XV

285 42 42
                                    

Detak jantung Mujin kembali normal saat Prof. Park terus memompa nya. Walau detak jantungnya lemah, namun Mujin berhasil diselamatkan.
Prof. Park menghela bernafas lega dan memeriksa beberapa kali hingga ia berbalik menatap Taeju dan mengangguk pertanda semua baik-baik saja.

"Untungnya ia berhasil melewati kritis ini, namun dia masih koma, aku berharap keajaiban terjadi padanya" Prof. Park menepuk pelan bahu Taeju dan berjalan keluar.


"Jiwoo-ssi.. sajangnim.. sajangnim.." ucap Taeju terisak.

"Taeju-ssi.. apa sesuatu terjadi kepadanya?" tanya Jiwoo dengan suara bergetar.

"Jiwoo-ssi, bisakah kau kembali ke sisi sajangnim.. dia hampir meninggal dan sekarang koma di rumah sakit.." ucap Taeju menatap Mujin yang terbaring lemah.

Bagai disambar petir, Jiwoo sangat kaget, ia merasakan jantungnya nyeri, dadanya terasa sesak dan matanya membulat besar.

"Aku akan kembali" ucap Jiwoo cepat.

Jiwoo segera mematikan ponsel itu dan mengemas barang-barangnya ke koper dengan tergesa-gesa, bahkan ia hampir jatuh karena terlalu panik dan pikirannya kosong, yang ada diotaknya sekarang hanyalah Mujin.

Lebih kurang 14 jam, Jiwoo akhirnya sampai di Seoul. Ia segera menaiki taxi dan ke Rumah Sakit yang diberitahukan Taeju.

Jiwoo sampai di Rumah Sakit itu. Ia segera memencet tombol lift lantai 15 yang sudah di beritahukan Taeju. Ia segera menuju ruang intensif VIP yang didepannya kamar itu Taeju sudah menunggu Jiwoo.

"Taeju-ssi.." panggil Jiwoo lirih sembari menarik kopernya.

Taeju berdiri terpaku menatap Jiwoo yang berjalan cepat dengan nafas terengah. Tatapan mata sayu Taeju membuat Jiwoo semakin khawatir.

Jiwoo berjalan dengan pelan mendekati Taeju dan mulai berlinang airmata. Ia menelah ludahnya dengan susah payah untuk memulai pertanyaan kepada Taeju.

"Taeju-ssi, apa yang terjadi?" tanya Jiwoo dengan suara yang tercekat.

Taeju menekan tombol untuk membuka pintu otomatis itu untuk membawa Jiwoo masuk.

Jiwoo dengan nafas tersengal berjalan ke arah pintu dan dengan pelan memutar kepalanya melihat Mujin yang terbaring lemah.

Airmata Jiwoo kembali jatuh membasahi pipinya. Pria yang selama ini sangat kuat dan gagah, sekarang didepan matanya terbaring lemah dan tak berdaya. Jantung Jiwoo terasa dicabik-cabik, hatinya sangat nyeri. Lututnya terasa lemas, akhirnya ia jatuh terduduk di lantai dengan pandangan kosong.

Taeju membantu Jiwoo untuk berdiri, ia memapah Jiwoo untuk mendekat ke Mujin.

Dengan susah payah Jiwoo menatap Mujin dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Ia memeluk Mujin, membenamkan wajahnya ke dada pria itu dan menangis sekuat-kuatnya.

Taeju masih berdiri menahan tangisannya. Ia menatap lemah ke Jiwoo yang menangis.

"Hyung.. aku sudah membawanya kembali, aku mohon cepatlah bangun" batin Taeju. Ia lalu berjalan keluar dari kamar untuk membiarkan Jiwoo menemani Mujin. Ia tau hanya Jiwoo lah yang di butuhkan Mujin.

Jiwoo menangis keras hingga kepalanya terasa berdenyut sakit. Ia menatap Mujin dengan mata yang mulai bengkak.

"Maafkan aku.. maafkan aku.. Mujin-a maafkan aku.." ucap Jiwoo menangis menggenggam tangan Mujin.


Setelah beberapa saat, Jiwoo berjalan keluar dari kamar itu dan melihat Taeju yang sedang duduk dilorong sunyi itu. Jiwoo ikut duduk dengan jarak beberapa kursi dari Taeju.

Taeju menatap Jiwoo dan menghela nafas, ia memandang kosong kedepan.

"Sudah seminggu sajangnim koma, sejak kepergianmu, sajangnim seperti orang yang kehilangan arah, ia susah tidur, menjadi pecandu alkohol dan merokok, walau ia terlihat tegar namun ia selalu diam-diam menangis, ia juga selalu menatap foto kalian berdua, ia juga selalu pergi ke beberapa tempat yang pernah kalian kunjungi" ucap Taeju menunduk.

"Sampai kemarin kita hampir ditangkap polisi, namun saat polisi mencoba menembaknya, ia hanya berdiri diam membiarkan dirinya tertembak, tidak biasanya ia berlaku seperti ini, saat bersamamu dia bahkan tidak membiarkan dirinya terluka sedikitpun" sambung Taeju.

"Prof. Park mengatakan sajangnim mengalami gangguan kesedihan yang mendalam berkepanjangan, trauma ini tidak bisa menerima apa yang terjadi padanya, sepertinya sajangnim tidak memiliki niat hidup lagi hingga ia tidak menghindari tembakan itu"

"Semalam tiba-tiba jantungnya berhenti berdetak dan setelah beberapa lama Prof. Park akhirnya bisa menyelamatkannya, aku pikir hanya kau lah yang bisa menemaninya, hanya kau lah yang dibutuhkannya saat ini" jelas Taeju.

Jiwoo mendengar semua itu dengan menangis, airmatanya derasnya sudah membasahi kedua pipinya. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat menahan segala rasa sakit yang menusuk jantungnya sedari tadi.

"Taeju-ssi, pulanglah.. kau terlihat sangat berantakan dan kelelahan, aku yang akan menjaga Mujin" ucap Jiwoo yang berusaha mengatur nafasnya, Taeju membalas Jiwoo dengan anggukan pelan.

Jiwoo kembali masuk ke kamar Mujin, ia berjalan dan duduk di samping Mujin. Ia menatap suaminya dengan sendu.
Ya, Jiwoo tau Mujin tidak memakai formulir surat perceraiannya dengan melihat cincin yang masih melingkar di jari manis pria itu.

"Choi Mujin, bangunlah.. aku sudah kembali untukmu.. maafkan aku, aku tau aku sangat egois, aku tau aku wanita terburuk yang selalu meninggalkanmu" Jiwoo kembali terisak.

"Bangunlah dan marahi aku sepuasmu! Kau harus memaki ku dan memukulku karena telah menyakitimu, aku memang wanita terjahat" Jiwoo semakin terisak, dadanya naik turun mengatur nafas.

Jiwoo melihat ponsel Mujin di nakas, ia meraihnya dan membuka kunci ponselnya dan terpampang foto Mujin dan dirinya di musim gugur lalu.

Jiwoo tersenyum getir menatap Mujin, ia lalu berdiri dan pelan-pelan naik ke ranjang besar Mujin dan tidur disebelahnya. Ia membenamkan kepalanya di tengkuk Mujin menghirup aroma tubuh Mujin yang sudah sangat-sangat ia rindukan selama hampir setahun ini.


Om Mujin kapan nih bangunnya 😭😭
Kangen om Mujin 🥲🥲

Love Struck 2 : PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang