X

245 38 38
                                    

Taeju dan Kang Su Yeon pengacara terpercaya Mujin, mereka datang menghampiri Mujin yang sedang duduk di meja kerjanya.

"Sajangnim, pelakunya sudah menyerahkan diri dengan alasan DUI ( Driving Under Influence ) / ( Berkendara di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan )" ucap Kang Su Yeon.

Mata Mujin menatap tajam, rahangnya mengeras, matanya memerah menahan amarahnya yang akan meledak. Mujin mengangguk ke Kang Su Yeon.

"Taeju-ya, cari informasi tentangnya selama dipenjara, dan.. aku tidak ingin orang itu masih hidup" perintah Mujin.

"Baik sajangnim" balas Taeju. Mereka berdua kemudian meninggalkan Mujin.

Mujin mengambil sebatang rokok dari laci mejanya. Saat hendak menyalakan, ia berpikir sejenak kemudian mengurungkan niatnya, ia mematahkan rokok itu dengan jari besarnya dan membuangnya.

Sudah beberapa bulan ini ia berhenti merokok karena Jiwoo terus melarangnya, bahkan minum pun juga jarang. Ia menghela nafas panjang, menyandarkan seluruh tubuhnya di kursi besarnya dan memejamkan matanya sembari memijit dahinya yang terasa sakit. Malapetaka yang tidak diinginkan terjadi begitu saja, membuatnya terasa lelah. Jujur saja ia masih belum bisa menerima semuanya.




Sebulan berlalu hari-hari yang biasanya dipenuhi dengan keharmonisan cinta, canda tawa pasangan suami istri ini sekarang menjadi suram dan kelam. Bahkan Jiwoo perlahan menghindari Mujin, Jiwoo juga selalu menyendiri, menangis dan tidak bernafsu makan membuat tubuhnya semakin kurus.

Mujin selalu berusaha untuk selalu menghibur dan menenangkannya, mengajaknya berjalan-jalan ke pantai, ke pulau jeju, ke luar negri, namun semuanya nihil, Jiwoo tidak mengiginkan apapun.

Jiwoo bahkan tidak mau disentuh Mujin, hanya sekedar memegang tangan saja Jiwoo selalu menarik dirinya dari suaminya.

Mujin benar-benar frustasi dan sedih. Ia sendiri juga merasa sakit kehilangan anak pertamanya tapi jauh lebih menyakitkan baginya melihat Jiwoo yang selalu merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri.

Benar. Kehilangan anak pertama sekaligus membuat Jiwoo kehilangan semangat hidupnya. Buah cintanya dengan Mujin yang susah payah ia kandung selama 8 bulan semuanya sia-sia.

"Yeobo.. kumohon makanlah sedikit.. jika kau begini terus lama-lama kau akan sakit" ucap Mujin pelan ia duduk di samping Jiwoo yang sedang duduk di sofa kamar, menatap luar jendela.

Jiwoo tidak merespon Mujin, tatapan matanya kosong hanya melamun, membuat Mujin semakin sakit hati.

Mujin memegang kedua bahu Jiwoo berusaha menyadarkan lamunannya.

"Yeobo.. aku tau ini sangat berat bagimu, tapi ini semua sudah terjadi" ucap Mujin menatap Jiwoo dengan khawatir, saat Jiwoo dengan perlahan memutar lemah bola mata menatap Mujin.

"Kita bisa memulai dari awal.. hm..?" suara Mujin semakin melembut.

"Aku.. aku tidak percaya diri untuk memulai lagi Mujin-ah. Aku tidak mampu" ucap Jiwoo lirih saat dengan lama ia menatap Mujin, airmatanya mengalir deras, bibirnya bergetar.

Mujin memeluk Jiwoo dengan erat. Ia juga menangis melihat Jiwoo yang rapuh tak berdaya. Jiwoo tidak membalas pelukan Mujin, ia hanya menangis sekuat-kuatnya menyandarkan kepalanya dibahu lebar suaminya.



Malamnya Jiwoo tidak bisa tidur, ia terus berganti posisi tidak nyaman, akhirnya ia memutuskan untuk bangun, Jiwoo menggeser pelan lengan Mujin yang melingkar di pinggangnya. Ia bangun dan keluar dari kamar.

Jiwoo berjalan ke arah kulkas dan mengambil beberapa kaleng bir. Ia meletakkan kaleng itu diatas meja, ia menarik kursi untuk duduk di meja makan dan membuka sekaleng bir dan menengaknya setengah.

Love Struck 2 : PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang