Mujin sedang bertelepon di kamar, ia berdiri menghadap jendela, sebelah tangan memegang ponselnya, tangan satu lagi di dalam saku celana.
Jiwoo yang baru selesai mandi sudah disuguhi pemandangan tubuh belakang Mujin yang memanjakan matanya. Tubuh tinggi tegap dan bentuk garis tulang punggung besar itu terlihat begitu seksi, lekuk dari leher jenjang sampai ke pinggang yang sangat sempurna, ditambah Mujin tidak memakai baju hanya memakai celana hitam panjang, membuat Jiwoo hanya bisa menelan ludahnya.
Terkadang Jiwoo sangat bangga, bisa mempunyai suami yang sangat tampan dengan tubuh atletis. Bahkan menurutnya Mujin berkali lipat lebih tampan dari aktor drama yang sering ia tonton.
Jiwoo berjalan pelan dan memeluk Mujin dari belakang, menyandarkan pipinya di kulit punggung kekar itu. Ia memejamkan matanya menghirup dan mengecup aroma tubuh Mujin yang selalu menjadi candu baginya.
Mujin mengusap lengan Jiwoo yang melingkar diperutnya. Ia menoleh ke belakang untuk memberikan senyum tampannya. Setelah itu ia memutuskan panggilan telepon. Mujin melempar ponselnya ke nakas. Melepaskan pelukan Jiwoo, Mujin duduk di tepi kasur lalu menarik lengan Jiwoo untuk duduk menyamping di pangkuannya dengan kedua tangan Mujin merangkul pinggangnya.
"Hm.. wangi sekali" Mujin mengendus dan mengecup beberapa kali leher Jiwoo membuat istrinya tertawa geli.
"Yeobo.. jika ingatanmu sudah kembali, katakan padaku apa kau ingat dimana kita pertama kali bertemu?" Jiwoo merangkul pundak Mujin, kedua bola matanya tampak bersemangat menunggu jawaban Mujin.
"Di pulau Jeju, saat itu aku terluka dan kau menolongku, aku ingat saat aku menanyakan namamu tapi kau tidak mau memberitahukannya padaku, lalu kau juga meninggalkanku setelah percintaan pertama kita" jawab Mujin panjang lebar.
"Benarkah? Ah.. aku sudah lupa" Jiwoo terkekeh.
"Jadi sekarang siapa yang lupa?" Mujin mencolek gemas hidung Jiwoo.
"Kau ingin aku menceritakan semuanya?" Mujin mengecup puncak kepala Jiwoo.
"Lalu bagaimana bisa tiba-tiba ingatanmu kembali? Apa terjadi sesuatu semalam?" tanya Jiwoo menyipitkan matanya penuh menyelidik.
"Hm.. semalam aku mendengar suara meledak, dan tiba-tiba saja ingatan ku kembali, sudah tidak usah dipikirkan yang penting aku sudah mengingat kisah cinta kita" Mujin mendekap Jiwoo erat-erat.
Jiwoo mengecup dada Mujin, melepaskan pelukan Mujin, ia bangkit dan mendorong dada Mujin jatuh telentang ke kasur, Jiwoo merangkak keatas Mujin dan duduk di paha kekar Mujin, ia meraba dada Mujin lalu menunduk untuk mengecup leher Mujin.
Mujin sedikit mengerang saat Jiwoo terus mengecup dan menghisap dari leher turun ke dadanya membuat beberapa tanda kepemilikan disana. Mujin menarik kepala Jiwoo untuk berciuman. Kedua bibir saling melumat pelan, suara ciuman yang saling mencecap terdengar indah di telinga.
Tanpa henti dan tanpa lelah kedua bibir itu saling terus mencecap dan menghisap. Akhirnya Jiwoo melepaskan tautan bibirnya dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Mujin.
"Yeobo, kau senang sudah menggodaku?" Mujin membelai rambut Jiwoo.
"Kenapa? Kau tidak menyukainya? Baiklah kalau begitu aku tidak akan melakukannya lagi" Jiwoo hendak bangun, Mujin dengan cepat memeluk Jiwoo menahannya.
"Tidak, bukan seperti itu yeobo, aku hanya bercanda" Mujin kemudian bangkit dan duduk membuat Jiwoo juga terduduk dipangkuannya.
Jiwoo tertawa melihat wajah polos Mujin yang merasa bersalah padahal ia hanya berniat menjahili suaminya.
"Jangan bilang kau ingin menjahili ku hm?" Mujin mengecup kening Jiwoo berkali-kali.
"Baiklah, aku juga akan membalasnya nanti, Tunggu saja" ucap Mujin menyeringai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struck 2 : Painful
RomanceSilahkan baca Love Struck dulu ya, ini Sequel nya 💜