setelah menyelamatkan reputasi keluarga Arkatama. Namun, dugaannya salah. Justr...