Mujin sampai di penthouse, ia mengambil sebotol whisky dan menuangnya sedikit ke gelas kaca itu dan menengaknya sampai habis.
Dadanya naik turun mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, entah kenapa tiba-tiba terasa sesak, kepalanya terasa berdenyut sakit.
Mujin berusaha mengingat tentang Jiwoo. Ia tau benar ada yang salah dengan tingkah lakunya pada Jiwoo.Mujin merogoh saku dan mengambil ponselnya. Ia melihat foto-fotonya bersama Jiwoo.
Ya. Ponselnya hanya berisi beberapa fotonya dengan Jiwoo tidak ada yang lain."Aku ingin mengingatmu.. aku seperti orang bodoh bahkan melupakan nama istriku sendiri" gumam Mujin menatap ponselnya.
Taeju yang baru memasuki penthouse, melihat Mujin yang masih memegang ponselnya menatap fotonya bersama Jiwoo.
"Taeju-ya.. apa ada yang kau ketahui tentang aku dan dia? Apa aku sangat mencintainya? Atau aku menikahinya karena sesuatu?" tanya Mujin menyimpan kembali ponselnya dan berjalan duduk di sofa.
"Sajangnim.." Taeju berusaha mengatur nafasnya. Ia tidak tau harus memulai darimana.
"Anda sangat mencintainya lebih dari diri anda sendiri, begitupun juga Nyonya Jiwoo. Anda bahkan mengalami koma sebulan ini karena terlalu kesakitan menerima kenyataan bahwa dia meninggalkanmu" ucap Taeju sembari melihat ekspresi bos nya.
"Meninggalkanku? Kau mengatakan dia mencintaiku tapi dia meninggalkanku?" ucap Mujin menaikkan sebelah alisnya.
"Ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian dan aku berharap anda bisa mengingatnya kembali" Taeju melihat Mujin menghela nafas panjang.
Mujin berdiri dan berjalan ke kamar, Taeju hanya bisa melihat bos nya dengan perasaan sedih.
Tatapan Mujin terpaku pada foto pernikahannya dengan wanita yang masih belum ia ingat, foto yang dibingkai besar digantung itu membuat Mujin merasakan getaran aneh diseluruh tubuhnya.Mujin duduk di tepi kasur dan menopang kepalanya dengan kedua tangannya sembari mengusap wajahnya kasar. Ia mulai merasa tidak nyaman dengan hilangnya ingatannya.
Jiwoo sampai dirumahnya dan membersihkan rumahnya yang sudah sangat lama tidak ia tinggalkan. Ia berjalan ke kulkas dan mengambil sebotol air mineral dan menengaknya setengah lalu merebahkan dirinya di sofa.
....
Malam ini Jiwoo memutuskan untuk berjalan-jalan. Hatinya terasa sakit dan nyeri setiap saat. Lebih baik berjalan menghirup udara malam yang sejuk.
Mujin mengikuti Jiwoo dari belakang yang sedang berjalan. Walau masih belum mengingat wanita itu, namun ia mulai merindukan sosok wanitanya. Memang benar otaknya tidak mengingat namun beda dengan relung hati terdalamnya.
Jiwoo berhenti di persimpangan lampu merah yang ramai. Ia hanya melamun menatap kosong kedepan tanpa menyadari lampu sudah berwarna hijau untuk para pejalan kaki menyebrang.
Semua pejalan kaki menyebrang namun Jiwoo hanya berdiri terpaku. Namun ia mulai tersadar saat matanya melihat pria disebrang sana sedang melihatnya juga.
Mujin tersenyum kecil sembari berjalan untuk menghampiri istrinya. Jiwoo tersenyum bahagia, ia berlari dengan cepat ingin segera memeluk Mujin, tanpa melihat lampu pejalan kaki sudah memberi warna merah.
Tinnn!!! Tinn! Tin!!!
Sebuah truk besar yang melaju cepat tanpa sempat mengerem. Sinar lampu truk besar itu yang membuat pupil mata Jiwoo memantulkan cahaya sinar dan tidak dapat ia hindari lagi.
Brukk!!!
Mata Mujin terbelalak terkejut saat melihat tubuh Jiwoo yang terpental beberapa meter. Seketika kepalanya terasa berdenyut sakit luar biasa, ingatan itu menghantam kepalanya dengan kuat. Mujin mengingat samar-samar perna mengalami hal yang persis terjadi sekarang melihat Jiwoo kecelakaan dengan mata kepalanya sendiri.
Mujin terjatuh berlutut memegang kepalanya, semuanya terasa berputar di kepalanya dan pandangannya. Dengan susah payah ia berdiri dan berjalan terhuyung ke arah Jiwoo yang tergeletak di aspal kasar nan dingin itu dengan darah yang mengalir deras dari kepalanya.
Mujin mengangkat tubuh atas Jiwoo dan mendekap kepala Jiwoo sembari menangis hebat. Airmata nya mengalir dengan deras.
Dengan nafas terengah, Jiwoo berusaha tersenyum tipis kepada suaminya. Ia menatap Mujin dengan mata bergetar dan Jiwoo mengangkat lengannya, tangannya yang berdarah untuk mengusap pipi Mujin.
"Yeobo.. jangan menangis..maafkan aku.." ucap Jiwoo dengan sisa-sisa nafas tercekatnya.
"Aku istri yang buruk.. biarkan aku menebus semua kesalahanku padamu..." nafas Jiwoo semakin tersengal dan lemah.
"Maafkan aku.. Mujin-a.. jaga dirimu ba-..." lengan Jiwoo terkulai terjatuh dari wajah Mujin, ia menutup matanya dengan airmata yang mengalir, kepalanya yang terjatuh lemas ke dada Mujin. Jiwoo menghembuskan nafas terakhirnya.
"Aniya.. andwaeee!! Jiwoo-ya.. bangunlah.. aku mohon jangan tinggalkan aku lagi.." Mujin mendekap erat tubuh dingin Jiwoo dan menangis meronta-ronta.
Tidak mampu berkata-kata lagi dah 😭😭
Ini kah yang readers mau?? 😢😢
Apakah ini balasan yang tepat untuk Jiwoo?🥲🥲Jangan hujat Author nya ya 😖😖
Btw Author rehat 3-4 hari yah dalam rangka melarikan diri 🥲🥲
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struck 2 : Painful
RomansaSilahkan baca Love Struck dulu ya, ini Sequel nya 💜